BSNP Kaji Skema Baru Kriteria Kelulusan UN 2015

BSNP Kaji Skema Baru Kriteria Kelulusan UN 2015

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya mencegah potensi kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) SMP dan SMA. Caranya adalah dengan mempermudah potensi kelulusan siswa. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kini sedang mengkaji kriteria baru kelulusan unas 2015. Anggota BSNP Teuku Ramli Zakaria menjelaskan, aturan baru tentang kriteria kelulusan UN 2015 (tahun pelajaran 2014/2015) ditetapkan dalam Permendikbud 44/2014. \"Permendikbud ini dikeluarkan di masa Pak Nuh (13 Oktober 2014, red),\" katanya di Jakarta, kemarin. Setelah kajian di internal BSNP itu tuntas, akan dibawa ke Mendikbud Anies Baswedan. Rencananya pekan depan mereka akan menghadap Mendikbud. Selanjutnya akan ditetapkan apakah kajian dari BSNP itu disahkan untuk acuan kelulusan UN 2015 nanti. Dia mengatakan sampai kemarin belum mendapatkan kepastian apakah UN 2015 diselenggarakan seperti apa. Ramli menjelaskan ada satu perbedaan mencolok antara UN 2015 dengan UN 2014. Yaitu pembobotan atau porsi penilaian antara hasil UN murni dengan nilai sekolah. Tahun ini pembobotannya adalah nilai UN murni 60 persen, sedangkan nilai sekolah 40 persen. \"Persentase 60:40 itu direvisi untuk UN 2015,\" tutur Ramli. Dia menjelaskan persentase yang baru adalah bobot nilai UN murni 50 persen dan nilai sekolah juga 50 persen. Sedangkan untuk pemobotan nilai sekolah, Ramli mengatakan tidak ada perbedaan dengan UN tahun ini. Yakni bobot nilai rapor sebesar 70 persen, kemudian nilai ujian sekolah sebesar 30 persen. Lalu untuk nilai minimal kelulusan siswa tidak ada yang dikoreksi. Ramli mengatakan nilai minimal kelulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan adalah 4,00. Kriteria berikutnya adalah rata-rata minimal dari semua mata pelajaran yang diujikan adalah 5,50. Menurut Ramli porsi yang sama besar antara nilai UN murni dengan nilai sekolah membuat siswa tidak terlalu terbebani saat mengerjakan soal UN. \"Sehingga siswa tidak perlu curang. Sebab UN bukan penentu kelulusan,\" paparnya. Dia mencotohkan seorang siswa mendapatkan nilai ujian murni 2 dan nilai sekolah 7. Kedua nilai itu lantas dijumlah, sehingga ketemu nilai 9. Nilai penjumlahan itu kemudian dibagi dua, sehingga skor akhir siswa adalah 4,5. \"Dengan skor 4,5 itu, berarti memenuhi kriteria angka minimal kelulusan (4,0),\" terang Ramli. Kepala SMAN 76 DKI Jakarta Retno Listyarti tetap menolak pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan. Meskipun bobot nilai murni UN sebagai komponen kelulusan dikepras menjadi 50 persen, dia mengatakan masih ada campur tangan pemerintah pusat. \"Saya masih berpendapat UN cukup dijadikan sebagai alat pemetaan. Bukan sebagai alat kelulusan,\" tandas perempuan yang juga aktivis pendidikan itu. (wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: