Pengadaan Buku Kurtilas Diduga Di-Mark Up

Pengadaan Buku Kurtilas Diduga Di-Mark Up

JAKARTA - Dugaan korupsi pengadaan buku Kurikulum 2013 (kurtilas) kemendikbud mulai disorot. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Malang Corruption Watch (MCW) melaporkan dugaan mark up tender pengadaan buku K-13 ke Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). ”Hasil investigasi kami, dugaan korupsi muncul untuk buku-buku pelatihan pengawas sekolah,” ujar koordinator bidang pelayanan public ICW Febri Hendri di kantor Kemendikbud kemarin. Temuan korupsi itu diduga terjadi di Malang, Jawa Timur, Gorontalo, dan Kalimantan Tengah. Khusus di Malang, pengadaan buku dilakukan oleh unit Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) bidang Otomotif dan Elektronika di Kota Malang. ”Proyek yang kami investigasi senilai hampir Rp 1 miliar,” jelasnya. Nilai itu untuk mencetak 22.221 eksemplar buku pelatihan pengawas sekolah. Febri menjelaskan, dugaan korupsi muncul akibat terjadi penggelembungan nilai satuan buku pelatihan. Dia menjelaskan dalam proyek itu, harga satuan buku pelatihan berkisar Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu. ”Harga satuan proyek itu lebih tinggi dari harga pasaran,” jelasnya. Dengan spesifikasi hampir sama, Febri mengatakan harga buku di pasaran sekitar Rp11 ribu saja. Apalagi jumlah buku yang dicetak sangat banyak, harganya bisa lebih murah lagi. Menurut Febri, mereka bisa mendapatkan harga Rp 11 ribu setelah melakukan penyamaran dan memesan buku ke pemenang tender. Dengan berpura-pura sebagai penerbit, mereka ingin mencetak buku yang spesifikasinya sama dengan buku pelatihan K-13. Akhirnya mereka mendapatkan harga sekitar Rp 11 ribu per eksemplar dari pihak percetakan. Febri menuturkan, untuk proyek pengadaan buku ini seharusnya bisa dikerjakan dengan anggaran sekitar Rp 200 juta. Tetapi ternyata anggaran negara tersedot Rp 982 juta. Dengan demikan muncul potensi kerugian negara sekitar Rp 786 juta. ”Untuk catatan, laporan korupsi ini hanya terjadi di tiga titik. Padahal proyek pengadaan buku K-13 ada di seluruh Indonesia,” jelasnya. Menanggapi laporan dari ICW dan MCW ini, Irjen Kemendikbud Haryono Umar memberi apriasi khusus. ”Bantuan pemantauan dari masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah sangat kami butuhkan,” jelas mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Atas laporan itu, Haryono menugaskan tim yang terdiri lima orang untuk terjun ke titik dugaan korupsi. Dia berharap dalam waktu dekat tim ini bisa mendapatkan fakta di lapangan yang valid. Haryono tidak segan memberikan rekomendasi buruk, jika memang terjadi penyimpangan anggaran dalam pengadaan buku K-13. Sejak awal implementasi K-13 pada 2013 lalu, ujar Haryono, cenderung ada potensi kekacauan. Pengadaan buku menjadi salah satu potensi kekacauan itu. Kondisi paling kasat mata adalah, penyaluran buku dari percetakan ke sekolah dikeluhkan terlambat. Sedangkan untuk tudingan korupsi pengadaan buku, menurut Haryono perlu dilakukan audit atau investigasi. Haryono berpesan supaya pengadaan buku K-13 dilakukan sesuai prosedur. Yakni pemda melakukan kontrak payung kepada LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Harga buku yang ditenderkan oleh LKPP, sudah tertera semuanya. Harganya juga relatif murah, yakni sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu per unit. (wan/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: