Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Sudah Makan Korban, Pariwisata Kuningan Alami Penurunan Omzet

ILUSTRASI. Salah satu tempat wisata di Kabupaten Kuningan Waduk Darma. PHRI Kuningan meminta larangan Study Tour oleh Dedi Mulyadi ditinjau ulang karena terjadi penurunan omzet dari sektor wisata.-Asep Brd-Radar Cirebon
Untuk mencari jalan keluar, mereka melakukan rapat bersama DPD PHRI Jawa Barat, pada Sabtu, 8 Maret 2025 kemarin.
Ketua PHRI Kabupaten Kuningan, Hanyen Tenggono, mengungkapkan, larangan ini telah menyebabkan pembatalan banyak kunjungan wisata ke Kuningan.
BACA JUGA:Mau Perjalanan Mudik Hemat? PT KAI Tawarkan Tiket Murah KA Jarak Jauh, Cek Harganya Disini!
Menurutnya, sejumlah usaha di sektor pariwisata, seperti hotel, restoran, dan usaha kuliner lainnya, mengalami penurunan omzet yang signifikan.
"Sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya larangan study tour ini. Banyak hotel dan restoran yang merasakan dampaknya secara langsung," ungkap Hanyen Tenggono.
Dijelaskan Hanyen, jika kebijakan Gubernur Jawa Barat ini tidak segera dievaluasi, bakal banyak pelaku usaha yang terkena imbas.
"Jika kebijakan ini terus berlangsung, akan semakin banyak pelaku usaha yang kesulitan bertahan," ungkapnya melalui rilis kepada redaksi.
Untuk itu, pihaknya mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk meninjau ulang kebijakan larangan study tour bagi pelajar.
Terlebih, Kebijakan tersebut dinilai memiliki dampak yang sangat besar terhadap sektor pariwisata di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Kuningan.
Lebih lanjut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan, sebagai besar diperoleh dari kunjungan wisata.
"Di satu sisi, kita dituntut untuk meningkatkan PAD guna membantu pembangunan daerah. Namun, di sisi lain, sumber PAD dari sektor pariwisata justru dibatasi oleh kebijakan yang menghambat perputaran ekonomi lokal," ungkapnya lagi.
Hanyen menjelaskan, menurut data yang dihimpun dari portal Jabar Prov, kunjungan wisatawan nusantara ke Jawa Barat pada Januari hingga Desember 2024 tercatat mencapai 167,40 juta perjalanan, dengan kenaikan sebesar 7,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, Hanyen khawatir kebijakan larangan study tour ini akan menghambat pertumbuhan sektor pariwisata yang tengah berkembang.
"Kami ingin kebijakan ini ditinjau ulang dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan pendidikan," pintanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: