Pengusutan Kasus Bansos Tidak Matang

Pengusutan Kasus Bansos Tidak Matang

Pengamat: Anggaran Sprindik Alasan Klasik SUMBER– Sejumlah praktisi hukum berpendapat, perencanaan Kejaksaan Agung mengusut kasus bantuan sosial, hibah dan bantuan keuangan APBD 2009-2012, tidak matang. Itu terlihat dari penundaan gelar perkara dan alasan surat perintah penyidikan yang tidak bisa diterbitkan lantaran terbentur persoalan anggaran. “Itu hanya alasan klasik saja. Semakin kesini kok arahnya semakin jauh dari penegak hukum yang sebenarnya. Harusnya, ketika proses penyelidikan akan dinakikkan statusnya ke penyelidikan sudah barang pasti semua kebutuhan termasuk anggaran didalamnya sudah ada planning yang jelas,” ujar praktisi hukum, Gunadi Rasta SH MH, kepada Radar, Minggu (21/12). Menurut Gunadi, peningkatan kepercayaan dan ekspektasi masyarakat terhadap mestinya dibarengi upaya kejagung untuk lebih cepat bergerak dalam kasus ini. Kalau terus mengulur-ulur waktu, justru masyarakat akan bertanya-tanya. Sebetulnya, berani tidak kejagung mengusut tuntas kasus itu. Kemudian, penundaan pengumuman apakah perkara ini berlanjut atau tidak, secara tidak langsung memberikan beban psikis kepada para terduga termasuk keluarganya. Bila memang sudah cukup bukti, sebaiknya diumumkan statusnya kemudian dilakukan tindakan yang diperlukan termasuk bila memungkinkan upaya penahanan. Tapi, bila tidak cukup bukti, segera keluarkan surat penghentian penyelidikan. Dengan proses yang saat ini tengah berjalan, sadar atau tidak kejagung terkesan setengah-setengah. “Ya terkesan setengah hati melakukan penegakan hukum dan terlihat tidak mempunyai keberanian untuk mengungkap kasus tersebut. Kalau masalah dana itu urusan dari klasik zaman orde baru. Zaman reformasi masa masih bicara dana?” ucapnya. Penundaan penerbitan sprindik, kata Gunadi, akan mengganggu kondusivitas di masyarakat dan jalannya roda pemerintahan. Sebab, belum ada kepastian kasus ini berlanjut atau tidak. Apalagi, sebelumnya pejabat kejagung pernah mengatakan gelar perkara akan digelar sebelum pertengahan Desember. Kemudian, disebutkan juga bahwa tim satuan gabungan khusus tindak pidana korupsi mengantongi dua alat bukti yang akan ditindaklanjhuti dengan meningkatkan status para terduga. “Kalau tidak terbukti segera keluarkan SP3-nya, kalau terbukti segera naikkan statusnya ke penyidikan. Kan ada dua alternatif di Kejaksaan Agung dan penegak hukum lainnya. Perlu ada kepastian hukum, jangan malah mengulur-ulur waktu seperti sekarang ini,” ungkapnya. Akademisi hukum Unswagati, Harmono SH MH menduga, penyelidik kejagung berhati-hati dalam penanganan kasus ini. Apalagi, kasus bansos banyak melibatkan orang penting. Terkait terbenturnya anggaran untuk mengeluarkan sprindik, itu sudah biasa terjadi. Apalagi perkara ini terjadi di akhir tahun. “Mudah-mudahan dengan kepemimpinan yang baru, ingin agar kasus-kasus yang ditinggalkan pimpinan lama diselesaikan. Akhirnya semua perkara menumpuk diakhir tahun. Sedangkan jumlah persone dan anggaran di pusat sudah limit. Ini bisa saja terjadi,” paparnya. Kasus korupsi, kata Harmono, akhir-akhir ini cenderung meningkat. Peningkatan ini berbanding terbalik dengan personel kejagung yang jumlahnya cenderung tetap. Kemudian anggaran juga menjadi hal yang utama dalam penanganan kasus. “Mungkin ini masalah teknis saja, yang jelas saya meyakni proses penyidikan akan berlanjut,” tandasnya. Kendati demikian, Harmono berharap, kejagung segera memberikan kepastian siapa saja yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, atau justru kasus ini dihentikan. Kepastian hukum ini penting agar tidak menjadi polemik di masyarakat. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: