Kejari Minta Dokumen Kontrak di Kasus IAIN

Kejari Minta Dokumen Kontrak di Kasus IAIN

KEJAKSAN– Penyelidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon terus mendalami dugaan korupsi pengadaan barang mebeler, alat tulis kantor dan laboratorium di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kemarin (24/3), penyelidik memanggil kembali saksi yang pada pemeriksaan pertama pada Kamis (20/3) lalu belum melengkapi keterangannya. Kali ini penyelidik memastikan dokumen pengadaan telah dimiliki. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Cirebon Endang Supriatna SH mengatakan penyelidik kembali memeriksa satu orang. Itu pun sebenarnya sudah diperiksa pada beberapa waktu lalu. “Saksi itu saya suruh bawa dokumen. Dari keterangannya, ada yang ganjil dalam persoalan ini,” ucapnya, Senin (24/3). Endang menjelaskan, kontrak senilai Rp25 miliar itu dibagi menjadi tujuh kontrak. Dari jumlah itu, kemudian dipecah kembali menjadi total sembilan kontrak. Setelah dilakukan penyelidikan lebih dalam, Kejari Kota Cirebon menemukan kejanggalan dan ada indikasi kuat arah tindak pidana korupsi. Meskipun demikian, Endang memastikan perjalanan penyelidikan masih sangat panjang. Akan ada beberapa saksi lain yang dipanggil untuk dimintakan keterangannya. Beberapa saksi yang diperiksa, masih dalam status pejabat level bawah. “Belum menyentuh yang menengah dan atas. Akan sampai ke sana,” ucapnya meyakinkan. Dokumen kontrak yang dimiliki tersebut, akan diteliti dan menjadi salah satu acuan atas pertanyaan mencari keterangan dari para saksi yang diperiksa. Namun, Endang menegaskan ada banyak cara bagi penyelidik untuk memastikan keterangan satu dengan lainnya tidak berbohong. “Kalau mencoba berbohong, kami pasti akan mengetahuinya,” terangnya. Setelah memeriksa beberapa pejabat level bawah, pria ramah itu menemukan beberapa kejanggalan. Hal itu juga dirasakan penyelidik lain seperti Kepala Seksi Intelejen Kejari Kota Cirebon, Paris Manalu SH. Namun, penyelidik belum dapat memastikan atau meningkatkan status perkara yang ditangani. Atas perkara tersebut, Endang memastikan perjalanan penyelidikan perkara pengadaan proyek senilai Rp25 miliar di tubuh IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu, akan dilanjutkan hingga menemukan titik terang. Jika pada akhirnya tidak ditemukan dugaan korupsi pada proyek tersebut, penyelidik harus menghentikan pemeriksaan. Sebaliknya, jika menemukan kejanggalan dan alat bukti cukup, penyelidikan dapat ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan dan menetapkan tersangka. “Bisa jadi penyelidikan akan dilakukan sampai tingkat pejabat atas di IAIN Syekh Nurjati Cirebon,” tukasnya. Sebelumnya, Pengamat hukum pidana Agus Dimyati SH MH mengatakan, korupsi merupakan kejahatan yang modern. Semakin canggih dan mahir para pelakunya, bukti-bukti semakin berkurang. Untuk mengendus hal itu, diperlukan kecanggihan sebanding dari para penyelidik kejaksaan. Selain itu, dalam beberapa kasus di tubuh IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebelumnya, modus operandi yang digunakan sangat mirip, yakni, bekerjasama secara kolektif kolegial untuk memanipulasi data dan fakta. “Korupsi pasti berjamaah. Apalagi untuk proyek atau korupsi besar,” ujarnya. Dalam administrasi birokrasi lembaga manapun termasuk perguruan tinggi, ada administrasi birokrasi yang tidak bekerja sendiri. Artinya, kata Agus Dimyati, tingkat koordinasi dilakukan berjenjang atau lazim disebut dengan istilah kolektif kolegial. Pasalnya, tidak mungkin uang proyek hingga Rp25 miliar keluar tanpa birokrasi berjenjang. Dengan demikian, dari bawahan hingga atasan pasti mengetahui keluar masuknya uang tersebut. “Khusus untuk kasus IAIN Syekh Nurjati yang saat ini dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan, sepanjang belum ada tersangka, belum dapat dikatakan ada dugaan korupsi,” terangnya. Dalam korupsi, lanjut Agus Dimyati, tidak hanya pelaku langsung yang dapat dijerat. Karena sifatnya kolektif kolegial, maka, orang yang memerintahkan, melaksanakan, membantu dan seterusnya, turut pula dipersalahkan dalam kasus korupsi yang dijeratkan pelaku utama. Untuk itu, Agus berharap agar tim penyelidik Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, dapat berhati-hati dalam mencari keterangan. Sebagai bahan awal, penyelidik harus memiliki bukti permulaan yang cukup berupa kejanggalan keterangan maupun dokumen. “Kalau tidak ditemukan unsur korupsi, dilepaskan. Kalau ada, lanjutkan sampai ada vonis hukuman tetap,” pesannya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: