Dana Kapitasi Disunat Dinkes 50 Persen

Dana Kapitasi Disunat Dinkes 50 Persen

JAKARTA - Sejumlah puskesmas mengeluhkan adanya pemotongan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mereka terima dari dinas kesehatan setempat. Tak tanggung-tanggung, pemotongan yang dilakukan oleh dinkes mencapai lima puluh persen dari keseluruhan dana kapitasi puskesmas. \"Rekan kami yang menjadi dokter di puskesmas dan rumah sakit umum daerah banyak yang melaporkan pemotongan ini. Beragam (besar potongan), ada yang 35 persen sampai 50 persen. semua terjadi di puskesmas dan rumah sakit daerah non BLU (Badan Layanan umum),\" ujar Direktur Eksekutif Indonesian Hospital and Clinic Watch (INHOTCH), Fikri Suadu saat dihubungi kemarin. Alasannya beragam, mulai dari biaya adminstrasi hingga pungutan untuk pembelian obat di daerah. Bahkan menurut Fikri, tak hanya dinkes, kepala puskesmas pun turut serta memotong dana tersebut dengan dalih untuk biaya operasional. Fikri enggan menyebutkan puskesmas mana saja yang mengalami pemotongan tersebut dengan alasan menyangkut keamanan koleganya. Ia hanya mengatakan, pemotongan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama Lampung, Jambi, dan sebagian Jawa Barat. \"Bahkan di Jambi, dibagi-bagi untuk pejabat daerahnya,\" tandasnya. Fikri menduga, pemotongan ini terjadi lantaran dana kapitasi yang tidak bisa disalurkan secara langsung ke puskesmas. Menurut peraturan yang berlaku, dana dari pusat masih harus melewati kas pemerintah daerah atau dinkes. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum terkait untuk melakukan pemotongan. Bahkan di Papua Barat, dana kapitasi diduga diendapkan sehingga puskesmas mengalami keterlambatan pembayaran kapitasi. \"Itu kan numpang lewat saja, bukan berarti harus dipotong sana-sini. Puskesmas seharusnya menerima secara untuh dana kapitasi mereka. sebab itu telah dihitung sesuai dengan jumlah tanggungan pasien yang mereka terima dalam JKN,\" jelasnya. Akibatnya, lanjut dia, dana kapitasi yang sampai ke puskesmas hanya berkisar 39 persen. Minimnya dana tersebut pun sangat berdampak pada pelayanan yang dilakukan di puskesmas. Seperti, pemberian obat untuk penyakit tertentu yang seharusnya diberikan 30 hari hanya diberikan untuk tiga hari. tak hanya itu, banyak dokter gigi dan dokter umum di puskesmas yang bellum menerima gaji mereka sejak Januari lalu. \"Kalau seperti ini kan ada dua yang dirugikan, pasien dan tenaga medis. Dana kan tidak hanya untuk beli alat kesehatan tapi juga bayar tenaga medis,\" tuturnya. Melihat hal ini, Fikri mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang undang-undang terkait BPJS kesehatan. Menurutnya, kejadian ini mengindikasikan implementasi UU BPJS kesehatan terlalu dipaksakan meski banyak ketidaksiapan. Akibatnya, imbuh dia, masyarakat harus merasakan buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. (mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: