BI Sosialisasi Keaslian Rupiah dan UU Mata Uang

BI Sosialisasi Keaslian Rupiah dan UU Mata Uang

INDRAMAYU - Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Cirebon turun langsung menyosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada pedagang Pasar Baru Indramayu, Sabtu (22/3). Dalam kesempatan tersebut, tim BI melakukan interaksi langsung dengan pedagang yang setiap harinya transaksi pembayaran menggunakan uang rupiah. \"Ke pedagang pasar ini kami sosialisasikan 3D. Pengenalan secara manual ini untuk mengatasi kendala bagi mereka yang tidak memiliki alat pendeteksi keaslian uang rupiah,\" kata Manager BI Cirebon, Sutono kepada Radar, kemarin. Teknik 3D dimulai dari Dilihat, Diraba, dan Diterawang. Pertama, Dilihat. Warna uang terlihat terang dan jelas. Terdapat benang pengaman yang ditanam pada kertas uang dengan suatu garis melintang atau beranyam dan berubah warna. Pada sudut kanan bawah terdapat lingkaran yang warnanya dapat berubah apabila dilihat dari sudut pandang berbeda atau biasa dikenal OVI (Optical Variable Ink). Kedua, Diraba. Pada setiap uang terdapat angka, huruf, burung garuda, dan gambar utama bila diraba akan terasa kasar atau dikenal sebagai Cetak Intaglio. Ketiga, Diterawang. Pada setiap uang terdapat tanda air berupa gambar pahlawan dan terlihat jelas bila diterawangkan ke arah cahaya atau biasa dikenal Water Mark. Terdapat huruf atau logo BI saling mengisi yang beradu tepat di muka dan belakang atau dikenal dengan Rectoverso. \"Pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah 3D merupakan teknik paling mudah yang bisa diterapkan oleh siapa pun. Tak terkecuali pedagang di pasar,\" ujarnya yang diiyakan oleh Asisten Manager BI Cirebon, Maman Hernaman. Adapula cara lainnya dengan Sinar UV. Dengan pengenalan Tinta Tampak, tinta gambar lebih memendar di bawah Sinar UV. Tinta Tidak Tampak, tidak tampak gambar tetapi jika di bawah sinar UV akan tampak memendar. Serta Nomor Seri, runtutan huruf dan angka semakin membesar dan memendar di bawah sinar UV. \"Adalagi cara lainnya yaitu dengan kaca pembesar atau lup. Ada huruf atau tulisan kecil yang dapat dibaca hanya dengan menggunakan kaca pembesar,\" tuturnya. Di samping itu, BI juga menerangkan cara memperlakukan uang. Di antaranya, simpanlah uang secara benar pada tempatnya. Hindarkan perusakan fisik uang dari coretan-coretan, staples, selotip, dan sebagainya. Serta tukarkan uang lusuh, rusak, terbakar, dan cacat ke Bank Indonesia. Selama ini, masih sedikit masyarakat yang mengetahui bahwa uang lusuh, rusak, terbakar, dan cacat bisa ditukar. Dengan syarat tertentu seperti, fisik uang 2/3 lebih besar ukuran aslinya dan dapat dikenali keasliannya yang akan diganti sesuai nominal. \"Syaratnya, merupakan satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri lengkap. Tidak merupakan satu kesatuan namun kedua nomor seri pada uang tersebut lengkap dan sama. Serta, penukaran rupiah dilakukan oleh BI, bank yang beroperasi di Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh BI. Jadi sebetulnya masyarakat bisa juga menukarkan uang lusuh tersebut ke bank-bank terdekat,\" paparnya yang diiyakan oleh Staf Kasir, Wahyu Ardi Negara. Dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di Pasar Baru Indramayu, Bank Indonesia menemukan 6 lembar uang palsu yang disimpan oleh pedagang. Terdiri dari 5 lembar uang Rp50 ribu dan 1 lembar Rp20 ribu. Umumnya, mereka mendapatkan uang palsu dari pembeli pada saat transaksi di waktu dini hari. \"Kita juga tahu akhir-akhir ni marak peredaran upal terutama di wilayah III Cirebon. Data temuan upal yang bersumber dari Polisi, Perbankan, maupun masyarakat menunjukkan peningkatan dari tahun lalu. Sampai dengan tanggal 21 Maret 2014, ada 2920 lembar temuan upal. Dengan kondisi ini, apabila menemukan upal kami imbau masyarakat agar segera melaporkan ke BI untuk dimintakan klarifikasi. Bukan malah disimpan,\" bebernya. Hal ini juga berkaitan dengan UU Mata Uang No.7 Tahun 2011. Pertama, Menyimpan Uang Palsu (Pasal 36 Ayat 2) ada sanksi penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Kedua, Merusak atau Memotong Uang Rupiah (Pasal 35 Ayat 1). Maksimal penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Ketiga, Menolak Uang Rupiah Sebagai Alat Pembayaran (Pasal 33 Ayat 1 dan 2). Penjara maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta. \"Oleh karenanya, kami juga sampaikan sosialisasi ini kepada teman-teman dari perbankan khususnya teller karena penting. Mereka setiap hari berhubungan langsung dengan nasabah dan penting untuk mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah maupun UU Mata Uang sebagai pedoman mereka,\" jelasnya. (nda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: