Djan Faridz Buka Pintu Islah

Djan Faridz Buka Pintu Islah

Libatkan Orang-Orang Romy di Kepengurusan JAKARTA - PPP kubu Suryadharma Ali (SDA) mendapatkan angin segar pasca putusan provisi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) 6 November 2014, yang memerintahkan penundaan pengakuan negara terhadap PPP kubu Romahurmuziy. Ketua Umum DPP PPP kubu SDA, Djan Faridz, berjanji segera mengajukan revisi kepengurusan baru sesuai dengan hasil muktamar di Jakarta. Menurut Djan, penyusunan kepengurusan hasil muktamar yang memilih dirinya sebagai ketua umum itu sudah hampir selesai. “Tim formatur tinggal melengkapi saja,” kata Djan di sela-sela silaturahmi pengurus baru di Kantor DPP PPP, Jl Diponegoro, Jakarta, kemarin (9/11). Mantan menteri perumahan rakyat tersebut mengungkapkan, kepengurusan baru yang sedang disusun adalah bagian dari upaya islah. Karena itu, dari 34 pengurus harian DPP yang nanti dibentuk, 22 di antaranya merupakan orang-orang yang selama ini ada di kubu PPP pimpinan Romahurmuziy alias Romy. “Kami mengajak semuanya mau berpikiran sejuk dan tidak hanya untuk kepentingan pribadi,” lanjut Djan. Secara garis besar, putusan PTUN yang mengabulkan permohonan gugatan kubu SDA adalah perintah penundaan pelaksanaan SK Menkum HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014. SK itu berisi pengesahan perubahan kepengurusan DPP PPP yang diajukan kubu Romy sesuai dengan hasil muktamar Surabaya pada pertengahan Oktober 2014. Namun, meski Djan telah menyatakan bakal melibatkan kader-kader PPP di kubu Romy, tidak satu pun di antara orang-orang tersebut yang tampak dalam silaturahmi pengurus baru DPP PPP hasil muktamar Jakarta kemarin. Yang terlihat sebagian memang figur-figur yang sejak awal mendukung kubu SDA. Di antaranya Dimyati Natakusumah, Fernita Darwis, Humphrey Djemat, Ephiyardi Asda, dan Habil Marati. Bersama Arif Mudatsir Mandan dan istri SDA, Indah Wardatul Asriah, empat nama terakhir dipercaya menjadi wakil ketua umum. Sedangkan Dimyati diangkat sebagai sekretaris jenderal (Sekjen). Di tempat yang sama, Dimyati mengungkapkan harapannya agar Kemenkum HAM mau menerima revisi susunan kepengurusan yang diajukan sesuai dengan hasil muktamar Jakarta. Selain didasari putusan PTUN, dia mengklaim bahwa muktamar Jakarta adalah yang paling sesuai dengan AD/ART PPP. “Jika tidak diterima, kami akan menggalang interpelasi kepada Menkum HAM,” tegas dia. Menurut Dimyati, saat mengeluarkan SK yang mengesahkan kepengurusan kubu Romy, Menkum HAM Yasonna H Laoly telah melakukan kesalahan besar, yaitu melangkahi UU No 32 dan 33 tentang Parpol. Bahwa setiap konflik internal di sebuah parpol harus melalui mahkamah internal partai. Jika di mahkamah internal tidak selesai, bisa dilanjut ke PTUN hingga MA. “Kami berharap Menkum HAM banyak introspeksi dan belajar. Supaya kejadian semacam ini tak terulang lagi,” sindir mantan wakil ketua MPR tersebut. Di tempat terpisah, Wasekjen DPP PPP kubu Romy, Arsul Sani, menegaskan bahwa putusan sela PTUN tersebut tidak berarti membatalkan kepemimpinan muktamar Surabaya. Menurut dia, seluruh tindakan hukum kepengurusan DPP PPP hasil muktamar itu tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat. “Prinsipnya, putusan itu tidak otomatis berlaku karena bukan bersifat deklaratoir atau pernyataan yang berlaku seketika,” ujar Arsul. Dia menilai putusan sela PTUN tersebut bersifat perintah yang untuk bisa berlaku memerlukan surat Menkum HAM baru. (dyn/c9/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: