JK Harus Tiru Mandela dan Habibie
*** Wacana Regenerasi Kepemimpinan Bangsa JAKARTA - Mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) diimbau untuk tidak lagi maju sebagai cawapres dalam pilpres kali ini. Kalla sebaiknya harus mempertimbangkan regenerasi kepemimpinan bangsa ini. Saran itu disampaikan aktivis Fadjroel Rahman, kemarin, terkait kuatnya nama Jusuf Kalla yang disebut-sebut akan diduetkan dengan Jokowi. Bahkan Fadjroel mengatakan alangkah baiknya JK mempelajari kisah hidup tokoh Afrika Selatan mendiang Nelson Mandela. “Pelajaran hidup dari tokoh dunia seperti Mandela itu sangat bermanfaat bagi regenerasi dan kaderisasi kepemimpinan di Indonesia. Bayangkan, Mandela yang diminta mayoritas rakyatnya agar menjadi presiden melanjutkan kepemimpinannya, tapi tegas-tegas ditolaknya,” papar Fadjroel dalam perbincangannya dengan wartawan di Jakarta, Jumat (9/5). Padahal kalau mau, kata Fadjroel, Mandela bisa menjadi presiden seumur hidup di Afrika Selatan. Fadjroel mengatakan saat ini regenerasi kepemimpinan di Indonesia hampir berjalan baik. BJ Habibie yang pernah menjadi presiden sudah mengikhlaskan bangsa ini dipimpin orang lain, meskipun tahun 1999 Habibie masih sangat berpeluang kembali menjadi presiden. Begitu juga Megawati Soekarnoputri yang rela untuk tidak lagi maju sebagai capres PDIP, atau Amin Rais yang tegas-tegas menyatakan tak ada minat lagi menjadi capres. Dia menambahkan, Habibie, Megawati, Amien Rais, atau SBY yang sudah tidak bisa lagi maju sebagai capres jelas sudah mengikhlaskan bangsa ini dipimpin kader bangsa yang lebih muda. “Kalau bisa JK juga seperti mereka. Tapi sekarang Pak JK masih terkesan ingin memimpin negeri ini. Padahal hal itu bisa menghambat regenerasi kepemimpinan nasional yang sebenarnya sudah berjalan baik,” tegasnya. Menurutnya, bangsa ini perlu dipimpin orang-orang yang lahir dari rahim reformasi. Bangsa ini membutuhkan pemimpin baru. Tujuannya untuk memutar roda kepemimpinan bangsa. “Masyarakat nantinya akan semakin berpartisipasi aktif dalam pembangunan, jika dipimpin kader bangsa yang lebih baik,” pungkasnya. Hal senada disampaikan peneliti senior bidang politik LIPI Prof Dr Siti Zuhro yang mengatakan JK cukup meniru keteladanan rekan sekampungnya BJ Habibie yang dengan jiwa besar menolak untuk dicapreskan kembali dalam Sidang Umum MPR RI 1999 lalu, padahal saat itu peluang Habibie sebagai capres poros tengah pasti mengalahkan capres PDIP Megawati. “Namun Pak Habibie tegas-tegas menolak tawaran itu karena pertanggungjawabannya ditolak di sidang umum itu. Sangat rasional berpikir beliau. Meskipun tawaran menggiurkan poros tengah yang mau mengusungnya menjadi capres bisa dipastikan menang. Tapi itulah beliau yang berpikir dan bersikap sebagai pemimpin, bukan penguasa seperti menjadi presiden itu,” urai Siti. Dia pun meminta semua lembaga survei tak lagi menyurvei elektabilitas JK kalau berpasangan sebagai cawapresnya Joko Widodo alias Jokowi. “Biarkan Jokowi menentukan pasangannya sendiri yang sehati sepikiran dengan dia. Jangan dibikin seperti kawin paksa seperti ini. Maksudnya agar pasangan dwi tunggal Jokowi nanti adalah pasangan pemimpin nasional nanti menjadi rule model untuk pasangan-pasangan selanjutnya,” jelas Siti. Ditambahkannya, Jokowi sebagai ikon moral saat ini bisa diasumsikan pemenang Pilpres 9 Juli nanti. Artinya, pasangannya nanti harus sarat pula dengan moralitas kebaikan, atau yang sudah selesai dengan kepentingan dirinya sendiri. “Jadi marilah yang dipilih nanti yang paling sedikit kelemahannya, yang terbanyak kelebihannya, yang paling besar implikasi manfaatnya untuk rakyat, yang membantu kinerja presiden, tidak menimbulkan kontroversi. Dan satu lagi, jangan sampai presiden malah sungkan kepada wapresnya,” pungkas Siti. (ind)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: