Ketua DPRD Disebut Tidak Tahu Aturan? Ternyata Ini Masalahnya

Ketua DPRD Disebut Tidak Tahu Aturan? Ternyata Ini Masalahnya

ilustrasi Perda-dok-radarcirebon.com

CIREBON, RADARCIREBON.COM- Adanya statemen ketua DPRD yang menyatakan siap dimediasi “orang pusat” dalam kaitan Raperda RTRW yang ditolak dalam Rapat Paripurna beberapa waktu, langsung menuai kritik tajam.

Akademisi Untag Jakarta, Dr Cecep Suhardiman  menilai statemen ketua DPRD yang menyatakan siap dimediasi tidak tepat. Karena, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk perda tidak dikenal adanya mekanisme mediasi.

Menurut Cecep, mediasi merupakan salah satu model alternatif penyelesaian sengketa (APS), tidak menjadi model dalam pengambilan keputusan untuk pengesahan perda.

Justru yang menjadi pertanyaan bagi publik, kata Cecep, harusnya kalau belum terjadi titik temu atau kesepakatan dalam pembahasan terkait substansinya antara Pansus DPRD dan Tim Asistensi Pemkot,  kenapa harus dibawa ke rapat paripurna.

BACA JUGA:LPM Karya Mulya Tebar Takjil dan Berbagi Bingkisan Kepada Marbot Mushola

“Sebetulnya di titik ini ada ruang konsultasi ke Pemprov Jabar dan ke Dirjen Tata Ruang Kementerian PUPR yang bisa dilakukan berkali-kali kalau memang diperlukan, termasuk pemaparan secara komprehensif,” jelasnnya.

Saat ini, kata Cecep, Raperda RTRW yang merupakan perintah dan amanat UU tentang RTRW sudah ditolak DPRD. Jika tidak ada keinginan dari pansus dan tim asistensi untuk membuka pembahasan atau konsultasi, maka akan menjadi masalah besar dalam pembangunan di kota Cirebon. Karena, tidak adanya payung hukum Perda RTRW dan Perda tentang Zonasi.

“Jadi sekali lagi, tidak ada aturannya pembuatan perda dengan mediasi, sehingga ini akan melahirkan peraturan yang cacat dan batal demi hukum,” tegasnya.

Apalagi kalau Perda RTRW ditarik ke Kemendagri, dan diatur dalam Peraturan Menteri, maka semakin menunjukan ketidakberesan dalam pengelolaan Tata Ruang di Kota Cirebon yang seharusnya menjadi otonomi daerah.

BACA JUGA:Yon Arhanud 14/PWY Berbagi Takjil

“Kalau sampai ditarik oleh Kementerian menjadi Peraturan Menteri, menunjukan ketidakberesan dalam pengelolaan Tata Ruang di Kota Cirebon yang seharusnya menjadi otonomi daerah,” tandasnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: