Golkar Sebaiknya Dipimpin Aktivis

Golkar Sebaiknya Dipimpin Aktivis

Hasil Survei Pakar Jelang Munas JAKARTA - Kepemimpinan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum Partai Golongan Karya (Golkar) selama lima tahun memiliki banyak catatan minus. Jika ingin kembali menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan dalam kontestasi pemilu, partai berlambang beringin itu sebaiknya mempertimbangkan untuk bisa memilih figur ketua umum baru. Kesimpulan tersebut merupakan inti survei pakar oleh lembaga Pol Tracking Institute bertajuk Menyongsong Suksesi dan Regenerasi Partai Golkar. Saat memaparkan hasil survei itu di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin (13/11), Direktur Eksekutif Pol Tracking Hanta Yuda AR menyatakan, di antara 173 pakar yang terlibat dalam survei pada 3-11 November 2014, mayoritas menilai Partai Golkar tidak layak lagi dipimpin tokoh berlatar belakang pengusaha. ”Mayoritas menilai Partai Golkar sebaiknya dipimpin calon yang berlatar belakang profesional atau aktivis,” kata Hanta. Sebanyak 31,54 persen pakar menilai Partai Golkar lebih baik jika dipimpin profesional, sedangkan 29,23 persen menilai lebih layak dipimpin aktivis. Hanya 8,46 persen pakar yang menilai Partai Golkar layak dipimpin kembali oleh pengusaha, seperti latar belakang Ical. Dari sisi usia, para pakar menilai Partai Golkar sebaiknya dipimpin seorang tokoh yang berusia relatif lebih muda. Sebanyak 68 persen menilai Partai Golkar sebaiknya dipimpin tokoh berusia 46”55 tahun. Sementara itu, pakar yang menilai Partai Golkar layak dipimpin tokoh senior berusia 56-65 tahun hanya 9 persen. Dari posisi itu, Pol Tracking lantas mengukur tingkat elektoral delapan calon ketua umum Partai Golkar yang sudah muncul. Mereka adalah Aburizal selaku incumbent, Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita, Airlangga Hartarto, Hajriyanto Y Thohari, MS Hidayat, Priyo Budi Santoso, dan Zainudin Amali. Mereka dinilai berdasar 10 tolok ukur yang ditanyakan Pol Tracking kepada seluruh pakar yang terlibat dalam survei. Dari penilaian tersebut, sosok ketua DPP Partai Golkar yang juga Ketua Umum Organisasi Massa Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong Priyo Budi Santoso memiliki nilai tertinggi. Namun, nilai tertinggi itu hanya 6,51 persen. Hanta menyebutkan, dari skala nilai ketercukupan 6,00 poin, hanya ada tiga kandidat caketum Partai Golkar yang memenuhi syarat tersebut. ”Selain Priyo, ada Agung Laksono dengan poin 6,31 persen dan Hajriyanto dengan 6,01 persen,” ujarnya. Sementara itu, sosok Ical hanya menempati posisi dua terbawah dengan skor di bawah kecukupan. Ical hanya meraih 5,61 persen. Dari sosok caketum yang direkomendasikan pakar, Priyo, Agung, dan Hajriyanto kembali meraih posisi tiga besar. Ical juga meraih posisi teratas, namun sebagai sosok caketum yang tidak direkomendasikan terpilih. ”Skor Ical untuk tidak direkomendasikan (terpilih) kembali sangat tinggi, mencapai 52,03 persen. Berbanding jauh dengan calon lainnya,” kata Hanta. Meski data akademis menunjukkan pentingnya Partai Golkar melakukan regenerasi kepemimpinan, masih ada problem lain yang menghinggapi partai itu. Peneliti Pol Tracking Arya Budi menilai, sejak 1999, Partai Golkar tidak pernah memiliki figur yang kuat untuk muncul sebagai calon presiden. ”Ini merupakan persoalan serius bagi Partai Golkar,” tegasnya. Menurut dia, momentum Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar harus dijadikan era regenerasi. Partai Golkar ditantang untuk mampu memilih kader yang tepat. Sebab, Pemilu 2019 akan menjadi tantangan baru bagi semua partai peserta pemilu. ”Partai Golkar tidak pernah memiliki figur yang dicalonkan dan menang. Contohnya, JK. Dia memang pernah menang, tetapi itu tidak melalui Partai Golkar,” ungkapnya. Tantangan pada Pemilu 2019 juga bertambah. Selama ini, sosok calon presiden yang mayoritas dipilih rakyat adalah tokoh yang masih aktif bekerja di level eksekutif. Sementara itu, tidak ada satu pun figur yang maju dalam kontestasi munas saat ini yang masuk di jajaran tersebut. ”Tingkat elektoral para figur Golkar masih memprihatinkan,” tegas Arya. (bay/c5/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: