Pencemaran Udara Kategori Berat

Pencemaran Udara Kategori Berat

Kualitas Udara Sudah di Atas Baku Mutu Suhu panas yang dirasakan masyarakat tak sekadar disebabkan musim kemarau. Kualitas udara juga turut memberi pengaruh. Bahkan, berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), kandungan debu dan kebisingan udara sudah di atas baku mutu aman. KESIMPULAN buruknya kualitas udara di Kabupaten Cirebon didapat dari hasil pengujian kualitas udara oleh Balai Pengujian Mutu Konstruksi dan Lingkungan (BPMKL) Bandung. Total suspend particulate (TSP) atau total kandungan partikel melayang menjadi faktor penyebab buruknya kualitas udara. Mayoritas, daerah yang kualitas udaranya buruk berada di sepanjang jalur pantai utara. Penyebab pencemaran didominasi kendaraan yang bermuatan besar dan debu industri. Dalam laporan, Kecamatan Kedawung, Ciledug, Gebang, Losari, Babakan, Lemahabang, Gegesik, Gempol, Palimanan, Suranenggala, Gunung Jati, Ciwaringin, Dukupuntang, Plered, Plumbon, Weru, Tengah Tani dan Karangsembung tercatat mengalami polusi debu dan suara. Kecamatan Mundu, Panguragan, Arjawinangun dan Astanajapura mengalami polusi udara dalam level mengkhawatirkan. Sementara Kecamatan Astanajapura, Pangenan, Beber, Susukan Lebak dan Karangwareng, Pabuaran,Waled, Kaliwedi, Susukan, Arjawinangun, mengalami polusi suara. Kepala Bidang Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan (PKL), H Yogi Suwarta mengatakan, terdapat 24 Kecamatan yang TSP-nya diatas baku mutu, sedangkan untuk tingkat kebisingannya sendiri tercatat di 22 Kecamatan. “Parameter TSP baku mutunya di angka 230, sedangkan untuk kebisingan batasannya di angka 70 baku mutu. Dari 40 kecamatan, hampir setengahnya yang kualitas udaranya di atas baku mutu,” ujar Yogi, kepada Radar, saat ditemui di ruang kerjanya. Kendati demikian, kata Yogi, kualitas udara bila dilihat dari kandungan logam berat fisika dan kimia baik itu SO2, NO2, O3, CO, dan HC parameternya masih normal. Sebab, hampir dari kandung tersebut tidak terdeteksi. Pengujian kualitas udara, air laut, sungai dan sumur dilakukannya setiap satu tahun sekali dengan anggaran Rp90 juta. Akan tetapi, pihaknya tidak dapat bergerak sendiri, karena Kabupaten Cirebon tidak mempunyai laboratorium untuk pengujian sampel udara dan air. “Persoalan ini menuntut kesadaran kita semua untuk mulai melakukan pelestarian lingkungan setidaknya di lingkup tercekil yakni rumah,” tuturnya. Seperti diketahui, suhu panas yang dirasakan akhir-akhir ini sangat dikeluhkan warga. Di siang hari, suhu udara bisa mencapai 33 hingga 35 derajat celcius. Suhu ini juga tidak lepas dari pencemaran yang terjadi. Peningkatan suhu udara ini tidak lepas dari fenomena global warming. Salah satu upaya yang dapat dilakukan masyarakat yakni melakukan penghijauan setidaknya di tempat tinggal masing-masing. Apalagi, warga yang tinggal di pinggir jalur utama pantura di mana TSP-nya cukup mengkhawatirkan. Partikel debu yang berada di udara sudah di atas baku mutu. Untuk pengguna sepeda motor dan yang beraktivitas di luar ruangan sebisa mungkin menggunakan masker. Khusus untuk wilayah Kecamatan Dukupuntang, Palimanan, Gempol dan sekitarnya, pencemaran juga terjadi lantaran adanya aktivitas pabrik. Partikel debu yang ada di udara sangat berat. Penggunaan masker di kawasan ini sangat direkomendasikan. Peningkatan partikel debu di udara juga dipicu meningkatnya aktivitas industri batu alam. Pemotongan batu menggunakan mesim menyebabkan partikel debu halus berterbangan. Belum lagi aktivitas pabrik lain yang berada di kawasan itu. Kontribusi kendaraan bermotor juga cukup signifikan lantaran mengeluarkan gas beracun dan padatnya lalu lintas membuat debu berterbangan. Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran BLHD, Ir Fitri Nurlia Sari MP menambahkan, pencemaran udara di beberapa daerah juga disebabkan aktivitas pembusukan sampah. Kawasan yang mengalami pencemaran jenis ini kebanyakan terdapat tempat pembuangan akhir (TPA) seperti di Gunungsantri, Palimanan. Sayangnya, Fitria belum bisa membeberkan hasil uji udara di kawasan yang berdekatan dengan TPA. “Kita ambil sampel tanggal 30 Oktober, hasilnya nanti 14 hari terhitung dari tanggal 30 Oktober. Uji laboratoriumnya sendirikan kita di Bandung karena harus yang sudah terakreditasi. Jadi kita belum dapat membeberkan hasilnya,” ucapnya. Namun, indikasi pencemaran udara di kawasan ini bisa tergambar dari keluhan warga Desa Kepuh Kecamatan Palimanan. Warga mengeluhkan bau tidak sedap yang tercium sampai ke dalam rumah. Biasanya, bau tidak sedap mulai tercium pukul 02.00 dini hari. “Kalau siang hari memang tidak tercium. Mungkin karena banyak aktivitas di sekitar lokasi dan udara yang terkena panas serta tiupan angin. Setelah malah hari, bau busuk biasanya baru tercium,” kata Fitri didampingi Kepala Sub Bidang Penataan Lingkungan, Witono. Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten Cirebon sudah mengubah pengelolaan sampah di kawasan itu. Tahun lalu, seringkali asap mengepul dari tumpukan sampah karena ada reaksi kimia gas metan. Sekarang ini, sistem pengelolaan sampah sudah menggunakan control land fill. Dan hasilnya mulai terlihat, karena sepanjang tahun tidak terlihat ada kepulan asap. (samsul huda) KECAMATAN YANG MENGALAMI PENCEMARAN POLUSI DEBU DAN SUARA Kecamatan Kedawung, Ciledug, Gebang, Losari, Babakan, Lemahabang, Gegesik, Gempol, Palimanan, Suranenggala, Gunung Jati, Ciwaringin, Dukupuntang, Plered, Plumbon, Weru, Tengah Tani dan Karangsembung. POLUSI UDARA Kecamatan Mundu, Panguragan, Arjawinangun dan Astanajapura. POLUSI SUARA Kecamatan Astanajapura, Pangenan, Beber, Susukan Lebak dan Karangwareng, Pabuaran,Waled, Kaliwedi, Susukan dan Arjawinangun.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: