Menteri Tetap Bisa Nyalon Meski Mundur Mendadak
JAKARTA - Seorang menteri atau pejabat setingkat menteri yang akan mencalonkan diri dalam pemilu presiden dan wakil presiden, dinilai akan terganjal aturan PP nomor 18 tahun 2013 karena tidak memiliki waktu cukup untuk mundur sebelum pendaftaran calon pada 20 Mei. Namun, aturan tersebut bisa diabaikan, karena Komisi Pemilihan Umum menilai tidak ada batasan waktu yang tegas dalam aturan Undang Undang Pilpres terkait status mundur menteri/pejabat setingkat menteri yang akan mencalonkan diri. Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, rujukan KPU dalam mengatur syarat pencalonan adalah UU Pilpres nomor 42 tahun 2008. UU itu telah ditindaklanjuti melalui peraturan KPU nomor 15 tahun 2014 terkait pencalonan presiden dan wakil presiden. KPU tidak merujuk pada PP untuk mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden. \"PP itu kan ranah pemerintah, KPU merujuk pada Undang Undang Pilpres,\" ujar Husni. Menurut Husni, dalam pasal 6 ayat 1 UU Pilpres, pejabat negara yang akan mencalonkan diri wajib mundur dari jabatannya, dengan dibuktikan dengan surat keterangan. Aturan mengundurkan diri itu tidak berpatok pada kewajiban bahwa mundurnya pejabat negara seperti menteri harus melalui surat keputusan yang dikeluarkan Presiden. \"Kalau mundurnya tidak diterima, dia bisa mundur sepihak,\" ujarnya. Sementara, komisioner KPU Sigit Pamungkas menambahkan, aturan PP tentang pengunduran diri pejabat negara mengatur bahwa pernyataan mundur harus disampaikan paling lambat 7 hari sebelum masa pendaftaran calon di KPU. Dalam hal ini, proses pendaftaran calon yang dibuka KPU pada 18-20 Mei, ada sejumlah pihak menilai bahwa pejabat yang belum mengundurkan diri, tidak bisa mencalonkan diri. \"Kalau kasusnya pejabat itu tahu dicalonkan sebelum batas tujuh hari, tentu bisa mundur. Tapi bagaimana kalau tahunya setelah lewat tujuh hari itu,\" ujar Sigit. Menurut Sigit, aturan itu tidak mengikat. Dalam rezim UU Pilpres, sama sekali tidak ada batasan bahwa surat mundur harus muncul tujuh hari sebelum masa pendaftaran. \"UU Pilpres tidak ada aturan tentang itu (batas tujuh hari). Rezim pemilu diatur oleh KPU, kalau dia bermasalah di sana (PP) itu urusan disana. Di penyelenggara pemilu tidak berpengaruh,\" jelasnya. Komisioner Hadar Nafis Gumay menjelaskan jika Presiden Yudhoyono belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian atau surat izin, maka bakal calon bersangkutan dapat menyerahkan surat pernyataan diri. \"Kami (KPU) tidak mengatur harus menyerahkan SK atau izin dari Presiden karena kami prosesnya pasti akan lama. Maka dalam PKPU itu hanya diatur surat pernyataan diri dari yang bersangkutan saja,\" jelas Hadar. Menurut Hadar, surat pernyataan mundur sudah memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini, surat mundur merupakan harga mati yang tidak bisa ditarik kembali. \"Kalau Presiden belum mengeluarkan, maka cukup surat keterangan saja bahwa permohonan itu sudah disampaikan dan sedang diproses. Walaupun baru diurus 18 Mei, itu tidak menjadi masalah,\" tandasnya. (bay)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: