Saksi Ahli Pertanyakan Tujuan Dana Bankum

Saksi Ahli Pertanyakan Tujuan Dana Bankum

\"\"KEJAKSAN – Saksi ahli Dewi Kania Sugiharti SH MH mempertanyakan adanya dana bantuan hukum yang ditujukan bagi anggota DPRD. Hal itu perlu diketahui terkait dengan kemungkinan adanya bagian bantuan hukum di pemda dan tujuan diberikannya bantuan hukum tersebut. “Apakah di pemda tidak ada bantuan hukum? Kasusnya pribadi atau apa? Kalau persoalannya korupsi, itu kan kepentingan pribadi,” ujarnya, Selasa (27/7). Menurut saksi, jika ditujukan untuk kepentingan pribadi, maka bukan pada tempatnya. Karena nanti akan membuat bingung, ke mana anggaran itu harus dimasukkan, apakah belanja rutin atau belanja publik. Meskipun, selama setelah rancangannya diajukan oleh eksekutif, dan diiyakan legislatif, kemudian disetujui, maka secara normatif perda itu harus dilaksanakan. ”Kalau sudah di Perda kan memang harus dilaksanakan. Hanya masalahnya perlu didalami lagi substasinya untuk kepentingan pribadi atau apa?” terangnya saat memberikan kesaksian dalam sidang APBD Gate 2004 dengan terdakwa Achmad Djunaedi, Suyatno H Saman, Safari Wartoyo, dan Jarot Adi Sutarto di Pengadilan Negeri Cirebon. Akademisi Universitas Padjadjaran Bandung ini mengatakan sebuah perda saat telah melalui berbagai tahapan pertanggung jawaban termasuk evaluasi, maka secara legal formal perda itu benar adanya. Ini menganut anggapan secara hukum positif. Begitupun dengan keberadaan status surat edaran sebenarnya mengikat pada secara internal di eksekutif, bukan legislatif. Usai persidangan Penasehat Hukum Wa Ode Nur Zainab SH mengaku lega dengan keterangan saksi ahli yang diajukan JPU. Baginya, setelah mendengarkan keterangan ahli mestinya dakwaan JPU telah batal demi hukum. Karena banyak dasar hukuman yang digunakan tidak berlaku. Di antaranya bahwa, dalam pasal 27 PP 105/2006 mengatakan bahwa pengguna anggaran adalah satuan kerja. “Termasuk juga tentang kewenangan BPKP dalam melakukan pemeriksaan. Pada Kepres 103 BPKP tidak punya kewenangan secara hukum. Baru ada lagi kewenangannya pada tahun 2008. Sedangkan audit yang dilakukan BPKP terhadap kasus ini pada 2006, batal demi hukum kan auditnya,” ungkapnya. Wa Ode juga menyebutkan sejumlah aturan yang didakwakan JPU namun tidak bisa diterapkan dalam perkara ini, yakni PP 24 tahun 2004, Kepres 80 Tahun 2003 dan PP 105 Tahun 2000. Sedangkan, salahseorang terdakwa Jarot Adi Sutarto berpendapat bahwa administrasi negara berlaku untuk eksekutif. Dengan perangkat lunaknya PP 105 Tahun 2004, dalam pasal 2 tertuang mulai dari perencanaan sampai pertanggung jawaban. (hen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: