Target PAD Parkir Melenceng

Target PAD Parkir Melenceng

KESAMBI - Target pendapatan asli daerah tahun 2010 untuk sektor parkir tidak tercapai alias melenceng dari realisasi. Diproyeksikan untuk menembus angka Rp740 juta, ternyata yang terrealisasi hanya Rp633 juta atau hanya 84,32 persennya saja. Padahal, proyeksi pendapatan untuk tahun ini kembali mengalami kenaikan sampai Rp790 juta. Kepala Dinas Perhubungan, Informatika dan Komunikasi Drs H Yusa NK mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan target setoran parkir tidak tercapai. Salahsatu faktor yang menyebabkan setoran parkir kurang optimal meski potensinya sangat besar adalah bermunculannya cukong parkir. “Selain setor ke kolektor Dishubinfokom, beberapa juru parkir juga harus setor ke cukong parkir,” ujar Yusa saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (31/1). Menurut dia, panjangnya mata rantai penyetoran retribusi parkir ini, tidak dipungkiri menyebabkan terjadinya kebocoran. Fakta yang terjadi di lapangan, banyak bermunculan para pemilik lahan parkir yang tidak mengelola lahan parkirnya sendiri. Pemilik lahan parkir badan jalan tersebut, seperti menjadi bos untuk juru parkir yang bekerja di lahan parkir miliknya. Dijelaskannya, untuk bisa mengelola lahan parkir, pemohon mengajukan surat kepada Dishubinfokom untuk kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk surat keputusan. Surat keputusan tersebut berlaku selama satu tahun dan harus diperpanjang untuk tahun berikutnya. Adanya cukong lahan parkir tersebut, turut menyebabkan retribusi parkir makin berkurang. “Kalau dapat Rp30 ribu, misalnya setor ke cukongnya Rp10 ribu. Terus buat tukang parkirnya, nah yang disetor ke Dishubinfokom cuma sisanya. Jelas itu menyedot PAD,” kata dia. Yusa mengakui, keinginan menaikkan target pendapatan dari juru parkir memang sulit terrealisasi. Sebab, saat ini banyak titik parkir yang hanya menyanggupi untuk menyetor Rp2 ribu atau Rp2.500/hari. Memang, tidak semua titik parkir badan jalan menerapkan target setoran serupa, sebab pada ruas jalan tertentu target pendapatannya bisa berbeda. Masalahnya, untuk menghilangkan adanya majikan parkir tersebut terhitung sulit. Banyak alasan yang disampaikan oleh para juru parkir yang memiliki surat keputusan pengelolaan titik parkir. Rata-rata alasannya adalah juru parkir tersebut sakit, sehingga memberikan pengelolaan kepada juru parkir lainnya. “Tapi, saya sudah punya rencana. Nanti kita evaluasi semua di akhir tahun, kan surat keputusan itu berlakunya cuma satu tahun,” katanya. Berdasarkan hitung-hitungan kasarnya, Yusa menduga dalam satu tahun uang sebesar Rp5 miliar menguap hanya untuk membiayai juru parkir. Padahal, pendapatan retribusi dari parkir badan jalan hanya Rp623 juta. Angka Rp5 miliar tersebut didapat dari hasil perkalian antara asumsi pendapatan juru parkir Rp30 ribu/hari dengan jumlah juru parkir yang ada di Kota Cirebon yaitu 530 orang. Hasilnya cukup fantastis, dalam satu hari dana yang dikeluarkan untuk membiayai juru parkir mencapai Rp16 juta atau dalam satu tahun mencapai Rp5,7 miliar. “Saya juga sedang berpikir, bagaimana caranya mengurangi jumlah juru parkir. Soalnya, jumlahnya sudah jauh berlipat dari beberapa tahun lalu. Sekarang jumlahnya sudah 530 juru parkir, padahal dulu cuma 271,” tuturnya. JUMLAH JURU PARKIR MEMBENGKAK Berdasarkan data Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Parkir, saat ini juru parkir yang tercatat jumlahnya mencapai 530. Anehnya, jumlah tersebut bertumpuk pada satu lokasi saja. Lokasi-lokasi yang paling gemuk jumlah juru parkirnya adalah Jl Kanoman (Pasar Kanoman) dengan 38 juru parkir, Jl Siliwangi 35 juru parkir, Jl Tentara Pelajar 21 juru parkir, Jl Pekiringan 29 juru parkir, dan Jl Pasuketan 21 juru parkir. Pengamatan Radar di salahsatu titik parkir badan jalan di kawasan Jl Siliwangi (depan Toserba Surya), ruas jalan yang panjangnya tidak lebih dari 100 meter tersebut ditempati oleh lebih dari 6 orang juru parkir. Setiap juru parkir memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Menurut keterangan salahseorang juru parkir di ruas jalan itu, Darsono (26), ada juru parkir yang lahannya mencapai 12 meter, ada juga yang 5 meter, 6 meter, bahkan 22 meter. Luas lahan untuk masing-masing juru parkir berbeda-beda, sebab penentuannya pun berdasarkan kesepakatan bersama. Darsono mengakui, lahan parkir yang saat ini ditempati dirinya merupakan warisan dari ayahnya. Sebab, orang tuanya itu sudah tidak sanggup untuk menjadi juru parkir, tetapi dirinya cukup beruntung lantaran tidak perlu menyetor kepada cukong parkir seperti rekan-rekannya. ”Kalau saya cuma setor sama kolektor Dishub aja,” ucap dia, saat ditemui di sela aktivitasnya. Dia mengaku, dalam satu hari menyetor kepada kolektor Dishubinfokom Rp10 ribu. Setelah dipotong setoran, sisa uang yang menjadi upahnya sekitar Rp25 atau Rp30 ribu tergantung ramai atau tidaknya lahan parkirnya dikunjungi pengguna jasa parkir. JURU PARKIR KEBERATAN Soal rencana kenaikan tarif parkir, juru parkir mengaku keberatan dengan rencana tersebut. Sebab menurut pengakuan sejumlah juru parkir, kenaikan setoran retribusi parkir sangat membebani juru parkir yang notabene pendapatan setiap harinya tidak mengalami penambahan. ”Sekarang saya setor Rp8.500 per hari. Saya keberatan kalau dinaikin,” tutur salahseorang juru parkir, Ratim (54). Dia mengaku, saat ini memiliki lahan sepanjang 25 meter dan dirinya bertugas sejak pukul 08.00 sampai pukul 16.00. Meski lahan parkirnya cukup panjang, namun dirinya hanya mendapatkan Rp15 sampai Rp20 ribu setiap harinya. Ketika ada rencana kenaikan setoran parkir, tentu dirinya keberatan lantaran jumlah kendaraan yang parkir tidak bertambah dan lahan parkirnya pun tidak bertambah luas. Senada dengan Ratim, Darsono juga berharap untuk adanya pembahasan ulang soal rencana kenaikan setoran parkir. Sebab, untuk juru parkir yang mengelola lahan parkirnya sendiri saja, setoran yang saat ini sudah cukup berat. ”Yang sekarang aja berat, gimana kalau dinaikkan?” ujar pria yang sudah tiga tahun menjadi juru parkir ini. (yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: