Konflik Pengurus Tak Bisa lewat Jalur Pengadilan

Konflik Pengurus Tak Bisa lewat Jalur Pengadilan

Bisa Ditangani oleh Mahkamah Partai JAKARTA - Dua partai politik yang tengah berkonflik, Partai Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan berpeluang diselesaikan melalui jalur pengadilan. Namun, perselisihan kepengurusan di dua parpol “senior” di Indonesia itu memiliki kendala aturan Undang Undang, jika penyelesaiannya dilakukan melalui jalur pengadilan. Pengamat politik Said Salahudin menilai, apa yang terjadi di internal Partai Golkar dan PPP murni merupakan perselisihan kepengurusan. Dalam aturan pasal 32 ayat 5 UU Parpol nomor 2 tahun 2011, klausul perselisihan kepengurusan hanya bisa dilakukan di internal parpol sendiri melalui Mahkamah Partai. “Ada kekhususan perselisihan parpol yang berkenaan dengan kepengurusan,” ujar Said di Jakarta, kemarin (20/12). Menurut Said, dalam UU Parpol memang ada rujukan pasal 33, dimana pihak yang bersengketa, apabila merasa tidak puas bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Ruang itu terbuka untuk sengketa internal parpol seperti pemecatan anggota, penyalahgunaan wewenang, pertanggungjawaban keuangan, dan hal lain. “Tetapi khusus untuk perselisihan kepengurusan, pasal itu tidak bisa diberlakukan,” ujar Said meyakini. Dia menjelaskan, dalam UU Parpol dijelaskan alasan mengapa perselisihan kepengurusan parpol tidak bisa diselesaikan di pengadilan. Hal ini dimaksudkan agar setiap partai bisa mengatur dan mengurus sendiri roda organisasinya secara mandiri. Hal ini tercantum dalam ketentuan pasal 12 huruf b UU Parpol. “Pasal 15 ayat 1 UU Parpol menegaskan bahwa kedaulatan parpol itu berada di tangan anggotanya,” ujarnya. Dalam UU Parpol itu, kata Said, putusan mahkamah partai bersifat final dan mengikat. Kalau muncul perselisihan kepengurusan, maka internal parpol itu sendiri yang menyelesaikannya melalui mahkamah partai. “Kewenangan mahkamah partai untuk menyelesaikan perselisihan kepengurusan tidak hanya diberikan oleh AD/ART partai, tetapi diberikan oleh undang-undang yang kedudukannya lebih tinggi dari AD/ART parpol,” ujarnya. Sedikit menarik ke belakang, munculnya mahkamah partai muncul setelah revisi UU Parpol pada tahun 2011. Sebelumnya, UU Parpol nomor 2 tahun 2008 memang mengatur perselisihan kepengurusan untuk dibawa ke pengadilan. Munculnya UU Parpol terbaru mengubah mekanisme itu, dengan meminta partai politik membentuk mahkamah parpol, untuk menyelesaikan perselisihan internal masing-masing di partai. “Jadi, fungsi mahkamah partai itu menyerupai fungsi pengadilan juga,” tandasnya. Sebelumnya, kubu Aburizal Bakrie menyatakan tidak perlu lagi ada pernyataan provokatif yang cenderung memperkeruh konflik dua kubu. Kubu Ical “sapaan akrab Aburizal- itu menilai, penyelesaian dualisme di Partai Golkar sebaiknya langsung diselesaikan dengan menghadirkan berbagai data dan pembuktian di pengadilan. Partai Golkar kubu Agung Laksono pun menyambut “tantangan” itu. “Jika memang harus menempuh jalur itu, kita pun telah menyiapkan berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk pengadilan,” ujar Tubagus Ace Hasan Syadzily, Ketua DPP Partai Golkar. (bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: