Malah Kurang Modal

Malah Kurang Modal

Koperasi nelayan merupakan solusi ampuh untuk menghilangkan ketergantungan nelayan kepada tengkulak. Selama nelayan tergantung pada tengkulak, nelayan sangat sulit untuk sejahtera. DI sisi lain beberapa koperasi nelayan justru kekurangan dana. Koperasi nelayan akhirnya tak memberi manfaat. Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) menginginkan agar nelayan terbebas dari para tengkulak. Namun, keinginan ini tidak dibarengi langkah nyata. Koperasi nelayan malah dibiarkan jalan sendiri tanpa dana memadai. Pengurus KUD Mina Bahari Kecamatan Gebang, Agus mengatakan, di KUD yang dikelolanya tak ada cukup modal untuk memberi pinjam nelayan untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi modal melaut. Padahal, nelayan terjerat tengkulak karena kemudahan mendapatkan pinjaman dan fleksibelitas saat membayar. “Biasanya nelayan membayar utangnya sepulang melaut,” ucap dia. Masih menurut Agus, saat ini KUD yang dikelola hanya bisa membantu dalam aspek jasa seperti, menimbang hasil tangkapan ikan para nelayan, menyediakan solar packed dealer nelayan (SPDN). Celakanya, untuk operasional SPBN, KUD sering kurang modal. Selama ini, pendanaan KUD Mina Bahari Gebang kebanyakan berasal dari internal pengurus. Sedangkan iuran wajib dari nelayan sulit untuk diandalkan. Nelayan masih terikat kepada tengkulak, sehingga nyaris tidak menganggap keberadaan koperasi. “Bayangkan saja, bantuan dari pemerintah cuma Rp25 juta per tahun,” ujar Agus. Menurut dia, perlu langkah berani untuk membebaskan nelayan dari tengkulak. Koperasi harus bisa memainkan peran seperti tengkulak. Ketika nelayan membutuhkan uang untuk biaya anak sekolah, kebutuhan sehari-hari hingga operasional melaut, koperasi harus bisa menyediakannya. Sebab, selama ini tengkulak yang memberi pinjaman itu. Ketika koperasi bisa memainkan peran ini, tidak hanya nelayan yang bebas dari tengkulak, tempat pendaratan ikan (TPI) akan hidup karena nelayan tidak akan mendaratkan hasil tangkapan di tengkulak. “Memang perlu dana yang cukup besar. Bayangkan saja untuk nelayan Gebang jumlahnya hampir dua ribu. Satu nelayan terkadang meminjam uang antara Rp10-15 juta, itukan angkanya sudah miliaran,” jelasnya. Terkait pendanaan pihak ketiga, Agus mengaku, sulit untuk mendapatkannya. Bank kurang percaya kepada koperasi nelayan. “Kita untuk SPDN saja sering ngutang,” ucapnya. Tokoh nelayan Gebang, H Dade Mustofa mengamini pernyataan Agus. Bila KUD Mina Bahari diberi kepercayaan mengelola dana yang mencukupi, nelayan dijamin bebas dari tengkulak. “Saya yakin bisa,” ucap dia. Nelayan pasti lebih memilih meminjam kepada KUD ketimbang dari tengkulak. Ketika meminjam kepada tengkulak, nelayan akan sangat terikat. Tengkulak juga punya aturan main sendiri, termasuk soal harga ikan dan lokasi mendaratkan tangkapan. “Coba saja ada dana, KUD pinjamkan ke beberapa nelayan. Saya yakin nelayan yang lain pada ikutan,” katanya. Dade menyesali langkah dari Pemkab Cirebon yang tidak bisa membangkitkan koperasi nelayan. Proyek miliaran rupiah dialokasikan di kawasan pesisir, tetapi lebih banyak untuk kegiatan fisik. Proyek-proyek ini malah mangkrak. Seandainya pendanaan proyek ini diberikan kepada nelayan, dengan sendirinya nelayan akan bebas dari tengkulak. Kemudian, pembangunan TPI yang dilakukan pemerintah pun akan dirasa manfaatnya. Sebaliknya, pemerintah akan mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil pendaratan ikan. “Katanya Pemerintah mau agar nelayan ini bebas dari para tengkulak, tapi programnya tidak tepat sasaran. Koperasi nelayan ini dibiarkan berdiri sendiri tanpa ada bantuan pemerintah, ya sulit dong kalau begini,” bebernya. Salah satu nelayan Gebang, Samir mengungkapkan, bila harus memilih antara meminjam ke koperasi dan tengkulak, tentu dirinya akan meminjam ke koperasi. Sayangnya, prosedur peminjaman uang ke koperasi tidak semudah ke tengkulak yang seringkali hanya berdasar pada aspek kepercayaan. Pembayaran ke tengkulak pun sangat fleksibel. Terkadang langsung dipotong dari hasil tangkapan yang didaratkan. “Tapi ya itu, mereka yang tentukan harga. Jadi ya kerja keras kita di laut itu nyaris tidak ada harganya,” ungkapnya. Meminjam uang kepada tengkulak, kata dia, sama dengan menyerahkan kebebasan. Tengkulak itu mengatur sampai hal yang sangat detil, termasuk kemana nelayan harus menjual ikan. Ketika harganya jatuh, nelayan mau tidak mau harus menerima karena ada ikatan utang piutang tersebut. Sementara itu, pengurus KUD Mina Waluya Bondet, Yudi menambahkan, pemerintah memang harus berani memberdayakan koperasi untuk mengurangi ketergantungan kepada tengkulak. KUD yang dikelolanya menjadi contoh keberhasilan membebaskan nelayan dari tengkulak. Berbeda dengan KUD Mina Bahari di Gebang, KUD yang dikelolanya berhasil menjalankan dana bergulir dari iuran nelayan. Sebab, nelayan sudah tidak terikat kepada tengkulak. “Kalau di Gebang semuanya hampir dikuasai oleh rentenir. Di kita alhamdulillah nelayan tidak tergantung sama rentenir, nelayan mau bayar iuran,” tuturnya. Di KUD Mina Waluya, sambung dia, setiap kali nelayan mendaratkan ikan di PPI, ada potongan retribusi yang masuk ke KUD. Potongan ini menjadi kas KUD untuk kemudian digulirkan kembali kepada nelayan. Meski dana yang dikelola tidak besar, tapi setidaknya berhasil mengurangi cengkraman tengkulak terhadap nelayan. (deny hamdani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: