BPK Akan Pelototi Anggaran APBN Hingga Daerah seperti CCTV

BPK Akan Pelototi Anggaran APBN Hingga Daerah seperti CCTV

JAKARTA - Upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara terus dilakukan. Kali ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengembangkan sistem pengawasan layaknya Closed Circuit Television (CCTV). Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan, istilah CCTV merujuk pada sistem pengawasan online dan real time untuk mengetahui seluruh gerak-gerik atau lalu lintas transaksi keuangan negara. “Bentuknya adalah pusat data,” ujarnya kemarin ( 14/3). Menurut Hadi, pengawasan secara online dan real time dimungkinkan karena sistem yang dikembangkan BPK tersebut akan dijalankan dengan basis pemeriksaan secara elektronik atau e-audit. “Sistem ini memungkinkan BPK melakukan monitoring secara ketat, efektif, dan efisien,” katanya. Hadi menyebut, BPK memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan atas penggunaan anggaran di pusat, daerah, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hingga belanja modal (capital expenditure) dan belanja operasional (operational expenditure) BUMN akan masuk dalam sistem pengawasan ini. Bagaimana mekanisme pengawasannya? Hadi mengatakan, untuk APBN, BPK akan mengakses data lalu lintas anggaran melalui 177 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Lalu untuk APBD, BPK akan mengakses data dari 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia. Adapun untuk belanja BUMN, BPK akan mengakses melalui transaksi di bank-bank BUMN. “Selaku auditor negara, BPK punya hak untuk mengakses data-data tersebut,” ucapnya. Menurut Hadi, BPK akan melacak, menelusuri, dan menguji seluruh transaksi yang dilakukan para pengelola keuangan negara. Hal itu dilakukan untuk memperoleh kepastian atas jumlah transaksi, kelengkapan dokumen, dan kejelasan sumber keuangannya. “Karena online dan real time, ini tidak bisa direkayasa dan diintervensi,” jelasnya. Hadi mengakui, selama ini karena keterbatasan jumlah auditor, maka BPK terkadang hanya mengambil sampel atau contoh beberapa instansi sebagai objek pemeriksaan tertentu. Karena itu, dengan sistem e-audit yang tidak memerlukan audit langsung ke lokasi, maka BPK bisa memperluas cakupan audit. “Bahkan, jika sudah dikembangkan, nanti semua populasi bisa kita periksa, tidak hanya sampel saja,” ujarnya. Hadi mengatakan, pemeriksaan secara menyeluruh sangat penting dilakukan, misalnya pada belanja anggaran yang berpotensi diselewengkan, seperti hibah, bantuan sosial, perjalanan dinas, maupun menguji penerimaan negara melalui Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN). “Termasuk menguji pajak kendaraan bermotor,” katanya. Sementara itu, BPK juga terus memperluas kerjasama akses data dengan pemerintah daerah. Setelah sebelumnya sudah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah beserta pemerintah kabupaten/kota, Kalteng serta BPD Kalteng, kemarin BPK juga menjalin kerjasama serupa dengan Pemda dan BPD Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. (owi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: