16 Hari Hilang Kontak
WNI Mesir asal Kuningan Capai Puluhan KUNINGAN – Warga Negara Indonesia (WNI) asal Kuningan yang tinggal di Mesir rupanya cukup banyak. Berdasarkan data yang diperoleh Radar, jumlahnya hampir mencapai 100 orang. Kebanyakan adalah WNI yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar Mesir. Selebihnya adalah TKI dan WNI yang menikah dengan warga Mesir. Seperti di Rt 01/05 Lingkungan Pasapen Kelurahan/Kecamatan Kuningan, terdapat sepasang orangtua yang tengah dilanda kegelisahan. Mereka adalah Muhammad Chundori (60) dan Aam Hadizah (57), orangtua seorang putri yang kini tinggal di Mesir, Yunita Diah Resa Widiastuti (30). Sejak 16 Januari lalu, komunikasi mereka terputus dengan putrinya itu. ”Waduh nggak bisa menceritakan bagaimana gelisahkan kami. Apalagi saya sebagai seorang ibu yang telah tiga tahun tidak bertemu,” tutur Aam sambil meneteskan air matanya. Putrinya itu tinggal di sebuah apartemen pusat kota Port Said. Tempat tinggalnya tersebut sangat dekat dengan kerumunan para demonstran. Tak heran jika Aam selalu menangis khawatir terjadi sesuatu pada anak dan cucunya. ”Apalagi anak saya baru saja melahirkan tanggal 6 Januari 2011. Selama ini kami hanya bisa menangis,” tuturnya lagi. Rasa gelisah sekaligus was-was yang menghantuinya baru terobati Selasa (1/2) pukul 11.00. Pada jam itu, pasangan orangtua yang menjadi staf pengajar di SMKN 1 Kuningan tersebut berhasil berkomunikasi dengan putrinya di Mesir. ”Kami dihubungkan oleh Kedubes melalui stasiun televisi. Alhamdulillah kami bisa berkomunikasi dengan anak saya menggunakan telpon rumah,” katanya. Setelah bisa berkomunikasi, mereka merasa sangat plong. Terlebih ketika mendengar bahwa kabar mereka baik-baik saja. Meskipun situasi sekitar apartemen putri mereka begitu buruk. ”Ditelpon anak saya bilang bahwa apartemennya terkepung masa demonstran. Katanya juga banyak mayat bergelimpangan. Bahkan di tangga sekitar apartemen juga terdapat dua mayat,” tuturnya menceritakan hasil komunikasinya. Kabar mengenai evakuasi, lanjut Aam, tidak didengar oleh putrinya. Saat ini putrinya bersama suami Walid Mahmud Alzemitri serta cucunya yang baru lahir masih tertahan di apartemen. Lantaran tidak ada pasar penjual makanan, maka persediaan makanan di kediamannya nyaris habis. ”Itulah yang kami khawatirkan. Bahaya kelaparan karena pasar-pasar sudah tidak ada. Bahkan toko suami anak saya juga diobrak-abrik,” terangnya. Untuk menuju Kairo, mereka mendapat kesulitan. Pasalnya, disamping kondisi jalan raya rusak, kendaraan menuju ke sana tidak ada. Apalagi jalanan dipenuhi oleh para demonstran. Untuk menuju Kairo sambil membawa bayi yang baru berusia tiga minggu, nampaknya tidak mungkin. Aam dan Muhammad Chundori berharap putrinya itu segera pulang. Sejak perkawinannya tiga tahun lalu, mereka belum bertemu lagi dengan putrinya itu. Mereka merasakan kerinduan yang sangat, terlebih kepada cucunya yang belum sempat ditengok. ”Kata Kedubes sih bisa pulang pada Bulan Maret. Tapi saya berharap bisa segera pulang ke sini,” ucapnya. Selain Yunita Diah Resa, menurut data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) terdapat satu TKI yang bekerja di Mesir. Namanya Siti Aminah warga Kelurahan Awirarangan. Namun ketika dicek, Rt setempat mengaku tidak ada warganya yang bekerja di Mesir. Sementara itu, jumlah terbesar WNI yang tinggal di Mesir adalah para lulusan Pondok Pesantren Husnul Khotimah. Menurut keterangan dari Ketua Yayasannya, KH Mu’tamad Lc Alhafidz, jumlah alumninya yang menempuh jenjang pendidikan tinggi di Universitas Al Azhar Mesir mencapai sekitar 70 orang. ”Lulusan kemarin saja, jumlah alumnus ponpes kami yang ke Al Azhar sebanyak 20 orang. Yang sebelum-sebelumnya sudah cukup banyak, kisaran 50 orang,” sebutnya. Namun dari sekian banyak lulusan itu, kebanyakan dari luar Kuningan. Hanya satu warga Kuningan yakni Siti Zulfa Munaqosah, putri dari Djadjang Sopandi, warga Rt 09/02 Desa/Kecamatan Cilimus. Mu’tamad mengaku belum menerima informasi dari orangtua terkait kabar mereka. Begitu pula lulusan SMA Al Multazam sebanyak dua orang. Djadjang Sopandi selaku ayah dari Zulfa terlihat cukup tenang menyikapi kabar gejolak di Mesir meskipun putrinya sedang berada di sana. Rupanya, komunikasi Djadjang dengan Zulfa tidak terputus. Dalam setiap harinya, ia selalu berhubungan baik melalui telpon, SMSl, maupun internet. ”Kami terus komunikasi dengan anak saya. Alhamdulillah dia sehat dan baik-baik saja. Meskipun Mesir sedang bergejolak tapi imbas ke Al Azhar tidak begitu. Katanya sih kerusuhan biasa seperti era Pak Harto dulu di Indonesia,” terangnya kepada Radar. Ia menyebutkan, saat ini putrinya tinggal di Asrama. Kuliahnya yang masih semester pertama kebetulan sedang libur selama dua pekan. Pasokan makanan berjalan seperti biasa lantaran disediakan oleh asrama. ”Terakhir kami komunikasi dengan Zulfa itu kemarin. Biasanya kami telpon pada malam hari,” tuturnya. Letak Universitas Al Azhar dengan pusat kekuasan, jelas Djadjang, cukup jauh seperti Jakarta dan Bogor. Sehingga imbas dari gejolak yang tengah terjadi tidak begitu. Tak heran jika dirinya merasa cukup tenang. Namun apabila Pemerintah Indonesia hendak melakukan evakuasi, imbuhnya, tidak masalah anaknya dipulangkan sementara menunggu keadaan terkendali. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: