Polisi Hentikan Penyidikan Kematian AQJ

Polisi Hentikan Penyidikan Kematian AQJ

**Tidak Ditemukan Unsur Kekerasan Pada Tubuh Korban KUNINGAN - Kasus meninggalnya Abdul Qodir Jaelani (19), seorang mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon dinyatakan selesai. Setelah dilakukan otopsi terhadap jenazah korban, pihak kepolisian tidak menemukan adanya unsur kekerasan saat diklatsar UKM Mahapeka yang berlangsung waktu itu. Kasus pun dinyatakan selesai dan proses penyidikan dihentikan. Kasat Reskrim Polres Kuningan AKP Real Mahendra mengatakan, penanganan kasus meninggalnya AQJ telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, baik panitia dan rekan AQJ selama pelaksanaan Diklatsar, hingga pihak keluarga yang mendampingi AQJ selama perawatan di rumah sakit. Setelah itu, imbuh Real, dilanjutkan dengan proses otopsi jenazah AQJ oleh dokter forensik Polda Jabar. Diperkuat hasil rekam medik dua rumah sakit yang menangani AQJ, semuanya menunjukkan kematiannya bukan akibat kekerasan melainkan karena ada riwayat penyakit yang diderita korban. \"Semua saksi panitia dan rekan korban menyebutkan tidak terjadi kekerasan terhadap korban, dan sejumlah lebam pada wajah korban yang ditemukan pada saat otopsi itu proses alami,” jelas dia. Diperkuat oleh hasil otopsi, lanjut Real, yang menyatakan tidak ditemukan unsur kekerasan. Selain itu, hasil rekam medik RS Sumber Waras Cirebon yang menyatakan pendarahan yang dialami korban disebabkan oleh penyakit lambung \"hematemesis\" yang dideritanya. “Akibat penyakit tersebut menyebabkan korban mengalami pendarahan lewat mulut, hidung dan keluar bersama feses (tinja), hingga akhirnya meninggal dunia,\" ujar Real. Berdasarkan hasil penyidikan dan otopsi tersebut, pihaknya telah melakukan gelar perkara di hadapan keluarga korban yang didampingi kuasa hukumnya beberapa waktu lalu. Adapun terhadap reaksi keluarga AQJ yang meragukan hasil otopsi tersebut, Real mengaku tak bersedia menanggapi karena bukan kewenangannya. Adapun dugaan kelalaian panitia penyelenggara Diklatsar yang dituduhkan pihak keluarga dan kuasa hukumnya karena telah membiarkan AQJ hingga meninggal dunia, pihak kepolisian belum mendalami hal tersebut. Real beralasan, karena sejak awal pelaporan pihak keluarga terhadap kasus ini hanya untuk dugaan kekerasan yang menyebabkan AQJ meninggal dunia. \"Ternyata, dari hasil keterangan saksi yang diperkuat hasil otopsi yang menyatakan tidak ada unsur kekerasan terhadap AQJ, maka penanganan kasus tersebut telah selesai. Adapun dugaan kelalaian terhadap pihak panitia seperti yang disangkakan pihak keluarga, itu tidak masuk dalam laporan yang kami terima, sehingga kami belum sampai mendalami ke arah sana,\" ujar Real. Sementara pihak keluarga tetap tidak terima dengan hasil otopsi yang menyebut kematian AQJ bukan akibat tindak pidana penganiayaan. Kuasa hukum korban dari LBH Pancaran Hati, Yanto Iranto menyatakan, AQJ tewas akibat tindakan pidana. Oleh karena itu, pihaknya meminta Polres Kuningan serius mengungkap kasus tewasnya AQJ secara gamblang. “Saya heran kok bisa hasilnya seperti itu. Padahal, kami punya bukti akurat bahwa korban tewas akibat tindak pidana. Kalau digolongkan tindak pidananya sebagaimana diatur dalam pasal 304 KUHPidana jo 306 KUHPIdana jo 359 KHUPidana yang patut diduga telah dilakukan oleh para senior dan pengurus Mahapeka,” jelas Yanto Iranto kepada wartawan saat jumpa pers di Rumah Makan Sangkan Rasa Cilimus, Minggu sore (23/3). Menurut dia, dalam undang-undang, barang siapa yang menyebabkan orang lain luka berat atau kematian, maka diancam 9 tahun. Kalau pun tidak terbukti melakukan tindakan pidana, pelaku bisa dijerat pasal kelalaian. Yanto yang didampingi Samsul Komar menerangkan, jika kepolisian tegas dengan menahan pelaku, maka dia yakin para panitia akan “bernyanyi”. “Kami yakin masalah ini akan jelas. Buat apa kami memperjuangkan kalau tidak ada kejanggalan kematian AQJ. Kami punya kronologis lengkap, nanti akan diberikan ke pihak Polres Kuningan dan tembusan akan dikirim ke Kapolda Jabar, Kompolnas, Kabag Reskim Mabes Polri, Irwasum Mabes Polri dan Kadiv Propam Mabes Polri,” tandasnya. Dengan adanya kronologis, pihaknya berharap Polres segera mengusut tuntas kasus tersebut supaya di kemudian hari tidak terjadi hal-hal seperti di atas. Jangan sampai ada korban seperti AQJ berikutnya. Hindun, ibu korban bersama paman korban, Abas berjanji akan terus berjuang mencari keadilan. Menurutnya, orang yang tidak tahu pun sudah bisa memastikan bahwa korban dianiaya. “Saya yakin bukan hanya ada bukti, tapi pengakuan korban. Buat apa saya bohong. Kalau anak saya meninggal secara wajar, sudah saya ikhlaskan. Tapi ini tidak wajar. Saya akan terus berjuang biar dia tenang di alam baka,” tandas Hindun dengan suara bergetar. Kronologis yang diberikan kepada Radar oleh tim kuasa hukum memang jelas dan gamblang. Bahkan, menunjukan bukti ketika korban muntah darah. Kemudian pengakuan paman korban yang ketika memandikan mayat terdapat banyak luka di badan korban. Sebelumnya, pihak keluarga menyatakan kematian korban sangat janggal. Pasalnya, saat berangkat ikut diklatsar, AQJ dalam keadaan baik-baik, namun di tengah kegiatan dilarikan ke rumah sakit hingga meninggal dunia. Selain itu, di tubuh korban terdapat luka-luka lebam yang diakibatkan benturan benda tumpul dan kaki korban penuh luka parah. Hal lain, pihak keluarga juga mengaku mendapat keterangan dari salah satu dokter RS Juanda yang menduga kuat, korban mendapat tindakan kekerasan dengan benda tumpul hingga menyebabkan luka memar di bagian kepala, wajah, dada, perut, dan lambung. Bahkan, korban sempat muntah darah saat pertama kali masuk rumah sakit. Pengakuan ibu korban, Hindun, sebelum meninggal, putranya (AQJ) sempat mengaku mendapat kekerasan fisik berupa tamparan dalam kegiatan Diklatsar tersebut. Itu terbukti dengan sejumlah luka di tubuh AQJ. (ded/mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: