Inggris Batasi Imigran UE
LONDON - Inggris memperketat aturan imigrasi. Khususnya bagi para pendatang dari negara-negara Uni Eropa (UE). Kemarin (28/11), Perdana Menteri (PM) David Cameron mengumumkan kebijakan baru imigrasi yang berpotensi memantik konflik dengan anggota UE tersebut. Tetapi, publik Inggris menyambut baik kebijakan itu. Dalam pidatonya kemarin, pemimpin 48 tahun tersebut menyatakan bahwa Inggris bakal membatasi arus kedatangan imigran dari negara-negara anggota UE. Selama ini, sesuai dengan kesepakatan bersama, penduduk dari negara-negara anggota UE bebas keluar-masuk ke wilayah sesama negara anggota dan mencari kerja di sana. Tetapi, dalam waktu dekat, Negeri Ratu Elizabeth itu akan menyetop kelonggaran tersebut. “Imigran dari Eropa harus meninggalkan Inggris jika tidak mendapat pekerjaan setelah tinggal di sini selama enam bulan,” tegas Cameron. Selain itu, pemerintahannya tidak akan memberikan berbagai tunjangan kepada imigran dan keluarganya sebelum mereka menetap selama empat tahun. Sebab, tunjangan-tunjangan tersebut sering salah sasaran. Berbagai tunjangan untuk imigran itu juga sering memantik protes publik Inggris. Sebab, tunjangan perumahan dan pajak justru membuat imigran betah tinggal di Negeri Ratu Elizabeth II tersebut. “Pemerintah tidak akan lagi memberikan tunjangan kepada anak-anak imigran yang tidak tinggal di Inggris,” papar ketua Partai Konservatif tersebut. Cameron mengungkapkan, kebijakan barunya tentang imigrasi itu merupakan jawaban atas keresahan publik Inggris terhadap arus kedatangan imigran yang makin deras. Saat ini jumlah imigran yang tinggal di Inggris tercatat mencapai 260 ribu orang. Tahun lalu angka tersebut masih berada di kisaran 182 ribu orang. Data menunjukkan, 45 ribu imigran Inggris adalah penduduk UE. “Tidak bisa disangkal bahwa paket kebijakan baru ini akan berdampak pada penyesuaian kesepakatan (dengan UE). Tapi, saya yakin kita bisa mendiskusikan semua itu,” jelas Cameron. Dia sadar kebijakan tersebut bakal memantik kritik pedas dari negara-negara anggota UE yang lain. Sebab, sebelumnya Jerman memperingatkan Inggris tentang kebijakan tersebut. Menjelang pemilu Inggris 2015, tensi politik di dalam negeri memang meningkat. Isu imigrasi menjadi senjata andalan oposisi untuk menyerang pemerintahan Cameron. Itu dikarenakan kebijakan imigrasi Inggris tidak populer. Partai Kemerdekaan Inggris Raya (UKIP) bahkan menyarankan pemerintah meninggalkan keanggotaannya di UE. Sebab, kesepakatan imigrasi UE justru membuat Inggris tidak nyaman. Sejauh ini, Cameron masih memilih bertahan dalam UE. Namun, Inggris akan tetap mengutamakan kepentingan dalam negeri di atas kepentingan UE, khususnya terkait dengan kebijakan imigrasi. “Jika sikap kita ini tidak didengarkan dan kita tidak bisa mempertahankan hubungan baik dengan UE, saya tidak akan diam saja,” tandasnya di hadapan media. Sebagai anggota UE, Inggris terikat pada kesepakatan bersama yang disebut freedom of movement. Berdasar kesepakatan itu, Inggris harus mempersilakan warga dari negara anggota UE masuk dan bekerja di wilayahnya sampai batas waktu yang tidak ditentukan. “Saya sudah mengatakan bahwa Inggris keberatan. Keberatan itu pun masuk akal. Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mendengar kami,” tegasnya. (ap/afp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: