Kubu Ical Tekan Menkum HAM

Kubu Ical Tekan Menkum HAM

JAKARTA - Tarik-menarik dua kubu untuk mengklaim kepengurusan Partai Golongan Karya (Golkar) yang sah akan ditentukan pada pecan ini. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) memiliki batas waktu selambat-lambatnya Rabu (17/12) sudah menentukan kubu beringin mana yang memiliki legalitas dan diakui pemerintah. Kubu Aburizal Bakrie (Ical) mengatakan, penentuan status itu seharusnya tidak membingungkan Menkum HAM. Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo kepada wartawan di Jakarta kemarin (14/12) menuturkan, tidak ada alasan legal bagi Menkum HAM untuk menanggapi kepengurusan Golkar hasil munas Ancol (kubu Agung Laksono). “Sebaliknya, Menkum HAM justru harus menempatkan kepengurusan hasil munas Ancol sebagai kepengurusan illegal karena menyalahgunakan identitas Partai Golkar,” tegas dia. Menurut Bambang, sejak awal, terbentuknya kepengurusan Golkar kubu Agung melalui presidium penyelamat partai tidak memiliki landasan hukum. Presidium, menurut dia, tak lebih merupakan forum pembangkangan terhadap kepengurusan yang sah hasil munas Bali. Bambang meminta Menkum HAM tetap berpijak pada pasal 24 dan 25 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol). Di pasal 25 terdapat empat indikator yang harus terpenuhi untuk menetapkan adanya perselisihan parpol. Pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan. Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi seperti munas, kongres, atau muktamar. Ketiga, tentang penolakan pergantian kepengurusan, harus dari anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Dan keempat, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar. Untuk persoalan Golkar, jelas Bambang, empat indikator terjadinya perselisihan tidak ditemukan. Sebab, ketika Munas IX Partai Golkar digelar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta. “Penolakan baru disuarakan kelompok Agung Laksono dari luar forum munas, tepatnya di Jakarta,” terangnya. Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar (hasil munas Ancol) Zainudin Amali menandaskan, tidak perlu ada upaya intervensi untuk memengaruhi keputusan Kemenkum HAM. Menurut dia, kedua pihak sebaiknya menunggu hasil akhir yang dalam waktu dekat diumumkan. “Kita lihat saja nanti,” tuturnya. Terpisah, Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, pihaknya belum membahas penetapan legalitas kepengurusan Golkar. “Saya baru saja balik dari Korea. Mungkin awal pekan ini masih perlu rapat untuk membahas hal itu,” jelas perempuan yang dikenal sebagai penggiat HAM tersebut. Menurut Harkristuti, diperlukan kehati-hatian dalam penentuan legalitas Golkar. “Kasus Partai Golkar ini berbeda dengan PPP. Mereka munasnya hanya berbeda dua hari. Saling mengklaim sah sesuai AD/ART. Nah, itu yang perlu kami pelajari dulu,” paparnya. (bay/aph/gun/c9/tom)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: