Proses Izin Gangguan Tak Libatkan Lurah-Camat

Proses Izin Gangguan Tak Libatkan Lurah-Camat

**Perda Izin Gangguan Sudah Bisa Diterapkan   KEJAKSAN– Proses izin gangguan di Kota Cirebon semakin mudah dan singkat. Birokrasi yang sebelumnya harus melalui camat dan lurah, menjadi tidak berlaku lagi sejak Perda tentang Izin Gangguan disahkan pada akhir Maret lalu. Tanpa rekomendasi dan izin dari camat-lurah, dianggap lebih memangkas birokrasi dan meningkatkan peran aktif masyarakat. Ketua Pansus Perda Izin Gangguan, Andi Riyanto Lie mengatakan dalam perjalanannya pansus berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hasilnya, raperda tersebut sifatnya delegatif atau turunan dari amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah. Semangat dari permendagri itu, lanjut Andi Lie, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan mempermudah perizinan. Sebagai contoh, persyaratan perizinan di perda izin gangguan yang baru lebih sedikit jika dibandingkan dengan perda sebelumnya. Hal ini, kata politisi Golkar itu, dapat memangkas rantai birokrasi yang panjang dengan aturan izin tetangga tidak perlu melibatkan camat dan lurah. Dalam aturan sebelumnya hal itu masih berlaku. “Dalam proses perizinan, melibatkan peran serta masyarakat. Orientasinya bukan PAD (Pendapatan Asli Daerah),” ujar Andi. Pasalnya, dengan aturan baru itu, otomatis PAD pasti menurun. Selain tanpa rekomendasi camat lurah, perkara penyumbang turunnya PAD dari sektor perizinan karena tidak lagi ada her-registrasi izin gangguan yang sebelumnya berlaku setiap tiga tahun sekali. Meskipun demikian, ujarnya, keserasian dan kesesuaian dengan rencana umum tata ruang kota, tetap wajib dilakukan. “Surat keterangan dari tetangga wajib ada sebelum izin gangguan diterbitkan,” tukasnya. Meskipun tidak dilibatkan, Andi meminta camat-lurah aktif terhadap pengawasan usaha di wilayahnya. Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM mengatakan, pada prinsipnya izin gangguan merupakan sarana perlindungan dan menjamin kepastian hukum dunia usaha. Namun, Ano menilai Permendagri Nomor 27 tahun 2009 tersebut, harus diwaspadai secara cermat. Sebab, dalam aturan Kemengdari itu, izin gangguan dan izin lainnya tidak perlu lagi ada her-registrasi. Saat her registrasi masih berlaku, banyak usaha salin rupa yang tidak terpantau Pemerintah Kota Cirebon. “Kita masih kecolongan saat ada her registrasi. Apalagi tidak ada,” ujarnya. Selama ini, Ano sering mendapatkan laporan dari instansi terkait di lingkungan Pemkot Cirebon, tentang banyaknya usaha alih fungsi dan tidak sesuai dengan peruntukan awal. Karena itu, dengan aturan perda baru yang tidak melibatkan camat lurah dalam proses perizinannya, ditambah tanpa her registrasi, Pemkot akan semakin kesulitan dalam pengendalian dan pengawasannya. “PAD pasti berkurang. Bahkan hingga 80 persen,” ujarnya. Hal itu, menurut Ano sebagai bentuk kelemahan Permendagri 27 tahun 2009. Bahkan, dengan tanpa izin dari camat lurah serta her registrasi, tidak menutup kemungkinan merugikan masyarakat luas. Sebagai contoh, dalam ajuan izin kepada masyarakat disebutkan untuk membangun salon. Namun, lanjut Ano, dalam prakteknya membuka praktik mesum berkedok salon. Hal ini sebagai bentuk kecolongan (kemalingan) di lapangan dari kebijakan baru tersebut. Karena itu, Ano mengajak dewan untuk menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri tentang kondisi di lapangan. Khususnya, dalam pengawasan yang sulit dipantau. “Kita tidak mengejar penurunan PAD. itu bisa diganti dari sektor lain. Pengawasan itu yang penting,” tukasnya. (ysf)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: