Rektor IAIN Jadi Tersangka

Rektor IAIN Jadi Tersangka

Tersandung Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah CIREBON - Proses panjang penyidikan yang dilakukan penyidik akhirnya menemukan titik terang. Setelah beberapa bulan lalu Kejaksaan Negeri Cirebon menetapkan Kepala Biro Administrasi, Umum dan Kemahasiswaan Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon Ali Hadiyanto (AH) sebagai tersangka, kemarin (8/12) giliran Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon Prof Dr Maksum Mukhtar MA ditetapkan sebagai tersangka. Status tersangka MM ini diumumkan langsung Kepala Kejaksaan Negeri Cirebon Acep Sudarman SH MH kepada wartawan saat menyampaikan progress report Kejari Cirebon selama setahun. Kajari Acep Sudarman mengatakan, pada kasus dugaan korupsi pengadaan tanah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, penyidik sudah cukup menemukan dua alat bukti. Sehingga, kejaksaan menetapkan MM selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai tersangka. Acep mengakui proses penyidikan ini mengalami sedikit keterlambatan, hal ini dikarenakan penyidik masih menunggu hasil audit yang dilakukan oleh tim audit BPKP. Dan, audit itu sudah selesai pekan kemarin. “Sesuai instruksi jaksa agung bahwa pemberantasan korupsi harus gencar termasuk kasus IAIN meskipun lambat tapi tetap berjalan. Sudah cukup dua alat bukti untuk menetapkan MM sebagai tersangka karena yang bersangkutan sebagai kuasa pengguna anggaran,” tandasnya. Acep menambahkan, penetapan MM sebagai tersangka menyusul AH yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, perkara AH ini sudah masuk ke tahap pemberkasan. Kasus yang melibatkan AH dan MM sebagai tersangka ini adalah pengadaan tanah IAIN tahun 2013. Walaupun terkesan lama, namun penyidik bekerja masih dalam kooridor UU, dan penyidik tetap melakukan tugasnya secara profesional. Hasil audit yang dilakukan oleh BPKP, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,2 miliar atas luas tanah 4,6 hektare. Modusnya adalah melakukan pengadaan tanah tapi ada tahapan yang tidak dilalui oleh pihak IAIN berdasarkan undang-undang yaitu untuk kepentingan umum. Padahal, pengadaan tanah IAIN ini terkait dengan kepentingan umum. “Dari situlah penyidik melihat ada unsur kerugian negara, AH sebagai pihak yang menerbitkan SPM (surat perintah untuk membayar, red) untuk mencairkan, sedangkan Prof MM sebagai kuasa pengguna anggaran,” bebernya. Kasi Pidsus, Nusirwan Sahrul SH MH menambahkan, pasca penetapan MM sebagai tersangka, maka kasus korupsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini tersangkanya menjadi dua orang, yakni AH dan MM. Untuk tersangka AH saat ini dalam proses pemberkasan, sedang­kan MM pasca diumum­kan sebagai tersangka, dalam waktu dekat penyidik akan mengirimkan surat panggil­an untuk menjalani pemeriksaan. Disinggung kapan penyidik akan melakukan penahanan terhadap MM, Nusirwan menjelaskan untuk penahanan menunggu saat pemeriksaan. Mantan Kasi Intel Kejari Bojonegoro ini menegaskan untuk kasus korupsi akan dilakukan penahanan tanpa terkecuali MM, hanya saja kapan waktunya dirinya belum bisa memastikan. “Nanti pada saatnya akan kami beritahu ke teman-teman wartawan,“ kata Nusirwan. Nusirwan juga menjelaskan selama menangani kasus korupsi IAIN, penyidik sudah bertindak profesional. Kalaupun terkesan lamban karena menyidik menunggu hasil audit dari BPKP dan baru pekan kemarin hasil audit keluar. Kerugian negara mencapai Rp8,2 miliar. Disinggung kemungkinan ada tersangka lain, pria kelahiran Bengkulu belum berani membe­rikan keterangan lebih jauh. Karena fokusnya saat ini adalah menindaklanjuti setelah MM ditetapkan sebagai tersangka. “Belum, belum nanti lihat perkembangan,” katanya. Penasehat Hukum tersangka AH, Waode Nur Zaenab SH kepada Radar menganggap perihal dugaan kasus korupsi yang melibatkan kliennya sebenarnya tidak ada unsur pelanggaran. Waode menerangkan, menurut Kementerian Agama RI, sebenarnya tidak ada masalah dengan pengadaan tanah IAIN Syekh Nurjati Cirebon. “Karena proses jual belinya ada, tanahnya ada, antara penjual dan pembelinya juga ada, dan semuanya tidak ada persoalan. Oleh karena itu, saya heran pengadaan tanah ini dipersoalkan,” kata Waode. Waode pun menghadirkan saksi ahli kepada penyidik kejak­saan, mereka adalah saksi ahli keuangan negara dan saksi ahli pidana. “Soal perkem­bangan, silakan tanya­kan langsung ke jaksa, kita masih menunggu selesai pemeriksaan saksi ahli,” ujar Waode. Pihaknya berjanji jika semua pemeriksaan sudah selesai, akan memberikan penjelasan ke media masa terkait dengan kliennya. Karena semua saksi belum selesai diperiksan, maka Waode memilih menunggu pe­me­riksaan semuanya selesai. Sementara itu, penetapan status tersangka yang sekarang disandang Prof Dr Maksum Mukhtar MA, menambah luka batin di keluarga besarnya. Apalagi Dr Affandi Mukhtar MA yang juga adik kandung Maksum Mukhtar tanggal 29 Januari 2014 juga ditahan oleh tim penyidik Kejagung atas dugaan kasus korup­si alat laboratorium IPA un­tuk MTs dan Madrasah Aliyah di Ke­menterian Agama tahun 2010. Affandi Mukhtar dalam perkara korupsi pengadaan alat laboratorium IPA MTs dan MA tahun 2010, saat itu selaku Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM). Bersama-sama dengan tersangka Firdaus Basuni, Ace Saefudin, Rizal Raihan dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara. Affandi dan tersangka lainnya dianggap menyalahgunakan wewenang, yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Akibat perbuatan mereka negara dirugikan sebesar Rp17,913 miliar. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: