Rupiah Ideal 12.000 – 12.500 per USD

Rupiah Ideal 12.000 – 12.500 per USD

JAKARTA - Rupiah masih bergerak bak roller coaster. Setelah sempat anjlok mendekati level psikologis 13.000 per dolar Amerika Serikat (USD), rupiah kembali terangkat signifikan pasca intervensi Bank Indonesia (BI). Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, tingginya volatilitas nilai tukar rupiah terus dipantau. Posisi pemerintah sudah jelas, yakni ingin stabilitas nilai tukar terjaga di level yang sesuai dengan fundamental perekonomian Indonesia. “Saya rasa di 12.000 - 12.500 (per USD) “cukup bagus lah,” ujarnya usai rapat kabinet di Kantor Presiden kemarin (17/12). Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin menunjukkan rupiah sudah menguat signifikan ke level 12.720 per USD, naik 180 poin dibanding posisi hari sebelumnya di 12.900 per USD. Di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah pada perdagangan kemarin ditutup di level 12.667 per USD, menguat 57 poin atau 0,45 persen. Ini adalah penguatan terbesar ke dua di antara 13 mata uang utama di kawasan Asia Pasifik, hanya kalah dari Dolar New Zealand yang menguat 0,51 persen. Beberapa mata uang lain yang kemarin juga menguat adalah Dolar Australia, Dolar Hongkong, Ringgit Malaysia, dan Baht Thailand. Sementara mata uang yang melemah terhadap Dolar AS adalah Yen Jepang, Won Korea, Dolar Singapura, Dolar Taiwan, Peso Filipina, Rupee India, dan Yuan Tiongkok. Usai rapat kabinet, pemerintah kembali menegaskan optimismenya menghadapi kondisi rupiah terkini. Menurut JK, pemerintah memandang kalau persoalan kurs saat ini bukan karena persoalan rupiahnya. Melain­kan, lebih karena tren positif dari dolar AS berkaitan dengan membaiknya perekonomian di negeri Paman Sam tersebut. Karena itu pula, wapres lalu meng­ungkap ketidaknya­manannya terhadap istilah mele­mahnya rupiah. Dia meng­ung­kap, kalau di saat yang sama ketika nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar AS, mata uang Indonesia justru menguat dibanding sejumlah mata uang negara lain. Dia menye­but Tiongkok (yen), Malaysia (ringgit), Australia (dolar), dan Rusia (rubel). JK menambahkan situasi penurunan nilai mata uang rupiah seperti sekarang ini justru merupakan peluang yang baik. Ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih baik. Alasannya, kata dia, dengan rupiah yang melemah dibandingkan dolar AS maka impor ke Indonesia dari negara-negara pengguna dolar pasti menurun. (dyn/owi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: