Larangan Izin Munas Dianggap Intervensi

Larangan Izin Munas Dianggap Intervensi

Ical Didukung 34 DPD Golkar JAKARTA - Konflik internal di tubuh partai Golkar sampai kini terus memanas. Setelah bentrokan yang terjadi di depan kantor DPP Golkar, kini Golkar resmi terpecah menjadi dua. Bahkan dua kubu partai beringin itu siap menggelar munas. Tak hanya itu, konflik internal itu semakin memanas. Lantaran dipicu oleh pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno. Politikus NasDem itu melarang Polri mengeluarkan izin Munas di Bali pada tanggal 30 November-3 Desember. Hal itu dilakukan untuk menghindari potensi kerusuhan yang lebih besar. Alasan yang lain yakni Bali merupakan destinasi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Akhir tahun merupakan puncak kunjungan turis ke Bali. Dikhawatirkan jika nantinya terjadi kerusuhan maka akan merugikan dunia pariwisata di pulau dewata itu. Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan dia sangat menyayangkan instruksi Menkopolhukam itu. Menurut dia, sikap tersebut tidak mencerminkan seorang negarawan. Bahkan dia mencium aroma politis dari sikap Tedjo itu. “Semua tahu kan Pak Tedjo merupakan politisi NasDem. NasDem merupakan partai pecahan Golkar,” jelasnya sebelum rapat paripurna di Gedung DPR kemarin (26/11). Fadel mengatakan, seharusnya pernyataan larangan itu tidak terlontar dari bibir seorang menteri. Fadel mengaku, jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Munas di Bali, dia sudah mengurus perizinan. Baik di Kapolda Bali dan Polri. “Izin sudah kami dapatkan. Tidak ada masalah,” ucapnya. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu menambahkan, larangan itu merupakan bentuk intervensi pada parpol. Sebab, menteri sudah mencampuri urusan internal dari partai Golkar. Dia mengatakan, pernyataan itu juga berimplikasi besar bagi kehidupan berserikat dan berkumpul di Indonesia. “Untuk itu, kami meminta dengan hormat agar Menkopolhukam untuk segera mencabut pernyataanya,” jelasnya. Dalam kesempatan itu, mantan Gubernur Gorontalo itu menjelaskan kembali kronologis penyerangan DPP Golkar. Fadel mengatakan kekacauan itu dilakukan oleh orang luar. Bukan kader golkar. Salah satunya Yoris Raweyai yang merupakan mantan ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Yoris, kata Fadel tidak bergerak sendirian. Dia dibantu oleh calon ketum Golkar Agung Laksono yang saat ini menjadi Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar. Fadel mengatakan, partai Golkar sudah melaporkan kedua orang itu. Mereka diduga terlibat mendalangi kekacauan dala rapat pleno di DPP golkar. “Polisi sudah bergerak. Mereka sudah mengambil keterangan dari saksi di lapangan,” jelasnya. Namun, meskipun ada kekacauan, dia mengaku Munas di Bali tetap dilanjutkan. Fadel mengaku dia beserta pengurus partai Golkar sudah melakukan rapat dengan ketua umum Golkar Aburizal Bakrie. “Hasilnya munas tetap digelar di Nusa Dua Bali tanggal 30 Nobember-3 Desember,” jelasnya. Senada dengan Fadel, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dia menghormati pernyataan dari Menkopolhukam. Idrus menafsirkan bahwa Tedjo memberikan peringatan agar munas di Bali dilakukan secara hati-hati. “Kalau kalimat yang dikatakan itu meminta kami berhati-hati tentu kami hormati,” ucapnya. Namun, jika pernyataan itu ternyata bentuk intervensi, dia dan partai Golkar akan melawan. Sebab, hal itu jelas menyalahi semangat reformasi. “Ini sudah di jaman reformasi dimana kemerdekaan berserikat dan berkumpul dilindungi oleh undang-undang,” paparnya. Perpecahan di tubuh Golkar ini dikhawatirkan akan lama. Bahkan akan merembet seperti PPP yang kini terbagi menjadi dua kubu yakni kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz. Menyikapi itu Idrus mengaku Golkar berbeda dengan PPP. “Kami berbeda. Pasti secepatnya kami akan bersatu,” tuturnya. Sementara itu, dukungan Aburizal Bakrie untuk kembali maju menjadi ketum Golkar kemarin (26/11) diserukan oleh 34 DPD tingkat I Golkar. Bertempat di Hotel Sultan, para ketua DPD I itu mendaulat Ical untuk duduk kembali sebagai pimpinan Partai Golkar. Acara itu dihadiri oleh Idrus Marham serta tokoh Golkar di daerah seperti ketua DPD I Golkar Sulawesi Barat Nurdin Halid. Sebelum mendeklarasikan dukungannya, puluhan ketua DPD itu membacakan pernyataan sikapnya. Ada empat poin yang menjadi titik tekan. Pertama mereka menolak adanya presidium penyelamat partai. Sebab tidak ada di dalam AD/ART Golkar. selanjutnya ke 34 ketua DPD I itu meminta ketua umum untuk segera menindak kekisruhan itu. Ketiga mereka meminta Ical untuk mematuhi hasil rapimnas VII di Yogyakarta yang menetapkan waktu dan tempat munas tanggal 30 november-3 Desember di Bali. “Kami minta empat itu segera dilakukan oleh ketua umum,” ujar ketua DPD I Sulawesi Tenggara Ridwan Bae. Setelah itu, 34 DPD itu kompak mengangkat tangan. Mereka mengaku mendukung Ical untuk menjadi ketum Golkar periode 2014-2019 meskipun di tangan Ical prestasi Golkar terus menurun. Yang terakhir pada saat pileg tahun ini suara golkar hanya 14,75 persen atau 18.432.312 suara. Dan hanya duduk pada urutan kedua di bawah PDIP. Ridwan mengatakan ARB perlu diberikan kesempatan ke dua. Menurut dia dengan mempelajari kesalahan itu maka Golkar pasti akan kembali menjadi partai pemenang pemilu. Selain itu, kata Ridwan, Ical tidak lagi punya ambisi pribadi. “Ambisisnya hanya ingin membesarkan Golkar,” ujarnya. Sementara itu ketua DPD I Lampung Alzier Dianis Thabrani mengatakan bahwa Ical adalah sosok yang memikirkan anggota Golkar di daerah. Sehingga kader Golkar di daerah semakin sejahtera. Tak hanya itu, Alzier juga sempat membandingkan Ical dengan calon ketum yang lain seperti Agung Laksono dan Priyo Budi Santoso. “Priyo bagus tapi kebablasan, kalau Pak Agung timnya awur-awuran,” ujarnya. Presidium Siap Ambil Alih Kepengurusan Ical Kubu Presidium Penyelamat Partai Golongan Karya tidak ingin statusnya hanya sekadar sebagai tim tandingan di luar Dewan Pengurus Pusat partai berlambang beringin itu. Agung Laksono cs berusaha untuk mengesahkan posisinya sebagai pengurus yang berbadan hukum, dengan meminta penetapan dari Kementerian Hukum dan HAM. Salah satu anggota Presidium, Yoris Raweyai menyatakan bahwa, nama sebenarnya dari kubu yang dipimpin oleh Agung Laksono saat ini baru sebatas tim penyelamat Partai Golkar saja. “Ini kami koreksi, baru terbentuk tim penyelamat partai,” kata Yoris kepada wartawan. Nah, tim penyelamat partai, kata Yoris, sudah menggelar pleno. Tim penyelamat partai memutuskan untuk menyurati Kementerian Hukum dan HAM terkait pergantian kepengu­rusan. Tim penyelamat partai mendasarkan diri pada mekanis­me pasal 13 Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, dimana ada mekanisme pemberhentian pengurus lewat pleno. “Kita menyurati Kemenkum HAM untuk mendapat status hukum yang jelas,” kata mantan Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar yang dipecat oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie itu. Surat pengajuan perubahan kepengurusan itu, kata Yoris, ditandatangani oleh Agung Laksono selaku Ketua dan Tubagus Ace Hasan Syadzily sebagai Sekretaris. Yoris nampak optimis jika surat pengajuan itu bakal segera direspons oleh Kemenkum HAM. “Kalau (keputusan Kemenkum HAM) dapat, kita akan kuasai DPP Partai Golkar,” tegas Yoris. Pria asal Serui, Papua itu me­nya­takan, jika status hu­kum sudah didapat, maka bisa dibentuk sebuah panitia penyeleng­garaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar. “Tim penyelamat partai itu nantinya bisa dinamai Presidium seperti yang direncanakan sebelumnya, atau nama apapun yang menjadi kesepakatan,” ujarnya. Yoris tidak takut dengan ancaman sanksi pemecatan yang disampaikan oleh kubu Aburizal. Menurut dia, jika keputusan Kemenkum HAM nanti keluar, pihak Aburizal tidak bisa berbuat apa-apa, karena bukan lagi sebagai pengurus. Harus diingat, bahwa keputusan membuat tim penyelamat partai didasarkan pada situasi darurat di internal Partai Golkar. “Kondisi saat ini adalah extraordinary. Anda harus tahu ini untuk pertama kalinya Golkar dalam kondisi harus diselamatkan. Antiklimaksnya adalah kejadian kemarin,” ujarnya dengan mimik serius. Yoris juga menilai, pernyata­an kubu Aburizal yang mem­per­soalkan teguran dari Men­­ko­polhukam terkait ijin Munas terlalu dibesar-besarkan. Menurut Yoris, pihak Aburizal lupa, bahwa sejatinya penyelenggaraan Munas yang akan mereka selenggarakan di Bali, juga merupakan rencana cadangan. “Nggak dapat izin di Bandung, pindah ke Surabaya, tidak dapat izin juga. Nggak dapat izin di Bali, dibilang pemerintah ribut. Itu gimana,” sindirnya. (aph/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: