Tugu Gajah Putih Palimanan yang Disebut Rusak Harga Pasaran, Dibangun dengan Biaya Rp32 Juta Saja

Tugu Gajah Putih di Palimanan juga viral di media sosial.-KHOIRUL ANWARUDIN-radarcirebon.com
RADARCIREBON.COM - Selain Tugu Biawak di Wonosobo, Tugu Gajah Putih di Palimanan juga viral di media sosial. Kontras dengan tugu lain yang dibangun dengan biaya yang fantastis, kedua tugu tersebut justru dibangun dengan biaya yang cukup minimalis. Netizen menyebut bahwa pengerjaan kedua tugu tersebut dianggap merusak harga pasaran.
Ya, dalam banyak postingan di dunia maya, netizen membandingkan kedua tugu tersebut dengan sejumlah tugu lainnya. Misalnya dengan Tugu Gajah Mungkur di Kabupaten Gresik yang menelan biaya hampir Rp1 miliar dan Tugu Pesut Mahakam di Samarinda yang memakan biaya Rp1,1 miliar. Bandingkan dengan anggaran pembuatan kedua tugu tersebut berkisar di angka puluhan juta saja.
Tugu Biawak sendiri hanya dibangun dengan hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp50 juta, yang berasal dari BUMD di Kabupaten Wonosobo. Sementara
Tugu Gajah Putih di Desa Palimanan Timur Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon malah lebih murah lagi. Tugu tersebut hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp32 juta saja.
Hal ini pun menjadi sorotan dan bahan perbandingan dengan berbagai proyek patung di sejumlah daerah yang menelan biaya miliaran rupiah. Padahal dari segi estetika, kedua tugu ini dianggap memiliki tampilan yang lebih bagus dan realistis dibanding patung lain yang dibangun dengan anggaran cukup fantastis tersebut.
BACA JUGA:Efek Program Pendidikan Presiden Langsung Terasa, Siswa Makin Semangat Belajar
Tugu Gajah Putih sendiri dibangun tepat di tengah simpang 4 di blok perempatan Desa Palimanan Timur. Tugu Gajah Putih berdiri di atas alas setinggi 1 meter dengan aksen batu kali. Patung gajah bercat putih Patung gajah itu tampak simetris dan realistis dengan penampakan gajah pada umumnya.
Perangkat Desa Palimanan Timur, Iwan Setiawan mengungkapkan bahwa Tugu Gajah Putih dibangun pada tahun 2017 dengan anggaran Rp 32.158.000 juta. Anggaran tersebut bersumber dari Dana Desa tahun 2017.
"Tugu itu dibangun dengan tujuan sebagai ikon dari Desa Palimanan Timur, karena dalam sejarahnya desa ini berasal dari kata 'Liman' yang berarti gajah," ungkap Iwan kepada Radar Cirebon, Senin (28/4/2025).
Lebih lanjut Iwan mengungkapkan bahwa patung tersebut dibuat oleh seniman patung asal Bali yang tinggal di Desa Pegagan. Seniman yang sama juga mengerjakan patung yang dipajang di Balai Desa Palimanan Barat, namun dengan dimensi dan ukuran yang lebih kecil.
BACA JUGA:Perdana! Seluruh Pengguna Sport Model Saling Sinergi dan Perkuat Solidaritas di Event Yamaha Synergy Ride
Pada tahun 2022, aparat desa beserta karang taruna setempat juga menambahkan pagar yang mengelilingi tugu tersebut. Hal itu, semata dilakukan untuk alasan estetika saja.
Sebagai ikon desa lanjut Iwan, Tugu Gajah Putih telah menjadi identitas tersendiri bagi Desa Palimanan Timur. Tugu ini juga selalu jadi patokan setiap kali ada warga yang janji temu di sekitar desa tersebut.
"Kebanyakan orang-orang dari luar desa itu selalu menjadikan Tugu Gajah Putih ini sebagai patokan kalau mau ketemuan. Ya pokoknya tahunya di Gajah Putih saja," katanya.
Sementara itu, budayawan Cirebon, R Chaidir Susilaningrat menjelaskan bahwa , daerah Palimanan berasal dari kata “Liman” yang berarti gajah. Menurut Chaidir, dahulu nama-nama tempat di Cirebon bahkan di Jawa, biasanya didasarkan pada karakter atau ciri khas yang ada di tempat yang bersangkutan, dari mulai nama tanaman hingga nama binatang.
BACA JUGA:Tepak Makan Calon SPPG Harjamukti dan Kejaksan Telah Tiba
Kendati demikian, pemilihan nama Palimanan sebagai nama daerah tersebut tidak berarti zaman dahulu banyak gajahnya. Bisa jadi, menurut Chaidir, zaman dahulu tempat tersebut hanya sebagai tempat memelihara gajah saja.
Lebih lanjut, Ia menerangkan bahwa gajah di daerah Cirebon tidak dikenal sebagai binatang tunggangan para raja seperti di India. Mengingat pada masa itu, populasi binatang gajah sangat jarang. Tempat itu dikenal dengan nama Palimanan karena merupakan tempat memelihara gajah atau kandang gajah.
“Itu perkiraan saja, tapi naskah-naskah di masa lalu tidak terlalu menonjolkan gajah itu sebagai binatang tunggangan," ucapnya. (awr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: