Gas Melon ”Haram” untuk PNS

Gas Melon ”Haram” untuk PNS

Pemkab Kuningan Sudah Edarkan Surat ke SKPD KUNINGAN - Kenaikan gas LPG (baca: elpiji) 12 kilogram membuat banyak konsumen migrasi ke gas 3 kilogram atau gas melon. Kondisi ini membuat gas melon di pasaran sulit diperoleh. Situasi ini membuat Pemkab Kuningan mulai memikirkan untuk membuat aturan terkait larangan PNS menggunakan gas bersubsidi. Dengan cara seperti ini, diharapkan tidak ada kesulitan dengan menghilangnya gas subsidi seperti gas melon. “Melihat daerah lain sudah menerapakan larangan bagi PNS menggunakan gas subsidi, maka Kuningan juga akan merencanakan hal tersebut. Kami rencananya akan berbicara dengan Ibu Bupati (Hj Utje Ch Suganda, red) mengenai hal ini. Insya Allah bakal didukung Ibu Bupati,” ucap Kabag Ekonomi, Trisman Supriatna MPd kepada Radar, Minggu (11/1). Dikatakannya, jumlah PNS di Kuningan sendiri lebih dari 14 ribu pegawai. Tentu jumlah yang cukup banyak. Ketika aturan larangan diterapkan kepada PNS, pihaknya menjamin tidak memberatkan mereka karena penghasilan PNS lebih dari Rp1,5 juta per bulan. Alasan larangan PNS, kata Trisman, sudah diterangkan pada paturan Kementerian ESDM tahun 2009 yang mengatakan bahwa gas bersubsidi tersebut seharusnya hanya dapat dinikmati warga Indonesia berpenghasilan di bawah Rp1,5 juta per bulan. Dengan aturan itu, sudah jelas-jelas PNS dilarang. “Sebenarnya, surat edaran hanya menegaskan saja. Surat edaran hanya mempertegas PNS saja. Kalau menurut hemat saya, sebenarnya tinggal kesadaran dari warga sendiri terkait aturan itu,” ucap mantan kabag umum tersebut. Mengenai kondisi di lapangan, berdasarkan laporan dari Hiswana Migas Korda Kuningan, kata Trisman, tidak ada kelangkaan gas melon. Kalau pun terjadi kekurangan, itu karena migrasi sehingga pihaknya akan melakukan pengajuan penambahan kuota gas. Dikatakannya, selama ini kebutuhan per hari gas 3 kilogram mencapai 40 LO (loading order). Satu LO setara dengan 560 tabung. Sementara itu, Nono, pemilik pangkalan gas, berharap ada aturan jelas agar warga yang semula menggunakan gas 12 kilogram tidak migrasi. Dia sendiri selama ini tidak bisa menolak warga yang membeli gas melon meski statusnya orang kaya. “Sebelum ada aturan jelas, menurut saya, terapkan aturan dimana penerima dana kompensasi BBM atau PSKS yang berhak membeli gas melon. Saya kira dengan cara seperti ini gas melon tidak akan sulit didapat karena penggunanya jelas,” ucapnya. Nono kembali menyebut, pasca kenaikan gas 12 kilogram, pembelian jadi sepi. Dia sendiri hanya bisa pasrah dengan kondisi ini, terlebih kiriman untuk gas melon dikurangi dengan alasan banyak permintaan. (mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: