Seandainya Saya Ketua Umum PSSI

Seandainya Saya Ketua Umum PSSI

Oleh: Agus Sugianto SANGAT menyedihkan melihat permainan timnas PSSI dalam pergelaran Piala AFF 2014 di Vietnam. Pada partai perdana melawan Vietnam hari Sabtu 22 November 2014 di stadion My Dinh Hanoi Vietnam, berakhir dengan skor imbang 2-2. Kemudian saat melawan Filipina, timnas PSSI dikalahkan 4-0. Saat melawan Vietnam misalnya, sepanjang pertandingan Zulkifli Syukur dan kawan-kawan dikurung habis-habisan, dibombardir dari segala lini. Skor imbang 2-2 sama sekali bukan gambaran imbangnya jalanan permainan di lapangan hijau. Semua bagian lapangan seolah hanya menghadirkan warna merah seragam timnas Vietnam. Hanya sesekali berkelebat warna putih seragam timnas Indonesia. Benar-benar cuma sekelebatan karena bola segera berpindah kaki akibat pressure ketat para pemain lawan yang seolah tanpa lelah memburu pemain Indonesia ke mana pun berlari. Tak tampak sedikit pun ulasan pelatih Persebaya Surabaya Rahmad Darmawan beberapa jam sebelumnya saat ia diwawancarai di Metro TV yang mengatakan bahwa skuad PSSI Piala AFF tahun ini adalah yang terbaik dibanding pasukan-pasukan Piala AFF sebelumnya. Perpaduan pemain senior dan yunior diyakini akan berkontribusi sangat baik pada keseimbangan tim. Beragam alasan bisa dikemukakan tentu saja. Mulai dari persiapan tim yang mepet, cederanya beberapa pemain andalan, hingga kelelahan pemain pasca kompetisi ISL yang panjang dan melelahkan. Alasan-alasan klasik sebetulnya karena setiap kali PSSI mengalami kegagalan selalu itu yang didengungkan. Semacam lagu lama yang terus-menerus diputar. Bila diperhatikan lebih seksama, alasan-alasan itu mengerucut pada penyelenggaraan kompetisi sepak bola di tanah air yang tidak ideal. Belum ditemukannya format kompetisi di tengah kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas rangkaian pulau terpisah oleh laut luas dan jarak antarpulau yang berjauhan. Alasan yang masuk akal. Tetapi lebih masuk akal lagi jika kita mencari formula solusi untuk menyelesaikannya. Orang besar berhenti mencari alasan dan terus bertindak, sementara orang yang berjiwa kerdil terus-menerus mencari alasan dan berhenti bertindak, kata motivator Mario Teguh. Bila format kompetisi sepak bola yang menjadi biang keladi mandeknya (atau melorotnya) prestasi PSSI, maka perubahan format kompetisi menjadi sebuah keniscayaan. Seperti pepatah China menyebutkan obat sebuah penyakit tidak akan jauh dari sumber penyakit itu berasal. Kondisi geografis nusantara yang dipandang sebagai penyebab terhambatnya kompetisi sepak bola nasional kita ubah menjadi faktor penyelesaian untuk memaksimalkan penyelenggaraan kompetisi. Format kompetisi diubah secara total. Tidak lagi dibagi ke dalam dikotomi dua wilayah barat dan wilayah timur atau apalagi satu wilayah. Kompetisi diselenggarakan menjadi per wilayah berdasarkan pulau-pulau besar yang ada di negara kita. Disebar menjadi liga Jawa, Liga Sumatera, liga Kalimantan, liga Sulawesi dan liga Papua. Liga-liga tersebut diikuti oleh kesebelasan yang ada di pulau tersebut. Kesebelasan yang ada di pulau-pulau kecil yang tidak termasuk kepulauan besar bergabung dengan liga pulau terdekat. Jumlah kesebelasan peserta liga masing-masing ditetapkan melalui peraturan, misalnya 15 tim dengan sistem promosi-degradasi. Untuk tahap awal kesebelasan peserta ditetapkan dengan melihat peringkat PSSI masing-masing. Kesebelasan peserta ISL otomatis menjadi peserta, selanjutnya diurut hingga divisi di bawahnya. Jika kandidat peserta melebihi kuota maka bisa dilaksanakan seleksi dengan sistem turnamen sampai terpenuhi jumlah peserta yang diharapkan. Penetapan peserta liga pulau selanjutnya ditentukan berdasarkan prinsip promosi dan degradasi. Jumlah peserta liga pulau boleh kurang dari yang ditetapkan sesuai kondisi persepakbolaan wilayah masing-masing. Liga Papua misalnya mungkin tidak sampai 15 peserta mengingat kondisinya berbeda dengan saudara-saudaranya di liga Jawa atau liga Sumatera. Bagi para juara masing-masing liga, digulirkan kompetisi yang mempertemukan mereka semacam liga Champions Eropa. Sementara untuk peringkat di bawahnya PSSI mengadakan ajang piala liga Indonesia serupa liga Eropa yang dahulunya piala UEFA. Jumlah kontestan dari masing-masing liga boleh tidak sama bergantung pada prestasi liga yang bersangkutan dan pertimbangan dukungan finansial setiap klub. Umpamanya liga Jawa boleh mengirimkan kontestan lebih banyak dibanding liga Sulawesi atau liga Papua. Juara piala Champions Indonesia dikirim mewakili negara di ajang piala Champions Asia. Sedangkan juara piala Indonesia diutus dalam ajang serupa di level Asia. Dengan format kompetisi seperti di atas akan diperoleh beberapa keuntungan. Pertama, keuntungan ekonomi. Biaya kompetisi masing-masing kesebelasan bisa sangat dihemat karena klub hanya berkompetisi dengan klub yang berjarak dekat. Biaya transportasi dan akomodasi pemain bisa dialihkan untuk transfer pemain atau pembinaan pemain muda yang selama ini kurang mendapat perhatian. Banyaknya kesebelasan yang terlibat dalam kompetisi membutuhkan penyediaan fasilitas seperti stadion. Proyek pembangunan stadion dan infrastruktur pendukung merupakan peluang investasi bagi kalangan dunia usaha. Susun kontrak kerja sama yang salingmenguntungkan. Jika pembangunan stadion dan infrastruktur itu dilakukan dengan sistem padat karya dapat dibayangkan potensi dan geliat ekonomi yang dapat digali. Penyediaan lapangan kerja di masing-masing daerah dapat mengurangi beban negara dalam mengatasi jumlah pengangguran dan urbanisasi ke ibu kota. Penyerapan anggaran yang selama ini dikeluhkan seperti yang dikatakan Didi Carsidiawan (2009) bahwa penyerapan anggaran baik pusat maupun daerah dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 tergolong rendah di semua sektor. Atau seperti dilansir oleh Dirjen Otonomi Daerah bahwa realisasi penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sepanjang Januari – Maret tahun ini. Hingga kuartal I, realisasi belanja pemerintah hanya baru Rp286,5 triliun atau 15,6% dari total belanja di APBN 2014. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode sama tahun 2013 yang sebesar 16,2% atau Rp271,9 triliun. Seperti biasa, penyerapan belanja modal berjalan paling lambat baru Rp7,8 triliun atau cuma 3,4% dari total anggaran. Padahal tahun lalu bisa mencapai Rp10,4 triliun atau sebesar 5,6%. Beruntung belanja barang naik dari Rp12,4 triliun (6,20) menjadi Rp14,9 triliun (7,9%). Namun, belanja pegawai naik cukup besar dari Rp50,9 triliun (21,10%) menjadi Rp55 triliun (20,9%) (situs resmi dirjen otonomi daerah, 16 Mei 2014). Dengan proyek padat karya pembangunan stadion dan infrastruktur maka masalah penyerapan anggaran dapat sedikit teratasi. Dampak hilir dari penyelenggaraan kompetisi dengan model wilayah ini adalah terbukanya peluang dunia usaha baik besar, menengah maupu kecil untuk menggarap bisnis yang berkaitan dengan sepak bola, seperti penyediaan merchandise klub, kuliner khas daerah dan sektor ekonomi kreatif lainnya. Kedua, berkontribusi langsung pada prestasi timnas PSSI. Semua sepakat bahwa prestasi akan lahir dari kompetisi yang teratur, berjenjang dan berkelanjutan. Dengan model kompetisi wilayah maka peserta kompetisi akan lebih banyak. Jika satu liga pulau diikuti oleh 15 peserta misalnya, maka akan ada 75 klub yang ambil bagian dalam kompetisi secara bersamaan. Akan bermunculan bibit-bibit pemain unggul pesepakbola tanah ari. Indra Sjafrie, pelatih timnas U-19 PSSI tidak perlu lagi blusukan ke pelosok-pelosok untuk mencari pemain berbakat. PSSI akan mempunyai persediaan pemain yang berlimpah. Pelatih timnas di segala jenjang memiliki banyak pilihan untuk mengisi skuad timnas dengan pemain-pemain terbaik hasil kompetisi. Kompetisi yang selama ini dilaksanakan membuat pemain kelelahan karena harus menempuh perjalanan yang jauh. Dengan format liga pulau seperti ini, kebugaran pemain akan lebih terjaga. Pemain dapat tampil dalam peak performance yang maksimal. Kompetisi akan lebih menggairahkan dan menegangkan hingga detik-detik terakhir. Tidak akan ada lagi perbedaan frekuensi bertanding antarkesebelasan. Selama ini kita disuguhi fenomena yang agak lucu, ada kesebelasan yang telah tampil berulang-ulang sementara ada kesebelasan yang jumlah tampilnya masih sangat sedikit. Itu terjadi karena ada prinsip sekalian berangkat. Muncullah istilah tur Sumatera, tur Kalimantan bagi klub-klub semisal Persib Bandung atau Persija Jakarta. Hal itu untuk menyiasati membludaknya anggaran untuk transportasi dan akomodasi klub. Kompetisi liga pulau mengatur supaya setiap klub hanya bertanding seminggu sekali bergantian kandang dan tandang. Hanya sekali-sekali klub bertanding dua kali seminggu dalam ajang piala champions atau piala liga Indonesia, itu pun tidak semua kesebelasan. Khusus bagi kesebelasan yang mewakili Indonesia di ajang kompetisi level Asia mereka mempunyai jadwal yang lebih padat. Kuncinya ada pada pengaturan jadwal yang baik dan koordinatif. Ketiga, pendidikan karakter. Bangsa kita memang agak aneh. Kita seringkali mengabaikan hal-hal yang disetujui bersama. Kita sependapat bahwa membuang sampah sembarangan itu dapat menimbulkan berbagai macam masalah. Tapi sampai saat ini belum ada upaya serius selain imbauan melalui spanduk-spanduk di perempatan atau iklan layanan masyarakat di televisi. Budaya antre hanya gegap-gempita ketika sudah ada korban meninggal karena terinjak-injak dalam acara pembagian zakat, infak, sodaqoh, paket , sembako murah, atau daging kurban. Olahraga khususnya sepak bola merupakan wahana pembentukan karakter bangsa. Banyak nilai yang bisa diwariskan melalui sepak bola, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, pantang menyerah, toleransi atau sportivitas. Banyaknya kompetisi sepak bola bisa menjadi magnet buat anak-anak muda untuk menggeluti sepak bola dengan lebih serius. Ada target sasaran yang lebih jelas. Cita-cita ingin menjadi pemain sepak bola profesional terasa lebih dekat. Kompetisi di depan mata mereka. Minimnya animo anak-anak muda berlatih sepak bola salah satunya disebabkan oleh tiadanya kompetisi yang menjadi sasaran pembinaan. Akan tumbuh kebanggaan sebagai anak muda, selaku putra daerah yang pandai bermain bola. Kegiatan-kegiatan dalam sepak bola akan mencegah anak-anak muda tersebut dari melakukan tindakan melanggar tata-tertib seperti tawuran, genk motor, atau penyalahgunaan narkoba dan minuman keras. Beberapa masalah anak muda yang selama ini meresahkan bisa terurai secara alami dengan baik. Keempat, geliat budaya. Banyak hasil budaya yang dapat ditampilkan dalam ajang sepak bola. Umpamanya, tari topeng dapat dipentaskan ketika PSIT Cirebon menjamu Persik Kuningan di Stadion Bima. Persentuhan antarbudaya akan berlangsung spontan. Pendukung Persigar Garut bisa memperkenalkan motif batik Garut sambil mempelajari motif mega mendung khas Cirebon. Lewat persentuhan itu rasa nasionalisme akan dapat dikembangkan tanpa menghilangkan identitas kedaerahan, tanpa jargon, tanpa teriakan dan kepalan tangan. Melihat banyaknya manfaat dari format kompetisi seperti di atas, gagasan perubahan model kompetisi dari satu wilayah dan dua wilayah menjadi model kompetisi liga pulau layak untuk dipertimbangkan. Kelemahan-kelemahan tentu saja akan ada tetapi dengan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang terkoordinasi dan evaluasi yang terukur semua itu bisa diantisipasi. Cuma sayang saya bukan ketua umum PSSI. Jadi semua itu hanya sebatas angan-angan sambil berdoa semoga dewi fortuna tetap akrab dengan timnas PSSI sambil berharap semoga coach Alfred Riedl bisa membenahi penampilan pemain. Kalau itu pun tidak bisa terpenuhi, saya cuma berharap jantung saya cukup kuat untuk menahan dagdigdug selama 90 menit pertandingan. Semoga! (*) *) Penulis adalah guru SMP Negeri 1 Suranenggala, Kabupaten Cirebon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: