Merasa Dibohongi, Lapor Polisi

Merasa Dibohongi, Lapor Polisi

Korban Disetubuhi Berulangkali, Pelaku Tidak Mau Tanggung Jawab CIREBON - Nasib malang menimpa Melati (15). Selain jadi korban perkosaan, gadis asal Talun, Kabupaten Cirebon itu, sudah dua minggu tidak bersekolah karena dikeluarkan dari sekolahnya. Informasi yang berhasil dihimpun Radar menyebutkan, kejadian bermula ketika sekitar awal Juni 2014 lalu, dia berkenalan dengan seorang pemuda berinisial LT (19) warga Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, melalui media sosial facebook. Selang beberapa hari, keduanya sepakat untuk bertemu dan jalan bareng. LT pun sering main ke rumah Melati (bukan nama sebenarnya) yang memang tinggal di rumah hanya bersama adiknya yang masih kecil. Ibunya seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri, sementara ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Kesempatan tersebut dipergunakan pelaku untuk menyetubuhi korban. Tepat di siang hari tanggal 22 Juni 2014, korban pun dipaksa untuk menuruti nafsu bejat pelaku dengan iming-iming akan dinikahi. Korban pun akhirnya menuruti hal tersebut dan merelakan kegadisannya direnggut pelaku. Selang dua hari kemudian, 24 Juni 2014, korban pun disetubuhi lagi di rumahnya saat siang hari. Kejadian tersebut berulang di bulan Juli sebanyak 3 kali dan dilakukan di rumah sang korban. Total sudah lima kali mereka berhubungan badan. Setelah itu, pelaku meninggalkan begitu saja tanpa menepati janjinya untuk menikahi korban. Dua bulan kemudian, yakni di bulan September, korban pun menceritakan kejadian tersebut kepada kedua orang tuanya yang kebetulan sedang pulang ke rumah. Dan pada tanggal 30 September, ibu korban akhirnya melaporkan kejadian itu ke pihak Kepolisian Unit PPA Polres Cirebon. Ditemui di rumahnya, Bibi korban, Sari’ah (33) mengatakan, beberapa minggu yang lalu pun keluarga pelaku bersama pengacaranya dari LBH Pancaran Hati, Kedawung, sempat datang ke rumah untuk membahas permasalahan tersebut dengan baik-baik dan kekeluargaan. Namun, karena mediasi itu buntu, ditambah lagi dengan dikeluarkannya korban dari sekolahnya, maka pihak keluarga menyatakan perdamaian itu sulit terwujud karena sudah telanjur menanggung malu. Meski korban sekarang tidak dalam kondisi hamil, namun merebaknya kabar tersebut membuat nama baik keluarganya tercoreng dan sangat sulit untuk diobati. Terlebih lagi, orang tua pelaku selalu mengelak bahwa anaknya telah memperkosa korban. “Kami sebagai keluarga sih sudah telanjur malu, makanya kasus ini akan terus kami perjuangkan untuk bisa dibawa ke pengadilan dan pelaku dihukum seberat-beratnya. Karena telah menodai ponakan saya dan juga membuat nama keluarga tercemar,” kata Sari’ah. Ketua LBH Pancaran Hati, Kedawung, Yanto Irianto SH, selaku tim kuasa hukum pelaku, mengatakan pihaknya berupaya agar kasus tersebut dapat diselesaikan dengan baik-baik, supaya selain pihak laki-laki juga mau untuk bertanggung jawab dan si korban pun bisa berangkat lagi ke sekolah. “Kami mengupayakan mediasi di kedua belah pihak agar yang bersangkutan bisa bertanggung jawab dan juga yang perempuan bisa kembali bersekolah,” katanya melalui sambungan telepon kepada wartawan koran ini. Sementara pihak sekolah membenarkan ada siswinya yang mengalami kasus tersebut. Namun, pihaknya menolak jika disebut telah mengeluarkan siswi tersebut. Kepala SMPN 1 Talun, Dra Hj Masrifah Masrukhy MPd mengatakan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan siswi tersebut. Yang ada hanya dari pihak keluarga siswi yang mengajukan pengunduran diri. “Kami tidak pernah mengeluarkan siswi tersebut. Yang kemarin meminta untuk mengundurkan diri itu dari pihak keluarganya, setelah kami semua berdiskusi dan bermusyawarah terlebih dahulu,” katanya kepada Radar, Jum’at (28/11). Ditambahkanya, pihaknya menyarankan agar memilih sekolah lain untuk meneruskan sekolahnya, hal ini mengingat kondisi psikologis sang korban dimana kejadian itu sudah diketahui oleh banyak pihak seperti teman sekolah dan para guru setempat. “Kami inginnya ia tetap melanjutkan studinya ke sekolah lain agar kondisi psikologisnya bisa terjaga. Kalau di sekolah kami, semua teman dan guru pada tahu, jadi takut nanti ia malah minder sendiri, lebih baik tetap sekolah dan cari sekolah lain,” katanya. Sementara itu, Kapolres Cirebon AKBP Chiko Ardwiatto SIK MHum melalui Kanit PPA Satreskrim Polres Cirebon AIPTU Sri Muryanti didampingi penyidik Brigadir Dian Rosmiyanti membenarkan adanya laporan tersebut. Pihaknya kini akan segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke pengadilan. Jika benar sesuai tuduhan pemerkosaan tersebut, maka pelaku akan dijerat dengan pasal 81 Undang-undang RI Nomor 23, tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak sebesar Rp100 juta. (rif)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: