Tradisi Surak, Lempar Uang Koin di Watu Tameng Makam Sunan Gunung Jati, Diyakini Bisa Menolak Bala
Suasana di komplek makam Gunung Jati. Foto dukumen, tidak mewakili kondisi saat ini. -Dokumen-radarcirebon.com
BACA JUGA:Kondisi Mabuk, 1 Pemuda Diamankan Polisi Dalam Tawuran di Depan RS Budi Asta Kalitanjung
Pada masa Sunan Gunung Jati, pesantren nomor dua tertua di Jawa Barat ini, kemudian dipindahkan. Oleh Sang Sunan, pesantren tersebut dibangun kembali dengan nama Pesantren Sembung.
Banyak tokoh besar yang dimakamkan di Pesantren Giri Amparan Jati. Seperti Putri Oeng Tien, salah satu isteri dari Sunan Gunung Jati.
Juga Pangeran Cakrabuana, Pangeran Kejaksan, Pangeran Panjunan dan bahkan Sunan Gunung Jati juga dikebumikan di tempat tersebut. Setelah itu, bekas pesantren itu kemudian menjadi makam raja-raja Cirebon.
Kawasan itu, dulunya dijaga oleh sosok yang bernama Ki Kede Watu Tameng. Nama itu, merupakan nama gelar atau jabatan bagi sosok yang bertugas menjaga kawasan bekas Pesantren Giri Amparan Jati yang kemudian menjadi komplek makam raja-raja Cirebon.
BACA JUGA:Aksi Tebar Uang Koin di Jalan Raya Gunung Jati Ganggu Pengendara, Nyaris Ada yang Tersenggol Motor
Ki Kede tersebut juga yang melayani kebutuhan rumah tangga dan aktifitas Sunan Gunung Jati. Namun kemudian tugas itu dipercakapan kepada Ki Buyut Sembung atau Syekh Musyahadatillah.
Itulah sekelumit tentang sejarah tradisi surak di Watu Tameng. Tradisi bersedekah dengan melempar uang koin yang bertujuan untuk menolak balak dan menjauhkan dari mara bahaya.
Seperti diketahui, dalam ajaran Agama Islam, salah satu cara untuk menolak bala itu adalah dengan bersedekah. Mungkin itu pula yang mendasari tradisi surak tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: