Dilakukan Setahun Sekali, Menjadi Pertanda Musim Hujan

Dilakukan Setahun Sekali, Menjadi Pertanda Musim Hujan

Contoh Nyata Gotong Royong di Memayu Komplek Buyut Trusmi Prosesi memayu yang diselenggarakan di komplek Kramat Buyut Trusmi, Kecamatan Plered, terus dipertahankan. Ritual adat yang mencermintan gotong royong masyarakat ini, juga menjadi salah satu pertanda datangnya musim hujan. SARIP SAMSUDIN, Plered MEMAYU merupakan proses penggantian atap bangunan yang ada di pendopo atau komplek Kramat Buyut Trusmi. Setelah sehari sebelumnya diadakan arak-arakan berupa kesenian tradisional dan ogoh-ogoh, prosesi memayu dimulai dengan rentetan upacara adat. Tercatat, terdapat sekitar tujuh bangunan yang atapnya diganti. Di dalam komplek pendopo tersebut terdapat peninggalan bersejarah seperti sumur dan balong trusmi yang sampai sekarang kondisinya masih tetap terawat. Kuncen Kramat Buyut Trusmi, Satira (70) mengatakan, prosesi memayu atau pergantian atap tersebut dilakukan turun temurun sejak dahulu, penggantianya pun dilakukan setahun sekali. Walaupun atap yang terbuat dari welit atau daun ilalang kering itu masih layak untuk dipakai, namun, setahun sekali harus tetap diganti. “Penggantian atap berupa welit ini dilakukan setiap setahun sekali. Walaupun kondisi welitnya masih bagus, tetap harus dilakukan pergantian dengan yang baru,” kata Satira, saat berbincang dengan wartawan koran ini.. Pergantian atap tersebut dilakukan menjelang musim penghujan di setiap tahunya. Menurut tradisi, bila memayu buyut trusmi sudah dilakukan biasanya hujan pun akan segera turun. Pantauan Radar di lokasi, nampak banyak warga bergotong royong mengganti atap bangunan tersebut sejak pagi hari. Sebelum dilakukan prosesi memayu tersebut, digelar tahlilan bersama yang melibatkan warga sekitar dan para kuncen setempat. Setelah tahlilan selesai, barulah atap yang lama diturunkan dan kemudian diganti dengan atap yang baru. Satira menambahkan, welit tersebut didapatkan dari daerah Indramayu dan sudah berlangganan setiap tahunnya sehingga pihaknya mengaku tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan welit. “Alhamdulilah, kalau untuk welit sendiri kita disini tidak kekurangan karena sudah memiliki langgan yang menyuplainya dari Indramayu,” katanya. Rangkaian penggantian atap ataupun pagelaran seni yang diselenggarakan di tempat itu diakuinya murni berdasarkan swadaya masyarakat setempat. Masyarakat Trusmi dikenal sebagai masyarakat yang cinta budaya dan seni, terlebih lagi Kramat Buyut Trusmi adalah salah satu situs budaya Cirebon yang keberadaanya mesti dilestarikan. Ketua Kuncen Kramat Buyut Trusmi, Toni (50) mengucapkan banyak terimakasih terhadap semua lapisan masyarakat Trusmi yang telah bahu membahu bergotong royong demi suksesnya prosesi memayu tersebut. Dikatakanya, harapan kedepan agar masyarakat selalu rukun dan damai serta tetap saling membantu antar sesama sehingga selain dapat melestarikan budaya setempat, juga dapat berimplikasi pada perkembangan pembangunan yang lebih maju lagi. “Harapan kami agar nilai gotong royong tetap diterapkan dalam kehidupan sehari-hari demi tercapainya kemajuan bersama” tuturnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: