Panwaskab Dianggap Tebang Pilih

Panwaskab Dianggap Tebang Pilih

**Laporan Caleg Lintas Parpol Tidak Direspons KUNINGAN - Kasus dugaan money politics yang menempatkan Carsad alias Joko bin Warto di kursi pesakitan, menuai perhatian banyak kalangan. Termasuk dari sejumlah caleg DPRD Kabupaten Kuningan yang gagal melenggang ke gedung dewan. Umumnya mereka tidak habis pikir dengan pengajuan kasus money politics yang terjadi di dapil 4 tersebut hingga ke meja hijau. Mereka tidak menduga jika kasus yang menyeret caleg YS dan RN dari satu partai, Gerindra itu bakal melaju sampai pengadilan. Karena banyak kasus yang dilaporkan koaliasi caleg lintas parpol ke panwaskab, hingga penanganannya ngambang. Keheranan itu diungkapkan Rudi Iskandar SH, caleg DPRD Kabupaten Kuningan dari dapil 5. Politisi Gerindra itu tidak habis pikir dengan majunya kasus ini karena sebenarnya di luar perkiraan. Sebab banyak kasus yang terjadi selama pileg berlangsung dan sudah dilaporkan ke panwaskab. Namun ternyata hanya dua kasus saja yang mendapat penanganan dan dilanjutkan Gakumdu sampai meja sidang. “Ya kaget saja kok kasus ini bisa sampai ke pengadilan. Untuk kasus ini sebenarnya di luar perkiraan saya,” ujar Rudi di halaman gedung Pengadilan Negeri Kuningan, kemarin (19/5). Rudi yang duduk di kursi panjang bersama caleg PKPI, Nana Rusdiana dan beberapa rekannya kemudian melanjutkan, seharusnya panwaskab juga menindaklanjuti laporan dari koalisi caleg lintas parpol terkait pelanggaran pileg lainnya. “Tapi malah laporan dari caleg lintas parpol tak pernah ditanggapi serius oleh panwaskab dan Gakumdu. Padahal saat pelaporan, kami melengkapinya dengan bukti-bukti yang terjadi di lapangan. Ternyata memang panwaskab kurang respons dan sama sekali tidak tertarik menangani pelaporan dari kami, alias diabaikan,” sergah Rudi. Oleh karena itu, Rudi menuding, jika panwaskab memang tebang pilih dalam menindaklanjuti laporan yang masuk. “Yang kami heran, laporan dari koalisi caleg jauh lebih dulu masuk dibanding dua kasus yang sekarang sedang disidang di pengadilan. Kami melaporkan ke panwaskab secara resmi atau tertulis tanggal 12 April dan terakhir 15 April 2014 disertai bukti-bukti, tapi sampai sekarang tidak pernah ada tindaklanjutnya. Kok yang laporan lisan tanggal 15 April malah mendapat prioritas penanganannya hingga sampai pengadilan. Ada apa sebenarnya ini,” rungutnya dengan nada kesal. Bahkan Rudi mempersoalkan kesaksian Ketua Panwaskab Ujang Abdul Aziz di hadapan majelis hakim, yang mengatakan jika kasus dugaan money politics di dapil 4 sebenarnya sudah dilaporkan secara lisan tanggal 15 April, dan dilanjutkan laporan tertulis tanggal 18 April ke panwaskab. Karena itu, Rudi melihat ada ketidakberesan dalam kasus money politics yang tengah ditangani pengadilan. “Ini kan aneh, masa laporan lisan tanggal 15 April bisa ditindaklanjuti, sementara laporan dari kami yang tertulis sampai tanggal 15 April dan disertai bukti-bukti malah sama sekali tidak direspons panwaskab dan Gakumdu. Kami yang sudah elekesekeng (mati-matian, red) berjuang melakukan berbagai upaya eh malah diabaikan, kok panwaskab dan Gakumdu malah menindaklanjuti kasus yang berawal dari laporan lisan. Ini bentuk ketidakadilan dari penyidik di Gakumdu,” tandas mantan anggota DPRD Kabupaten Kuningan tersebut. Bukan hanya Rudi yang tidak habis pikir dengan sikap panwaskab dalam menyikapi laporan dari para caleg. Beberapa caleg yang tergabung dalam lintas parpol dan datang ke PN Kuningan juga mengatakan hal serupa. Mereka merasa ada upaya tebang pilih yang dilakukan panwaskab dalam menuntaskan berbagai pelanggaran pileg. “Ya kayanya panwaskab memang tebang pilih. Masa sih dari 21 kasus yang ditangani panwaskab, enam sudah ditangan Gakumdu, kok hanya dua yang dilanjutkan sampai pengadilan. Terus kasus yang sisanya bagaiamana? Kan masih ada sisa empat yang ditangani Gakumdu. Harusnya ada penjelasan dari Gakumdu,” tegas para caleg tersebut. Dalam kesempatan itu, Rudi juga membenarkan jika YS menjabat sebagai Ketua PAC Gerindra Kecamatan Luragung. “Seharusnya Ketua DPC Gerindra melakukan mediasi agar kasus yang terjadi di internal partai tidak sampai ke pengadilan. Apalagi YS sendiri menjabat sebagai ketua PAC Kecamatan Luragung. Tapi malah sepertinya lepas tangan,” pungkasnya. Keheranan juga diungkapkan Dudi Sudrajat, caleg Partai Gerindra dari dapil 3 dan Susanto Caleg PKB dari dapil 5, saat berkunjung di kantor Radar Kuningan, kemarin (19/5). Dengan nada yang sama, keduanya mempertanyakan sikap panwaskab dalam menangani kasus pileg. “Kami kok heran kenapa laporan yang awalnya baru sebatas lisan bisa masuk PN. Sedangkan laporan kami yang tidak melewati tujuh hari, dengan bukti komplet dan saksi lebih dari dua orang, tapi dianggap kedaluwarsa,” ketus Dudi. Dudi menyebutkan, menyangkut laporan dugaan money politics di dapil 3 yang dilakukan HD, oleh panwaskab dianggap kedaluwarsa. Padahal ia melaporkan kasus tersebut pada 15 April dengan bukti yang kuat dan saksi sebanyak lima orang. “Ada apa sebenarnya? Padahal para saksi sudah di BAP oleh panwas. Pas saya menunggu ternyata dianggap kedaluwarsa,” ungkapnya. Sama halnya dengan yang diutarakan Susanto, caleg PKB dari dapil 5. Menurutnya, kader Gerindra melaporkan dugaan money politics ke panwaskab yang dilakukan caleg PKB berinisial AR. Laporannya pada 15 April dengan menyertakan bukti empat amplop uang berikut tiga saksi. “Laporan teman dari Gerindra juga sama, ternyata dianggap kedaluwarsa. Ini sangat jauh berbeda dengan laporan dugaan money politics di dapil 4 yang kini masuk pengadilan,” kata Susanto. Dalam memperjuangkan hal tersebut, pihaknya bersama rekan-rekan lainnya akan mendatangi kantor panwaslu kembali. Mereka akan melakukan klarifikasi terkait aktor di belakang kasus Carsad. Sebab melihat kasus yang kini disidangkan, mereka mencium adanya oknum yang bermain. “Kami akan mendatangi kantor panwaslu besok (hari ini, red) untuk menanyakan siapa yang mem-backup kecurigaan kami. Kalau panwas tidak mampu, kami tidak segan-segan untuk melangkah lebih jauh. Karena di atas KPU dan panwas ada DKPP, di atas polisi ada propam, dan di atas kejaksaan ada Jamwas,” tegas Dudi dan Susanto. Apa yang mereka lakukan, imbuhnya, bukan berharap untuk duduk sebagai anggota dewan. Namun ada tujuan yang lebih besar, yakni mengharapkan sebuah keadilan. Karena definisi sukses tidak hanya menjadi anggota dewan semata. “Kalau kondisi demokrasi seperti ini, buat apa pendidikan tinggi. Toh kalah sama yang punya uang. Mendingan rame-rame nyari duit yang banyak, enggak usah sekolah tinggi segala, karena nanti bisa jadi pejabat,” celetuk Susanto. (ags/ded) Foto: agus panther/radar kuningan JADI SAKSI. Ketua Panwaskab Ujang Abdul Aziz tengah memberikan kesaksian dalam sidang money politics dengan terdakwa Carsad alias Joko Bin Warto, kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: