Petani Kedungdawa Terapkan Metode Singgang
GABUS WETAN – Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, gara-gara diserang hama burung bondol peking hasil panen padi milik petani di Desa Kedungdawa Kecamatan Gabus Wetan berkurang drastis. Bahkan hasil panen kali ini sampai ada yang susut separuhnya. “Normalnya bisa 4 ton sebau. Tapi sekarang dapat 3-2 ton saja sudah bersyukur, sebab ada yang satu bau cuma dapat 1 ton. Itu sawah yang selain diserang burung juga habis dimakan hama tikus,” sebut Kuwu Desa Kedungdawa, Daryono SE kepada Radar, Kamis (20/2). Serangan hama tahun ini terbilang parah. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh para petani untuk mengatasi kedua hama tersebut. Namun hasilnya tidak memuaskan, terlebih serangan hama terjadi saat padi mulai berbuah, bulir padi berisi bahkan sampai menjelang masa panen. “Jadi mau tidak mau petani hanya memanen sisa padi yang ada saja,” ujar dia. Di balik kekecewaan itu, petani di Desa Kedungdawa memiliki inovasi lain untuk menambah hasil produksi padi melalui metode singgang atau sistem satu kali tanam dua kali panen. Dimana setelah panen pertama padi dibiarkan tumbuh, sehingga menghasilkan padi kembali. Metode Singgang tersebut rencananya akan diterapkan pada areal pertanian yang sebelumnya terkena hama burung dan tikus. Daryono mengungkapkan, sejatinya sistem satu kali tanam dua kali panen bukan hal yang aneh. Beberapa petani di desanya sudah pernah melakukan hal itu dan hasilnya cukup memuaskan. “Karena ada musibah seperti ini, diupayakan petani yang sawahnya terkena hama dapat menerapkan metode Singgang dan mereka tertarik,” ungkap Daryono. Padi Singgang adalah tanaman padi sawah yang tumbuh setelah batang padi sisa panen dipangkas. Dari pemangkasan itu muncul tunas baru yang tidak lagi tergantung dengan batang pertama dengan akar sendiri. Tidak lagi tergantung pada tanaman pertama. Kendati hasilnya tidak sama seperti panen pertama, tapi secara ekonomi hasil panennya jauh lebih menguntungkan. Sebab, metode Singgang dapat menghemat biaya produksi hingga 70 persen per bau. Dengan demikian, pendapatan petani akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena pemangkasan ongkos produksi. “Tidak ada biaya mengolah tanah, membeli bibit baru dan menyemai padi. Pemakaian pupuknya pun secukupnya, sehingga hasilnya meski tidak sama dengan panen pertama tetap jauh lebih menguntungkan,” pungkas Daryono. (kho)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: