Kejagung Dinilai Tebang Pilih

Kejagung Dinilai Tebang Pilih

Petinggi Golkar Jabar Berharap Yance Tidak Terbukti Bersalah INDRAMAYU - Pengacara senior Kota Mangga, Sukamto SH menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) RI tidak profesional menangani kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumuradem, Indramayu. Alasannya, kasus yang ikut menyeret mantan Bupati Indramayu H Irianto MS Syafiuddin (Yance) itu, terkesan tebang pilih. Hal ini dilihat dari upaya penindakan yang berbeda terhadap sejumlah tersangka lainnya yang diduga terlibat dalam kasus serupa. Seperti kepada dua pejabat Pemkab Indramayu lainnya yaitu mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu Daddy Haryadi dan mantan Wakil Ketua P2TUN yang juga mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu, Mohammad Ichwan. Keduanya yang juga ditetapkan sebagai terdakwa langsung diproses dan akhirnya divonis tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Indramayu sekitar dua tahun lalu. “Jika kepada tersangka lain langsung diproses kala kasus itu mencuat, tapi terhadap Yance justru berlarut-larut sampai empat tahun lamanya. Kalau bukan tebang pilih apa namanya? Semangat penegakan hukum korps Adhiyaksa juga patut dipertanyakan,” kata dia kepada Radar, Sabtu (6/11). Menggantung nasib orang selama 4 tahun tanpa kejelasan, menurut dia, menunjukkan Kejagung sejatinya tidak memiliki cukup bukti yang kuat untuk menyeret Yance, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 September 2010 lalu. Lantaran sangkaan korupsi kepada bapak tiga orang anak itu tidak terbukti, juga membuat Kejagung gamang dan membiarkan kasus PLTU itu berlarut-larut. Jika pun Kejagung beralasan mantan calon gubernur Jawa Barat itu sudah tiga kali dipang­gil tetapi selalu mangkir hingga akhirnya dijemput paksa, lanjut Sukamto, alasan tersebut terkesan mengada-ada. Justru sejak lama, Yance meminta kasus yang menimpanya saat masih menjabat Bupati Indramayu, segera diselesaikan. Sebab sebagai tokoh politik, ketua DPD Golkar Jawa Barat itu khawatir status tersangka bakal mengganjal dia dan keluarganya ketika maju di pentas politik. “Buktinya kan ya. Saat maju Pilgub Yance jadi bulan-bulanan karena status tersangka yang masih melekat. Terjadilah pembunuhan karakter. Bukan hanya mengarah kepada dirinya, tapi juga keluarganya ikut dirugikan,” jelas dia. Melihat latar belakang yang ada, tokoh masyarakat Indramayu Barat (Inbar) ini sepaham dengan komentar sejumlah pihak jika penjemputan paksa sekaligus penahanan Yance pasca mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Bali, kental bernuansa politik. Ditambah lagi, penunjukan mantan ketua DPP Nasdem HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung RI oleh Presiden Jokowi, merupakan rival politik KMP di mana Yance selaku kader Golkar bernaung. “Saya pikir ada korelasinya antara hasil Munas Golkar yang menolak Perppu Pilkada Langsung dengan konstelasi politik antara KMP dan KIH. Yance yang merupakan ketua Golkar Jawa Barat dijadikan sasaran tembak dari perseteruan politik tingkat pusat. Ada intervensi politik di sana. Siap-siap saja, nanti kader partai yang tergabung dalam KMP juga akan menjadi sasaran tembak berikutnya,” ungkap dia. Terpisah, Sekretaris DPD Golkar Jabar MQ Iswara berharap kasus yang menjerat pimpinannya itu tidak terbukti. “Semoga tidak ada apa-apa. Seluruh DPD (kabupaten/kota) masih menunggu kepastian. Kita sudah berkomunikasi dengan kabupaten/kota, sebaiknya menunggu terlebih dahulu,” katanya seraya mengaku terkejut atas kabar ini. Ditangkapnya Wakil Ketua DPRD Jabar ini pun mengejutkan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Terlebih, sehari sebelumnya, Deddy masih bertemu Yance saat menghadiri kunjungan kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Jabar. “Saya benar-benar terkejut, padahal baru kemarin bertemu,” kata Deddy di Gedung Sate, Bandung, kemarin. Sementara itu, pakar politik dari Universitas Katolik Parah­y­angan Asep Warlan Yusuf meni­lai, penjemputan paksa Yance ini tidak berpengaruh terhadap kinerja DPRD Jabar. Menurutnya, badan legislatif tersebut masih bisa bekerja dengan baik membahas semua fungsi kedewanan. “Tidak berpengaruh apa-apa, karena masih banyak pimpinan dan anggota dewan yang lain,” kata Asep. Asep pun berpendapat, penjemputan paksa Yance ini merupakan bentuk keseriusan dari Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus hukum yang melibatkan pejabat. Menurutnya, selama ini kejaksaan terlihat lamban dalam mengatasi kasus hukum yang melibatkan pejabat maupun tokoh berpengaruh lainnya. “Di era pemerintahan Jokowi-JK ini, Kejaksaan Agung ingin menunjukan keseriusannya dalam menangani kasus hukum,” ucapnya. Kendati begitu, Asep tidak memungkiri jika penjemputan paksa Yance terdapat unsur politisnya. Terlebih, lanjutnya, kasus ini berdampak terhadap Partai Golkar yang baru saja menggelar musyawarah nasional untuk memilih ketua umum. “Pasti ada politis. Tapi saya rasa terlalu jauh, dan itu hanya sebagian kecil saja. Pak Yance ini bukan tokoh nasional. Kalau mau politis, bisa saja orang DPP (Golkar) yang diperkarakan,” ucapnya. Lebih lanjut Asep berharap, ke depan, Kejaksaan Agung bisa lebih baik dalam menangani persoalan hukum yang melibatkan pejabat. “Harus cepat dan tepat. Jangan seperti Pak Yance ini, kasusnya terkatung-katung. Sikap kejaksaan tidak jelas,” pungkasnya. (kho/agp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: