Waspadai Isu Ciremai Jadi Tunggangan Politik

Waspadai Isu Ciremai  Jadi Tunggangan Politik

KUNINGAN - Rencana penambangan geothermal di kaki Gunung Ciremai masih menjadi sorotan berbagai pihak. Salah satu di antaranya menyayangkan adanya kesan bahwa kemelut yang selama ini terjadi terkesan dipolitisasi. Pemerhati sosial politik, Muhajir Affandi SIKom meminta agar para pihak tidak mempolitisasi isu Ciremai ini. Sebab, ia merasa kasihan kepada masyarakat yang betul-betul mengangkat aspirasi secara murni. “Terus terang saya juga merasa heran kenapa isu Ciremai ini begitu hebat menggelinding sekarang-sekarang pas mau pileg. Padahal, kesulitan dan keresahan warga lereng gunung sudah muncul sejak sulitnya mereka mengakses gunung,” tutur Muhajir kepada Radar, kemarin. Jangan sampai, kata dia, isu Ciremai berhenti pasca pileg. Sebab dengan begitu, terindikasi adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menunggangi isu Ciremai sebagai komoditas politik, menjadi sangat jelas. “Kita lihat saja nanti apakah isu Ciremai ini selesai setelah pencoblosan atau terus bergulir meskipun pileg sudah berakhir,” ujarnya. Lebih jauh Muhajir merasa prihatin melihat perilaku wakil rakyat dan pejabat yang seolah bersembunyi. Padahal jauh-jauh hari mereka yang sangat bersemangat dalam menggulirkan proyek tersebut. Namun, tatkala muncul reaksi, nyaris semuanya cuci tangan. “Sepengetahuan saya, dulu para pejabat dan wakil rakyat kita studi banding ke Kamojang Garut. Menurut mereka hasilnya luar biasa, tidak ada yang negatif. Kalau tidak salah Ketua Komisi C dulu dijabat pak Rana Suparman yang kini ketua dewan,” kata Muhajir. Dengan adanya dana sosialisasi geothermal ratusan juta, maka orang awam pun dapat menyimpulkan bahwa semua berperan. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. “Tapi lucu, sekarang ini seolah saling lempar. Semuanya ingin jadi pahlawan,” tandasnya. Dalam menyikapi masalah ini, Muhajir menilai, mantan bupati H Aang Hamid Suganda merupakan orang yang tahu secara mendalam bagaimana proses geothermal. Namun, para pengunjuk rasa seolah enggan mengkritisi suami dari bupati saat ini. “Pernah saya baca koran pak Aang berstatemen positif tentang geothermal. Bahkan semangatnya luar biasa waktu itu, kalau dilihat di koran,” ujar Muhajir. Secara obyektif, Muhajir memberikan pandangan agar semua pihak berpikir jernih. Secara pribadi, dirinya pun menolak penjajahan gaya baru di Indonesia, khususnya di Kuningan. Namun keinginan tersebut jangan sampai terkotori oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan. “Saya yakin aspirasi penolakan Chevron ini murni dari masyarakat. Mereka tidak ingin Gunung Ciremai diganggu. Mereka juga ingin hidup nyaman sejahtera dalam mengolah kekayaan alamnya sendiri. Yang jadi masalah, di tahun politik ini peluangnya cukup besar bagi dugaan politisasi aspirasi murni masyarakat,” paparnya. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat waspada terhadap hal ini. Jauhkanlah segala sesuatu yang hakikatnya didambakan masyarakat, tapi justru malah dipolitisasi. Muhajir meminta agar warga mengenali gerakan-gerakan politisasi oknum. “Saya kok malah jadi penasaran, siapa sebenarnya dibalik penolakan rencana geothermal oleh Chevron ini?” tukasnya sambil mengernyitkan dahi. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: