Pedagang Cemas Gas 3 Kg Langka

Pedagang Cemas Gas 3 Kg Langka

CIREBON - Elpiji 12 kg resmi mengalami kenaikan harga dari Rp93.000 menjadi Rp113.400/tabung. Dengan kenaikan itu, harga gas 12 kg hampir setara dengan produk elpiji non subsidi pertamina lainnya seperti bright gas dan ease gas yang dijual dengan harga Rp120.000. Kenaikan harga ini membuat pedagang maupun warga cemas, gas elpiji isi 3 kg bakal hilang di pasaran. “Kemungkinan gas melon akan hilang di pasaran, karena banyak diburu para konsumen. Pemicunya karena harga gas elpiji non subsidi ukuran 12 kg naik,” ujar Rokayah (47) salah satu pegadang gas elpiji di sebuah ruko di Kecamatan Sumber, Rabu (10/9). Menurutnya, warga yang beralih dari gas 12 kg ke gas elpiji 3 kg, bukan tanpa alasan. Mereka lebih memilih harga yang lebih murah. Kalau dihitung secara matematik, mengalami kenaikan Rp1.500/kg, sedangkan isi tabung 12 kg saja sudah Rp18 ribu. “Angka Rp18 ribu kan sudah sangat tinggi. Saya sebagai pedagang pun kadang bingung untuk menaikkan harga, karena terlalu berat untuk konsumen. Tapi gimana lagi kalau tidak naik pedagang akan rugi,” keluhnya. Yang paling berdampak nantinya adalah kelangkaan pada gas elpiji 3 kg di pasaran. Meski pun stok yang disuplai dari agen biasa mencukupi, pasca kenaikan harga besar kemungkinan akan menghilang. “Hari pertama sih memang belum berdampak, karena stoknya masih ada dan masih menggunakan harga lama. Tapi ketika kita sudah mendapat kiriman di kemudian hari, otomatis harga pun ikut naik. Dari sini masyarakat mulai beralih,” ucapnya. Sementara itu, salah satu warga di Desa/Kecamatan Plumbon, Marina (40) mengaku tidak dapat berbuat banyak dalam hal ini. Sebab, itu merupakan kebijakan pemerintah pusat. Meski demikian, dirinya mengaku kecewa, kenapa hampir setiap tahun kenaikan harga gas elpiji selalu ada. “Kita bingung kalau sudah urusan seperti ini. Yah pada ujungnya, nanti masyarakat yang kurang mampu membeli gas elpiji 3 kg lantaran berebut dengan masyarakat yang pengguna gas 12 kg, terpaksa kembali pada kayu bakar,” tuturnya. Secara tidak langsung, keputusan pemerintah sama saja meningkatkan beban hidup rakyat kecil. Padahal yang harus dipikirkan pemerintah adalah manaikkan pendapatan dan menyejahterakan masyarakat. Beban hidup masyarakat terus bertambah, apalagi saat ini rakyat sedang akan menghadapi kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang sudah naik. “Kendati gas elpiji 12 kg umumnya tidak dibeli masyarakat kelas pekerja, tapi dampak kenaikan harganya akan mempengaruhi harga kebutuhan lainnya. Efeknya tetap terasa bagi buruh, nelayan, dan pedagang kecil karena akan menambah pengeluaran,\" keluhnya. Terpisah, Koordinator Hiswana Migas, C Gunawan mengakui keputusan kenaikan harga diterimanya, Rabu (10) sekitar pukul 10.00 WIB. Kenaikan ini sendiri berdasarkan keputusan dari Menko Perekonomian dalam memangkas harga elipiji bersubsidi ukuran 12 kg. \"Sebelumnya memang sudah ada kabar, tapi kita saat itu masih menunggu surat edarannya, dan baru nyampai ke kita pukul 10.00. Jadi saya sempat menahan dulu distribusi gas ke pangkalan-pangkalan sebelum ada kepastian. Jadi per hari ini gas elpiji 12 kg resmi naik menjadi 113.400/tabung, kalau eceran mungkin bisa sampai Rp115.000\" ujarnya. Namun demikian, meski harga mengalami kenaikan, Gunawan memastikan stok elpiji subsidi baik kemasan 12 kg maupun 3 kg masih aman sesuai kuota yang dibutuhkan. \"Kalau pun tidak ada, kita juga punya produk lainnya semisal bright gas dan ease gas yang harganya tidak jauh berbeda,\" ujarnya. Pihaknya sendiri memiliki stok sebanyak 29 ribu per hari yang disebarkan ke wilayah III Cirebon. Terkait dengan kenaikan ini, kekhawatiran terbesar ialah beralihnya pengguna gas 12 kg ke elpiji kemasan 3 kg. Apabila ini terjadi, maka stok elpiji 3 kg bisa mengalami kekurangan lantaran banyaknya permintaan. \"Sekarang saja masih banyak rumah makan dan usaha menengah itu menggunakan gas 3kg, ya pasti banyak beralih dengan adanya kenaikan ini,\" sebutnya. Dia meminta kepada pemerintah daerah agar bisa bertindak dengan mengawasi pemakaian gas elpiji bersubsidi, khususnya kemasan 3 kg yang diperuntukan bagi rumah tangga dan usaha mikro. Salah satunya dengan cara mencabut izin usaha rumah makan tersebut. Hal ini demi memberikan subsidi tepat sasaran dan juga mengendalikan distribusi gas 3 kg sesuai peruntukannya. \"Ini saya perlu ada pembahasan tata niaga. Memang sudah ada, tapi masih belum menyentuh ke bawah. Kami tidak bisa langsung mengawasi distribusi, karena alur disitrubisi itu agen hanya meenyalurkan ke pangkalan-pangkalan. Kita gak tahu apakah di pengecer nanti dijual ke siapa. Yang paling memungkinkan adalah mengawasi industri dan pelaku usaha menengah ke atas supaya tidak menggunakan elpiji bersubsidi,\" bebernya. Sementara itu, Kabag Perekonomian Setda Pemkota Cirebon, Drs Agus Mulyadi MSi mengaku pihaknya belum mengetahui perihal adanya kenaikan elpiji 12 kg. Ia menyebutkan, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak lantaran kenaikan sendiri merupakan kebijakan pemerintah pusat. \"Saya sendiri belum tahu ada kenaikan itu, nanti akan saya koordinasikan dengan hiswana dan pertamina,\" ucapnya. Agus pun tak menampik, kenaikan harga akan memberikan efek terhadap masyarakat. Salah satunya pengguna gas 12 kg yang beralih ke penggunaan gas elpiji subsidi 3 kg. Beralihnya pengguna gas 12 kg ke 3 kg bisa membuat gejolak dengan ketersediaan stok gas elpiji 3 kg di masyarakat. Pihaknya mengaku belum menyiapkan antisipasi apapun terhadap itu. \"Kita tetap melakukan pengaawasan terhadap pelaku industri yang masih menggunakan elpiji bersubsidi, hanya saja sifatnya berupa imbauan. Kami tidak bisa mengenakan sanksi atau dengan mencabut izin usahanya. Itu tidak ada dalam peraturan menterinya,\" dalihnya. PERTAMINA JAMIN STOK AMAN Assistant Manager External Relation MOR III Pertamina Milla Suciyani mengakui, terhitung sejak tanggal 10 September 2014 pukul 00.00, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga elpiji non subsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1.500/kg. Kebijakan itu menyusul tingginya harga elpiji di pasar internasional. Selain itu, turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan beban kerugian perusahaan akan semakin tinggi. Kebijakan korporasi ini ditetapkan, lanjutnya, setelah mendengarkan masukan pemerintah dalam rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian tanggal 8 September 2014. “Sehingga Pertamina dapat menyesuaikan harga sesuai Permen ESDM No 26 tahun 2009 tentang Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas,” ujar Milla kepada Radar, Rabu (10/9). Menurutnya, penyesuaian ini merupakan pelaksanaan Roadmap Penyesuaian Harga Elpiji 12 kg secara berkala sesuai hasil rapat konsultasi Pemerintah dengan BPK RI pada tanggal 6 Januari 2014. “Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata elpiji 12 kg nett dari Pertamina menjadi Rp7.569/kg dari sebelumnya Rp 6.069/kg,” terangnya. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, kata Milla, seperti transport, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp9.519/kg atau Rp114.300/tabung dari sebelumnya Rp7.731/kg atau Rp92.800/tabung. “Apabila dibandingkan dengan harga keekonomian elpiji, harga jual tersebut masih jauh di bawah keekonomiannya,” ungkapnya. Dijelaskannya, berdasarkan rata-rata CP Aramco y-o-y Juni 2014 sebesar US$891,78/metric ton dan kurs Rp11.453/US$, ditambah komponen biaya seperti di atas, maka harga keekonomian elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp15.110/kg atau Rp181.400/tabung. “Dengan penyesuaian ini diharapkan dapat menekan kerugian bisnis elpiji 12 kg pada tahun 2014 sebesar Rp452 miliar, sehingga menjadi Rp5,7 triliun dari prognosa semula Rp6,1 triliun dengan proyeksi tingkat konsumsi elpiji 12 kg mencapai 907.000 metric ton,” jelasnya. Menurutnya, kerugian ini masih melebihi proyeksi RKAP 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi CP Aramco sebesar US$833 per metric ton dan kurs Rp10.500/US$. “Untuk itu, Pertamina juga telah menyampaikan kembali Roadmap Penyesuaian Harga Elpiji 12 kg secara berkala dalam rapat koordinasi dengan pemerintah, dimana penyesuaian tersebut dapat dilakukan secara otomotis setiap enam bulan, hingga mencapai harga keekonomian di tahun 2016,” imbuhnya. Lebih lanjut dia menyampaikan, untuk menjamin kelancaran pasokan kepada konsumen, Pertamina memastikan ketersediaan suplai elpiji di masyarakat, baik untuk elpiji 12 kg maupun elpiji 3 kg. Antara lain dengan meningkatkan stok elpiji, dimana status hari ini dalam kondisi aman di atas 16 hari. Pertamina juga melakukan optimalisasi jalur distribusi elpiji melalui SPBU dan juga modern outlet. Selanjutnya, Pertamina juga melakukan monitoring distribusi elpiji 3 kg sampai pangkalan dengan aplikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3kg). Dalam menyonsong penyesuaian harga ini, Pertamina juga telah melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pengguna elpiji secara kontinyu. Sementara itu, dari total proyeksi konsumsi elpiji tahun ini sebesar 6,11 juta metric ton, hanya sekitar 2,5 juta metric ton yang dapat disediakan oleh total kapasitas produksi domestik, di mana seluruhnya telah diserap Pertamina. “Dengan demikian, maka pemenuhan kebutuhan elpiji harus diimpor sekitar 59 persen,” pungkasnya. (jml/sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: