KPK Incar Pejabat Penerbit SKL

KPK Incar Pejabat Penerbit SKL

Pemanggilan Laksamana Jadi Awal Pengusutan JAKARTA - Penyelidikan kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan mencapai tahap menentukan setelah pemanggilan Laksamana Sukardi Rabu lalu (10/12). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjerat pejabat yang berkaitan dengan penerbitan surat keterangan lunas (SKL). Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan, penyelidikan itu mengarah pada pencarian dua bukti awal terkait pejabat yang berkaitan dengan pengeluaran kebijakan SKL. Laksamana disebut-sebut menjadi pintu masuk pengungkapan kasus itu. Hal tersebut wajar karena dia tentu tak bisa dipisahkan dari kebijakan bermasalah itu. Ketika kasus tersebut bergulir, Laks “panggilan Laksamana” memang bertindak sebagai menteri BUMN. Dia yang mem­berikan masukan kepada Presiden Megawati Soekar­noputri untuk menerbitkan SKL. Selain itu, Laks memiliki peran menentukan penjualan perusahaan yang diserahkan obligor kepada pemerintah sebagai pembayaran utang. Nah, penjualan perusahaan tersebut ternyata bernilai lebih kecil daripada nilai utangnya. Salah satu contohnya adalah penerbitan SKL kepada obligor BLBI Sjamsul Nursalim yang merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Dalam catatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), BDNI termasuk obligor yang paling rendah tingkat pembayarannya. Sjamsul baru membayar 17,4 persen dari total kewajiban Rp28,4 triliun. Hal itulah yang membuat Laks dipanggil KPK karena memiliki peran penting dalam perkara tersebut. Dikonfirmasi terkait hal itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, keterangan Laks sangat diperlukan untuk penyelidikan kasus BLBI. “Setiap orang yang dimintai keterangan dalam penyelidikan tentu dianggap penting oleh penyidik,” ujar Johan. Namun, mengenai materi, dia mengaku tak tahu apa yang dicecarkan penyidik ke mantan politikus PDIP tersebut. Sampai sekarang KPK masih belum berencana memanggil Mega­wati. Johan menanggapi bahwa penyelidikan itu masih ber­kait­an dengan mereka yang menja­­lankan penerbitan SKL. “Saya rasa belum sampai pada pem­­buat kebijakannya,” jelas Johan. Hingga kini, sebut Johan, telah ada sekitar sepuluh orang yang pernah dimintai keterangan terkait penyelidikan tersebut. Beberapa orang di antaranya merupakan pejabat di era kepemimpinan Megawati. Antara lain Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (mantan menteri koordinator perekonomian) dan Kwik Kian Gie (eks menteri keuangan dan menteri perencanaan pembangunan nasional/ketua Bappenas). Mantan Kepala BPPN I Putu Gede Ary Suta serta eks Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang kini menjadi Menteri BUMN Rini Soemarno juga tak luput dari penelisikan penyidik KPK. Pemeriksaan Laks Rabu lalu juga bukan yang pertama. Pada 11 Juni 2013 penyidik juga meminta keterangannya. Saat itu Laks mengaku dimintai keterangan soal sidang kabinet era Presiden Megawati yang membahas penerbitan SKL BLBI. Meski sudah memeriksa sejumlah saksi kunci, KPK tak memiliki target penyelesaian kasus tersebut. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, pihaknya tak memasang target. “Namun, kalau kami dapat menemukan dua alat bukti, tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya. Zulkarnaen, komisioner KPK lainnya, mengatakan bahwa penyelidikan kasus itu terbilang sulit. Selain karena kasusnya sudah lama, banyak hal yang perlu dikonfirmasi kembali ke sejumlah mantan pejabat, termasuk Laksamana Sukardi. “Banyak kesulitan yang kami temui, terutama yang berkaitan dengan perbankan dan bantuan-bantuan lunak dari BI,” ujarnya. Kasus BLBI sebenarnya sempat ditangani Kejaksaan Agung. Namun, perkara itu juga diselidiki KPK sejak era Antasari Azhar. KPK mengendus adanya tindak pidana dalam penerbitan SKL yang mengakibatkan kerugian negara ratusan triliun rupiah. Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI Rp144,5 triliun yang dikucurkan untuk 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. (gun/c9/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: