Distributor Obat Main Harga, RS Bisa Bangkrut

Distributor Obat Main Harga, RS Bisa Bangkrut

KEJAKSAN- Kekhawatiran muncul di benak Ketua DPRD Kota Cirebon HP Yuliarso BAE bila distributor obat nakal tetap dibiarkan beroperasi. Pasalnya, distributor obat yang nakal tersebut memberikan tarif lebih tinggi dari Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang telah ditetapkan oleh Kemenkes. Dikatakan Yuliarso, diberlakukannya tarif yang tidak sesuai dengan harga DPHO jelas akan membuat pihak rumah sakit nombok. Dan hal ini sangat merugikan masyarakat. \"Kalau nombok terus, nanti bisa-bisa pihak rumah sakit harus berhutang untuk bayar uang obat itu. Atau bahkan bisa bangkrut. Dan ini yang harus dikhawatirkan. Harus segera ada tindakan,\" ujarnya kepada Radar. Dikatakan Yuliarso, pihaknya akan meminta Komisi C untuk juga bersama dengan pihak rumah sakit berkonsultasi ke Kementerian Kesehatan. Untuk memberitahu kondisi di lapangan dan juga meminta upaya atau tindakan. Jangan sampai, kata dia, diberlakukannya BPJS justru malah membuat rumah sakit bangkrut. \"Nanti kita tanyakan ke Kemenkes seperti apa upayanya. Termasuk juga nanti kita akan berangkat dengan pihak rumah sakit agar masalah ini bisa segera di atasi,\" ujarnya. Selain masalah obat, Yuliarso juga menilai permasalahan lain soal BPJS adalah ketersediaan ruang di RSUD Gunung Jati yang mayoritas di dominasi dihuni oleh pasien dari luar kota. Sehingga, kata dia, hal itu terkadang membuat warga Kota Cirebon sendiri tidak mendapatkan ruangan. \"Memang ini konsekuensi karena rumah sakit Gunung Jati adalah rumah sakit rujukan dari berbagai daerah. Tapi setidaknya bisa diprioritaskan untuk warga KOta Cirebon,\" tuturnya. Dikatakannya, bila dibandingkan, 75 persen pasien yang ada adalah pasien luar kota. Sementara sisanya adalah Kota Cirebon. \"Seimbang saja tidak, kadang di satu ruangan itu semuanya warga luar kota,\" tuturnya. Sehingga dirinya berharap ke depan, ada ruang lebih untuk warga Kota Cirebon. Diberitakan sebelumnya, terdapat distributor obat dalam pelaksanaan BPJS. Distributor menarif harga tinggi dan tidak sesuai dengan daftar yang ada. Hal itu menyebabkan RS harus nombok untuk bisa menutupi pembayaran obat tersebut. (kmg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: