Penataan PKL Satpol PP Tak Ingin Sendiri

Penataan PKL Satpol PP Tak Ingin Sendiri

KEJAKSAN– Penataan pedagang kaki lima (PKL) di seluruh titik Kota Cirebon bukan semata-mata tanggung jawab Satpol PP. Di dalamnya ada koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dari sejak perencanaan hingga penertiban. Artinya, penataan PKL menjadi tugas Dinas Perdagangan Industri dan Koperasi (Disperindagkop) UMKM hingga Bappeda. Hal ini disampaikan Kepala Satpol PP Kota Cirebon Drs Andi Armawan kepada Radar, Rabu (2/4). PKL di Kota Cirebon sudah menjamur di setiap titik. Rumus umum, PKL akan selalu ada di dekat keramaian. Karena itu, Andi menganggap penataan PKL tidak semudah membalikan telapak tangan. Pasalnya, ada sebagian dari mereka warga Kota Cirebon yang mencari hidup dari berjualan di pinggir jalan. Karena itu, perlu ada koordinasi aktif antar SKPD dari sejak perencanaan hingga penertiban. Seperti, Bappeda untuk perencanaan, Disperindagkop UMKM untuk pembinaan dan pengawasan, serta Satpol PP dalam hal penindakan atau penertiban. Selama ini, lanjut Andi, Satpol PP sering berdiskusi dengan forum PKL yang menaungi sekitar 7 ribu PKL di Kota Cirebon. Solusi relokasi mereka, hanya dapat dilakukan setelah ada diskusi melalui musyawarah bersama. “Duduk bersama antar SKPD dan PKL, itu dapat menyelesaikan persoalan dan mencari solusi terbaik. Bukan semua ditujukan kepada Satpol PP,” sergahnya. Kota Cirebon mencakup lima kecamatan dengan luas sekitar 38 kilometer persegi. Dalam hal ini, Andi menilai cukup mudah mengatur kota sekecil ini. Namun, ujar alumni IPDN tahun 1992 itu, untuk memindahkan mereka ke lokasi lain butuh perencanaan awal berupa keramaian di lokasi yang akan menjadi tempat PKL berjualan selanjutnya. Sebab, jika dipindahkan ke lokasi yang sepi, otomatis mereka akan menolak. Dalam hal itu, kata Andi, langkah koordinasi antar SKPD dan Forum PKL memegang peranan penting. “Kota lain bisa menertibkan PKL dan menata rapi, kenapa kita tidak bisa? PKL tanggung jawab semua pihak,” ucapnya. Menyelesaikan PKL perlu ada data. Untuk itu, Andi mendesak Disperindagkop UMKM untuk segera melakukan pendataan. Jangan sampai salah data dan masyarakat Kota Cirebon justru tersingkirkan. Terkait PKL di alun-alun kejaksan, perlu ada pengaturan jelas. Seperti, pembatasan jam berjualan, sampah wajib bersih dan tetap membuat nyaman pengendara jalan. “Itu alun-alun menjadi tempat parkir? Masuk PAD enggak itu pajaknya? Ini tugas Dishubinkom dan Disperindagkop UMKM juga. Bukan hanya di kami Satpol PP,” ucapnya, geram. Sementara Kepala Disperindagkop UMKM, Ir Yati Rohayati mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan PKL di Kota Cirebon, setelah pemilu 9 April 2014 nanti. Pasalnya, sebelum melakukan langkah pembinaan, Disperindagkop UMKM harus memiliki database terlebih dahulu. Hal itu akan menjadi acuan PKL yang akan dibina. “Hanya warga Kota Cirebon. PKL dari luar kota tidak akan mendapatkan pembinaan,” tegasnya. Setelah memiliki data jumlah PKL yang akurat, Disperindagkop UMKM akan membuat konsep dan duduk bersama dengan Satpol PP maupun Bappeda. Karena itu, Yati meminta Satpol PP bersabar sembari tetap melaksakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Selain melakukan pendataan PKL, Disperindagkop UMKM, kata Yati, wajib membentuk tim tingkat kota sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL. “Disitu sudah jelas. Antara tugas Disperindagkop UMKM dan Satpol PP,” ujarnya. Termasuk langkah tim yang akan dibentuk tersebut. Bulan Maret 2014 lalu, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) rapat koordinasi tentang tindaklanjut Perpres tersebut. Salah satu poin kesepakatan menyatakan bahwa pemerintah daerah harus segera membentuk tim penataan dan pemberdayaan PKL. Pembentukan tim tersebut tidak diberikan tenggat waktu. Terpenting, ujar Yati, pemerintah daerah segera mengaplikasikan perintah Perpres 125 tahun 2012 itu. “Tahun ini kami akan membuat Perwali (Peraturan Wali Kota). Itu sebagai dasar pembentukan tim. Tapi bentuk juga sebenarnya gak mesti pakai perwali, bisa juga dengan keputusan wali kota,” ujarnya. Di dalam pembentukan tim itu nanti, Yati akan mengajak Satpol PP, Bappeda, sekretariat daerah (setda) hingga forum PKL. Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Cirebon, Andi Riyanto Lie, meminta semua pihak berpikir positif terkait ditemukannya kondom itu di Alun-alun Kejaksan. Kejadian itu, kata Andi, menjadi catatan bagi pemkot untuk melakukan pengawasan. “Tidak usah melihat dipolitisasi atau tidak, tapi yang penting bagaimana kita mencegah supaya ke depan tidak terjadi lagi,” kata Andi. Andi tidak menampik jika kondisi Alun-alun Kejaksan saat malam hari terlihat gelap di beberapa rtitik. Karenanya, dirinya menawarkan solusi utamanya adalah memasang lampu penerangan serta menata alun-alun secara rutin. “Jangan malah saling menyalahkan kondom politik, tapi bagaimana ke depan tidak boleh terulang. Ya memang sekarang tahun politik, menjelang Pileg 9 April semua dipolitisasi,” tandasnya. Andi juga mengatakan keberadaan PKL di Alun-alun Kejaksan memunculkan persoalan baru, yakni masalah kebersihan. Karenanya dirinya berharap para PKL bisa ditata dan direlokasi ke tempat layak. Dia menyarankan kepada pemkot untuk melakukan pendekatan yang baik ke PKL. Terpisah, pengurus Pemuda Demokrat Kota Cirebon Hartoyo mengingatkan kepada wali kota untuk serius menata Alun-alun Kejaksan. Hartoyo melihat wali kota tidak memiliki konsep dasar yang kuat dalam menata Alun-alun Kejaksan. “Mestinya ditata dengan bisa memfasilitasi fungsi lingkungan alam, social, dan memiliki kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan kuat. Konsep tempat jajanan harus dipikirkan gamblang dengan tetap didominasi ruang terbuka hijau. Misal dibuatkan shelter atau gerobak yang lebih rapi. Rencana pengusiran PKL tanpa solusi yang jelas, berarti wali kota gagal melakukan penataan PKL,” tegasnya. (ysf/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: