Geliat Usaha Pengolahan Minyak Rempah

Geliat Usaha Pengolahan Minyak Rempah

Sudah Terkenal di Level Asia Sampai dengan saat ini, mayoritas masyarakat Kabupaten Cirebon belum mengetahui ada industri pengolahan minyak rempah-rempah yang sudah terkenal di belahan dunia, khususnya kawasan Asia. BERBEKAL warisan leluhur, pasangan Udi Wirawijaya dan Rokayah berhasil menyumbangkan devisa negara dari usaha pengolahan minyak rempah-rempah yang sudah digeluti puluhan tahun. Bahkan, pada tahun 1988, Udi pernah mengharumkan nama Kabupaten Cirebon dengan memperoleh penghargaan Upakarti dari Pemerintah Republik Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto saat itu. Penghargaan ini diperoleh berkat pengabdian dan kepeloporannya dalam mengembangkan industri kecil. Jika dilihat secara kasat mata, tidak semua orang mampu menemukan lokasi pengolahan minyak rempah-rempah yang dikembangkan Udi dan keluarga. Tempat usaha yang dijalankan puluhan tahun ini, hanya mengandalkan pekarangan belakang rumah Udi yang terletak di Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang. Usaha yang saat ini dijalani dimulai sejak era penjajahan Belanda dan Jepang. Saat itu, ayah Rokayah yang memulai usaha tersebut dengan skala yang sangat kecil. Minyak rempah-rempah diolah berbahan baku bunga kenanga. Di sekitar wilayah Cikalahang dan sekitarnya, pada saat itu bunga kenanga mudah didapat. Sehingga untuk mendapatkan bahan baku sangat mudah. “Setiap rumah pasti menanam pohon kenanga, bahkan di hutan sekitar Cikalahang masih melimpah ruah,” tuturnya. Lambat laun, usaha yang dikembangkan oleh ayah Rokayah semakin membuahkan hasil. Minyak yang menjadi bahan baku parfum ini dicari oleh banyak industri, khususnya negara-negara produsen parfum. Sejumlah penelitian dan pengembangan usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cirebon saat itu sangat membantu pengembangan usahanya. “Puncaknya, pada tahun 1988 kami berhasil mendapatkan penghargaan Upakarti dan menyusul penghargaan lainnya, baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cirebon,” terangnya. Memasuki era 90-an sampai dengan 2000-an, bahan baku bunga kenanga mulai menipis dan mengalami puncaknya pada tahun 2003. “Saat itu, kami memutuskan untuk tidak memproduksi minyak kenanga, karena sudah sulit mendapatkan bahan bakunya,” ujar wanita paruh baya ini. Memanfaatkan mesin dan peralatan produksi yang masih ada, produksi minyak rempah-rempah diganti dengan berbahan dasar daun cengkeh, sereh dan nilam. Sampai sekarang, keluarga ini masih memproduksi ketiga minyak tersebut. Pengolahan minyak rempah-rempah ini membutuhkan waktu 24 jam dengan cara penyulingan. Daun cengkeh, sereh dan nilai dikukus dalam panci berukuran besar. Kemudian, uap kukusan itu ditangkap dan dialirkan ke sebuah selang, uap tersebut menghasilkan minyak yang bisa dimanfaatkan untuk industri obat-obatan dan kosmetik. “Untuk lima kwintal daun cengkeh berkualitas baik, bisa menghasilkan 15 liter minyak. Total produksi satu bulan bisa menghasilkan empat sampai lima kwintal minyak, baik daun cengkeh, sereh maupun nilam,” katanya. Minyak yang dihasilkan ini, lantas mereka jual ke eksportir dengan harga yang bervariasi. Minyak daun cengkeh dijual perkilogram Rp135 ribu, minyak sereh Rp160 ribu dan minyak nilam Rp600 ribu. “Untuk minyak nilam bahkan bisa mencapai Rp700 ribu,” kata Udi. Usaha yang dilakukan keluarga Udi ini merupakan satu-satunya di Kabupaten Cirebon. Demi kelancaran operasional usahanya, mereka mencari bahan baku dari berbagai daerah, khusus untuk daun cengkeh mereka mendapatkan dari wilayah Kabupaten Kuningan, Majalengka, Purwakarta, Sumedang. Sementara, nilam didapat dari wilayah Jawa Tengah. “Kalau sereh, kita kerja sama dengan petani lokal, kita beri mereka bibit, setelah panen kita beli,” ungkapnya. Untuk membantu warga setempat, keluarga ini pun menampung daun cengkeh yang dihasilkan oleh kebun masyarakat. “Sebenarnya daun cengkeh ini sampah, kemudian oleh pemilik kebun dikumpulkan dan dijual ke kita,” bebernya. Efisiensi usaha pun dilakukan. Daun cengkeh, sereh dan nilam yang sudah dikukus, oleh Udi dan Rokayah dikeringkan lagi untuk dijadikan bahan bakar proses penyulingan. Sehingga, tidak ada limbah yang membahayakan masyarakat setempat. Bahkan, abu hasil pembakaran, bisa dimanfaatkan untuk campuran pupuk kompos guna menyuburkan lahan tanaman sereh. “Tidak ada sampah, semua yang kita produksi bermanfaat untuk kelangsungan usaha,” ungkapnya. Agar usahanya ini terus berjalan, di usianya yang sudah senja, Udi dan Rokayah menyerahkan kepada anak sulungnya untuk meneruskan produksi minyak rempah-rempah. “Saya tidak mau usaha ini berhenti, karena tergolong langka di Kabupaten Cirebon dan potensi cukup besar. Maka, berdasarkan hasil musyawarah keluarga, anak sulung kami yang meneruskan,” pungkasnya. (mohamad junaedi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: