Demam Berdarah Renggut Tiga Nyawa
INDRAMAYU – Masyarakat diminta untuk waspada terhadap berbagai serangan penyakit setelah banjir. Salah satu diantaranya adalah demam berdarah dengue (DBD) yang menyerang sejumlah wilayah di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, sejak awal Januari 2014 hingga sekarang DBD telah merenggut tiga nyawa. Menurut Kabid Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Sri Nafsiyah, tiga orang yang meningga akibat DBD tersebut berasal dari daerah Pekandangan, Langut, dan Sukra. Nafsiyah menjelaskan, selain menyebabkan korban meninggal, penyakit DBD juga menyerang puluhan warga. “Sejak Januari hingga 26 Februari 2014, warga yang terserang DBD tercatat sebanyak 56 orang,” terang Sri Nafsiyah, Rabu (26/2). Meskipun demikian, kata Nafsiyah, jumlah warga yang terserang DBD pada 2014 itu lebih rendah dibandingkan Januari-Februari 2013 yang mencapai 60 orang. Sementara jumlah korban yang meninggal sepanjang Januari-Februari 2013 juga hanya satu orang. Kasus DBD memang banyak terjadi pascabanjir dan kondisi cuaca seperti sekarang, yakni hujan dan panas terjadi secara bergantian. Pasalnya, banyak terjadi genangan-genangan air di lingkungan masyarakat. Menurutnya, genangan air menyebabkan tempat nyamuk (Aedes aegypti) berkembang biak. Menyinggung tentang upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan menghadapi ancaman DBD, Nafsiyah mengatakan bahwa tidak bisa hanya mengandalkan fogging (pengasapan). Selain biayanya besar, fogging juga tidak efektif untuk memberantas DBD. “Fogging hanya dapat membunuh nyamuk dewasa. Sedangkan jentik dan kepompong nyamuk tidak dapat mati dengan fogging,” tandasnya. Nafsiyah justru berharap kepada masyarakat untuk melakukan cara yang lebih efektif. Yaitu dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), melalui 3M (menutup, mengubur, menguras). Nafsiyah mengaku kalau kesadaran masyarakat masih rendah, dan mereka lebih menginginkan fogging dibandingkan PSN. Padahal PSN justru lebih efektif dan murah. Pendapat senada diungkapkan Kasi Pemberantasan Penyakit Berbasis Binatang (P2BB), Agus Rohani. Menurutnya, fogging memang tidak efektif untuk memberantas DBD. Selain mahal, tuturnya, hasilnya juga tidak efektif. Agus menjelaskan, untuk melaksanakan fogging dibutuhkan anggaran sebesar Rp2.551.000 per satu RW (300 rumah). Saat banjir pertengahan Januari 2014 lalu, sedikitnya ada 93 desa yang terdampak banjir. Dengan kisaran setiap desa memiliki empat RW, maka ada 372 RW yang butuh fogging. Jadi total anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan fogging sekitar Rp949 juta. (oet)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: