BPIP Gelar FGD di Ambon, Bahas Penguatan Pancasila dan Moralitas Berbangsa Melalui Nilai Universal Agama
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar FGD dengan tema “Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika dan Agama”, bertempat di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, pada Jumat, 20 September 2024-Dok. BPIP-radarcirebon.com
AMBON, RADARCIREBON.COM – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memandang nilai-nilai universal agama menjadi landasan moralitas utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Hal ini itu diangkat dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dengan tema “Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika dan agama”, bertempat di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, pada Jumat, 20 September 2024.
Dalam FGD tersebut, Direktur Eksekutif Ma’arif Institute, Andar Nubowo, menekankan bahwa agama di Indonesia bukan hanya sebatas ritual, melainkan sebagai sumber utama moralitas yang tertanam dalam pembukaan UUD 1945 dan sila pertama Pancasila.
Namun, saat ini, nilai-nilai agama hanya menjadi simbol dan institusi tanpa implementasi yang nyata dalam perilaku sehari-hari.
BACA JUGA:1 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan di Cirebon Hari Ini, Sopir Truk Boks Diduga Ngantuk
“Yang memprihatinkan, kita menyaksikan peluruhan etika dan moralitas publik yang jelas terlihat, paradoks di negara beragama dan Pancasila,” ujar Andar.
Diskusi tersebut juga menyoroti berbagai masalah etika yang melanda penyelenggara negara dan masyarakat.
Fenomena korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga pelanggaran hak asasi manusia dianggap sebagai hasil dari rendahnya penghayatan nilai-nilai agama dan etika.
Peran Pola Asuh dalam Pembentukan Karakter Bangsa
BACA JUGA:Rayakan Hari Pahlawan, R15 Club Madiun Gelar Safety Riding Coaching Clinic dan Sunmori Seru ke Telaga Ngebel
Salah satu penyebab utama dari kerapuhan etika ini adalah pola asuh yang kurang membentuk karakter tanggung jawab sejak dini.
Halili Hasan, Direktur Eksekutif Ma’arif Institute, menegaskan bahwa pola asuh yang permisif terhadap anak-anak menyebabkan minimnya tanggung jawab dan kedisiplinan, yang pada akhirnya berdampak pada perilaku buruk ketika mereka dewasa.
“Tanggung jawab adalah inti dari semua karakter mulia. Orang yang bertanggung jawab tidak akan melakukan korupsi atau pungli,” ujar Tamrin Amal Tomagola, sosiolog dari Universitas Indonesia.
Pengaruh Digitalisasi dan Netizen
BACA JUGA:Debat Calon Bupati Cirebon Kedua, Luthfi Janji Tidak Ada Jual Beli Jabatan, Sistem Ini Sebagai Gantinya
Selain pola asuh, digitalisasi juga memunculkan tantangan baru bagi etika berbangsa.
Moch Qasim Mathar, Guru Besar UIN Alauddin Makassar, menyoroti bahwa netizen sering kali tidak bijak dalam menggunakan media sosial, seperti menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks.
“Ini masalah netizen, bukan citizen,” jelasnya, menegaskan bahwa perilaku online sering kali mencederai nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat beragama.
Diskusi ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk mengatasi krisis etika yang ada, antara lain memasukkan nilai-nilai agama ke dalam undang-undang etik, pembentukan Mahkamah Etik, hingga memperkuat pendidikan agama dan karakter di semua jenjang pendidikan.
BACA JUGA:Buktikan Kualitas Produk,Yamalube Sabet Gelar 'The Best Motorcycle Genuine Oil' di Ajang Penghargaan Bergengsi
Pendidikan agama tidak hanya berfokus pada ritual, tetapi juga harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan tanggung jawab.
Selain itu, ada dorongan kuat untuk memperkuat dialog antaragama dan lintas budaya agar agama dapat menjadi penjaga moralitas tanpa menjadi alat politik.
Melalui penguatan nilai-nilai agama dan etika, diharapkan bangsa Indonesia dapat membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih berintegritas dan bermoral tinggi, sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan ol eh Pancasila dan konstitusi negara.
BACA JUGA:SMK Ulil Albab Tingkatkan Digitalisasi Pembelajaran dengan Pijar Sekolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: