FKKC Sebut Bupati Obok-Obok Pemdes
Perbup 42/2014 Meniadakan Peran BPD SUMBER– Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) kembali meradang. Pasalnya, pemerintah daerah belum juga memberikan solusi terhadap tuntutan para kuwu soal Perbup 42/2014. FKKC menuding Bupati Cirebon, Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi berupaya mengobok-obok pemerintah desa. Sekjen FKKC, Drs M Yusuf mengatakan, bupati tidak paham dan menyadari bahwa terbentuknya Kabupaten Cirebon itu berasal dari pemerintahan desa. “Kalau merunut dari aspek sejarah, sebelum ada sultan dan bupati awalnya berasal dari Mbah Kuwu Sangkan. Makannya sejarah Cirebon dengan Indramayu berbeda,” ujar Wawan, kepada Radar, Selasa (21/10). Dikatakannya, tanah bengkok yang ada di setiap desa itu bukan pemberian dari bupati. Tapi, tanah bengkok tersebut sudah ada sejak zaman kolonial. “Selama ini desa hanya disuruh ngumpulin PBB dan lain-lain. Tapi, nyatanya sekarang dengan adanya aturan tersebut justru pemerintah desa seperti diobok-obok, karena bupati punya kepentingan,” terangnya. Kepetingan yang paling nyata adalah memaksakan PNS menjadi pejabat kuwu sementara. Kondisi ini rentan karena para PNS mudah dikendalikan. Dibuatnya Perbup 42/2014 diduga untuk melemahkan peran para kuwu. Sebab, bupati takut dengan kekuatan dari unsur kuwu. “Harusnya tidak seperti itu, yang namanya pemerintah dengan desa adalah mitra. Bukan justru bertentangan dengan adat desa,” ucapnya. Dengan adanya perbup tersebut, kata Yusuf, secara tidak langsung meniadakan fungsi BPD dan tokoh masyarakat desa. “Ya bisa dianggap pura-pura tidak dengar dan tidak melihat. Padahal bupati itu kan orang Ciwaringin asli Cirebon,” tuturnya. Untuk menyelesaikan persoalan ini, FKKC mengajukan surat ke pemerintah daerah baik itu legislatif dan eksekutif untuk melakukan audiensi membahas perbup tersebut. “Sekarang kita mau ngajuin,” ucapnya. Sementara itu, Bupati Cirebon Drs H Sunjaya Purwadisatra MM MSi mengatakan, dibuatnya Perbup 42/2014 bukan atas keinginan pribadi, tapi semuanya mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah (PP). “Munculnya polemik soal Perbup 42/2014 saya anggap wajar. Ya namanya barang baru, pasti ada pro dan kontra. Yang namanya polemik itu di mana-mana pasti ada. Tapi, semua aturan itu dilahirkan karena ada payung hukumnya,” ujar Sunjaya. Dia menjelaskan, perbup tersebut boleh diprotes dan direvisi ketika tidak sesuai dengan UU dan PP. Tapi, ketika sudah ada payung hukumnya, semuanya harus menerima. Jangan sampai gara-gara tidak tahu aturan masyarakat yang terprovokasi. “Yang tercantum di dalam Perbup 42/2014 bahwa pejabat kuwu harus PNS itu diatur di dalam UU. Apanya yang mau direvisi? Kalau UU direvisi, baru perbup bisa direvisi,” ucapnya. Saat disinggung apakah akan ada pertemuan antara legislatif, eksekutif dan para kuwu, Sunjaya mengaku tidak mempermasalahkannya. Sebab, yang terpenting adalah pemerintah dengan para kuwu dapat bersinergis. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: