SKPD Rela Anggarannya Dipangkas

SKPD Rela Anggarannya Dipangkas

DPRD Anggap Pendapatan Tidak Maksimal, Belanja Pegawai Terlalu Besar KEJAKSAN- Efesiensi belanja APBD 2015 membuat adanya pemangkasan rencana kerja anggaran (RKA) masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Namun demikian ini tak membuat para kepala SKPD keberatan. Mereka menerima apapun kebijakan anggaran yang akan dilakukan oleh pemerintah. Efesiensi belanja sendiri, karena posisi dana alokasi umum (DAU) yang mengalami penurunan. Tak hanya itu diketahui, APBD juga tersedot dengan adanya eksisting pembangunan sekretariat daerah (setda) dan sekretariat dewan (sekwan). Kedua bangunan ini sudah diplot dalam RAPBD 2015. Rencana anggaran untuk tahun pertama menyedot anggaran sebesar Rp80 miliar untuk setda, dan Rp15 miliar untuk gedung setwan. Sehingga posisi belanja tidak langsung dalam RAPBD harus mengalami efesiensi berupa pemangkasan pos-pos usulan dari RKA SKPD. Kepala Disdik Dr H Wahyo MPd mengungkapkan tak terlalu ambil pusing atas adanya pemangkasan belanja di SKPD. Ia tak akan merespons pemangkasan ini dengan berlebihan. \"Ya kita harus melaksanakan kebijakan itu dengan ketenangan dan meresponsnya dengan postif saja. Saya rasa gak ada masalah kalau kita berpikir positif dan konstrukstif,\" ungkap Wahyo. Diakui Wahyo ada beberapa program yang menyedot anggaran besar di dinas yang dipimpinnya, seperti anggaran untuk sertifikasi guru. Dalam RAPBD 2015, anggaran sertifikasi sendiri disebut sudah diplot sebesar Rp120 miliar. Disebutkan dia, ada sebanyak 2.900 lebih guru yang setiap tahunnya mendapatkan dana sertifikasi. \"Itu kan programn pemerintah jadi tidak bisa diganggu,\" jelasnya. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Drs Sumantho juga mengaku akan realistis jika nanti ada pemangkasan anggaran. Pada tahun 2015, pihaknya memiliki prioritas program untuk menambah lahan ruang terbuka hijau di Kota Cirebon dan juga lahan untuk tempat pemakaman umum (TPU). \"Ya itu sudah kita usulkan dalam RKA SKPD, dan sudah ada di RAPBD 2015. Jadi saya yakin bisa berjalan, karena lahan tersrbut kan dibutuhkan oleh masyarakat. Saya yakin tidak akan terpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat,\" ucapnya. Saat ditanya mengenai adanya pemangkasan biaya belanja pegawai, Sumantho pun seakan tidak percaya. \"Kata siapa dipangkas, nggak lah. Yang pasti pelayanan kita harus tetap maksimal,\" katanya. PANDANGAN FRAKSI-FRAKSI Sembilan fraksi di DPRD Kota Cirebon mengkritisi RAPBD 2015 dalam rapat paripurna pemandangan umum fraksi di Aula Griya Sawala, kemarin (6/11). Hampir seluruh fraksi menyoroti soal sektor pendapatan yang tak maksimal, hingga belanja pegawai yang telalu besar. Ketua Fraksi PDIP, Cicip Awaludin, mempertanyakan nominal pendapatan yang selalu lebih kecil dari pengeluaran. Mengingat, setiap akhir tahun selalu ada sisa lebih perhitungan anggaran  (SILPA) dengan nominal yang cukup besar. “Misalnya tahun 2014, SILPA sampai Rp30 miliar. Hal ini mengindikasikan kalau sebenarnya ada inefektivitas anggaran,” tuturnya. Pihaknya mensinyalir, Pemkot Cirebon tidak transparan dalam pendapatan. Mengingat, seringkali target pendapatan yang dicantumkan tidak sesuai dengan potensi yang ada. Cicip mencontohkan, retribusi parkir memiliki potensi besar namun target yang dicantumkan sangat minim. Di samping itu, PDIP juga menyoroti besarnya anggaran pendidikan sebesar 34,2 persen dari APBD. Dijelaskan Cicip, porsi 34,2 persen untuk dunia pendidikan memang cukup besar. Namun hal itu hanyalah lips service belaka. Mengingat, dalam anggaran tersebut tdiak mencerminkan perhatian pada sekolah swasta. Padahal, sekolah swasta juga turut membangun aktif Kota Cirebon. “Kami minta agar pemkot meninjau kembali dengan memberikan perhatian ke sekolah swasta,” lanjutnya. Di samping itu, besarnya anggaran belanja pegawai dianggap Cicip tidak mencerminkan pemerintahan yang pro rakyat. Anggaran yang disediakan pemerintah untuk pembangunan hanyalah 28,7 persen. “Sementara sisanya untuk belanja pegawai dan juga barang. Komposisi ini jelas menunjukan APBD tidak pro rakyat, lebih kepada birokrasi. Yang menjadi pertanyaan, apakah 28,7 persen anggaran untuk pembangunan itu bisa menciptakan pembangunan yang optimal untuk masyarakat,” tanya Cicip. Fraksi Partai Nasdem juga menyoroti sektor pajak dan retribusi yang belum optimal. Dikatakan, pajak parkir hingga kini masih belum maksimal, padahal pusat-pusat perbelanjaan terus bermunculan. “Termasuk juga untuk PBB. NJOP harus ditinjau ulang,” tutur Ketua Fraksi Nasdem, Harry Saputra Gani. Sektor retribusi sendiri, kata Harry, hanya memberikan kontribusi 4,4 persen untuk sektor pendapatan Kota Cirebon. Padahal, di sektor tersebut banyak hal yang dapat memberikan kontribusi pada PAD. “Misalnya saja retribusi parkir di bahu jalan. Pendapatan sebenarnya bisa meningkat,” tuturnya. Pandangan Fraksi Partai Golkar yang dibacakan Andri Sulistio menyoroti program-program OPD yang selama ini tidak optimal. Dijelaskan Andri, OPD masih senang mengajukan program, namun tidak dijalankan dengan baik. Sehingga, anggaran tersebut sia-sia dan menumpuk di SILPA. “Ini menunjukkan bahwa OPD bekerja tidak maksimal. Program dan kegiatan selama ini cenderung copy paste dan tidak menekankan pada pencapaian target. Parameter kegiatan tidak jelas. Selain itu, anggaran kita masih banyak untuk membayar pegawai,” bebernya. Andri juga mempertanyakan dua PD yakni PD Bank Cirebon dan juga PDAM yang mendapatkan penyertaan modal dari pemerintah Kota Cirebon. Apalagi penyertaan modal yang diberikan cukup besar. “Apakah mereka bisa memberikan pendapatan yang siginifikan juga,” tuturnya. Golkar juga meminta pemkot meningkatkan pengawasan agar APBD bisa berjalann maksimal. Sementara Fraksi Partai Dermokrat meminta pemerintah melakukan kajian analisis pajak daerah. Hal itu dilakukan agar optimalisasi pajak bisa dilakukan. Tidak hanya itu, pihaknya mempertanyakan penurunan target retribusi di RAPBD dengan KUA PPAS 2015. “Kalau dilihat retribusi hanya akan memberikan kontribusi Rp13 miliar. Ini mengalami penurunan yang cukup signifikan sekitar Rp6 miliar, dari target Rp19 miliar yang sudah disepakati di KUA PPAS,” ujar Ketua Fraksi Demokrat, M Handarujati Kalamullah. Apalagi, kata dia, potensi retribusi masih sangat besar untuk bisa menjadi PAD. Maka dari itu, pihaknya meminta agar pemerinta juga memperhatikan potensi-potensi retribusi yang dimungkinkan. “Kebocoran di sektor retribusi ini sangat jelas. Untuk parkir di badan jalan, target yang ada selama ini tidak mencapai Rp1 miliar. Hanya Rp700 juta saja sulit tercapai. Untuk retribusi TPI juga sangat dimungkinkan untuk berkembang. Kebocoran di sektor ini sangat jelas,” bebernya. Belum lagi, kata dia, banyak pengusaha restoran yang juga belum memberikan pajaknya pada pemerintah Kota Cirebon. Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk melakukan klarifikasi atas penurunan DAU yang terjadi. Sementara di sektor belanja, Demokrat menilai masih banyak program yang tidak sesuai dengan RPJMD. Selain itu porsi anggaran belanja tidak langsung jauh lebih besar dibandingkan dengan belanja langsung. Fraksi PAN juga mengkritik pedas sektor pendapatan di APBD 2015. Dikatakan, pendapatan memang mengalami kenaikan Rp91 miliar bila dibandingkan dengan APBD tahun lalu. Hanya saja, target komponen-komponen PAD yang ada, kata dia, saat ini tidak sesuai dengan potensi yang ada. “Hingga saat ini belum ada kajian PAD. Dan ini harus segera dibuat, agar telihat jelas potensinya,” ucap Ketua Fraksi PAN, Dani Mardani. PAN menyoroti sektor pendapatan yang berasal dari retribusi. F-PAN menilai, nominal Rp13 miliar untuk seluruh pendapatan retribusi sangatlah kecil. Bahkan lebih kecil dari tahun sebelumnya. Apalagi nominal tersebut berada jauh dibawah proyeksi pendapatan dalam KUA PPAS yaitu Rp19 miliar. “Ini potensinya besar, tapi targetnya tak jelas, hanya Rp13 miliar. Bisa dibayangkan untuk parkir di badan jalan hanya Rp1 miliar satu tahun. Padahal ada 564 titik di Kota Cirebon. Itu artinya, bila dibagi 365 hari lalu dibagi 564 titik, masing-masing titik hanya menyetorkan sekitar Rp3ribu. Padahal potensinya sangat besar,” bebernya. Selain itu, Fraksi PAN juga menagih penerapan pajak online yang digembar-gemborkan oleh pemerintah. Dani yakin, dengan penerapan pembayaran pajak online bisa mendongkrak pendapatan pajak daerah. Untuk postur APBD sendiri, Dani menilai APBD belum pro rakyat. APBD 2015 dianggap lebih birokrat service oriented karena belanja pegawai sangat besar. Apalagi di 2015, belanja pegawai mendapatkan peningkatan yang signifikan Rp71 miliar. “Padahal pengangkatan CPNS itu tidak ada. Dan banyak juga yang pension. Seharusnya justru menurun. Tapi kenapa ini meningkat cukup signifikan,” tuturnya. Dani pun mempertanyakan kebijakan dalam meningkatkan belanja pegawai. Apalagi, di KUA PPAS, kata dia, belanja pegawai hanya berkisar Rp 574 miliar. Namun di RAPD meningkat hingga Rp609 miliar. Sementara Fraksi Hanura justru menyoroti minimnya bantuan pemerintah di tingkat RT dan RW. Pihaknya mendukung bila bantuan tersebut juga ditambah. Selain itu, belum tergarap secara optimalnya potensi wisata laut juga menjadi salah satu masukan dari FHanura. “Padahal potensi wisata laut ini bisa menjadi potensi dalam PAD,” kata Ketua Fraksi Hanura Drs Yayan Sofyan MSi. Selain itu, Hanura juga meminta pemerintah membuat kajian pasar sehingga bisa diketahui potensi dari masing-masing pasar, termasuk melakukan kajian potensi pendapatan daerah. “Adanya penanganan serius di sektor parkir harus dilakukan agar PAD dapat lebih optimal. Selain itu kami juga minta agar anggaran kegiatan rutin yang ada di UPTD PORS dianggarkan,” tukasnya. Menjawab berbagai pertanyaan, saran dan masukan dari anggota DPRD, Wali Kota Cirebon Drs Ano Sutrisno MM mengatakan untuk penerapan pajak daerah secara online akan mulai ditetapkan pada tahun 2015. Selain itu, Ano mengklaim berbagai upaya peningkatan pendapatan sudah dilakukan. Salah satunya adalah mengkerjasamakan aset yang ada seperti Gedung Wanita dan TAIS. “Setiap tahunnya bisa masuk lebih dari Rp400 juta dari masing-masing aset,” tuturnya. Untuk sektor pendapatan dari pajak dan retribusi, Ano mengakui bila masih diperlukan kajian lebih lanjut. Khususnya untuk sektor retribusi. Karena, terjadi ketidaksesuaian antara potensi dan fakta pendapatan. “Ini memang perlu mendapatkan perhatian. Retribusi masih perlu pengkajian dari kita semua, termasuk juga untuk parkir di badan jalan,” tuturnya. Selain itu, Ano mengatakan, turunnya DAU sendiri menjadi salah satu penyebab yang menurunnya sektor pendapatan. Sementara kata dia, ada amanat dari presiden untuk menaikan gaji pegawai setiap tahunnya. “Sementara DAU yang kita terima turun. Padahal DAU ini sebagian besar mengcover untuk pegawai,” lanjutnya. Mengenai penurunan DAU ini, kata Ano, pemerintah Kota Cirebon sudah mengirimkan surat pada menteri keuangan. Namun hingga kini belum ada jawaban atas surat tersebut. Bahkan rencananya, pemerintah kota akan coba menjemput bola untuk mencari tahu penyebab penurunan DAU. “Belanja pegawai dan non pegawai memang masih tinggi, sekitar 53 persenan. Tingginya belanja ini karena guru yang sertifikasi cukup banyak. Jadi cukup menyedot anggaran,” lanjutnya. (jml/kmg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: