Tuntutan Kuwu Harus Taat Asas
Lasmino: Kami Hanya Tagih Komitmen Bupati dan Ketua DPRD SUMBER – Tanggapan terhadap tuntutan kuwu yang ingin memperpanjang masa jabatan dari 6 tahun menjadi 8 tahun, kembali disampaikan sebagian kalangan masyarakat. Salah satunya Ketua II Forum Komunikasi Persatuan Perangkat Desa (FK-Persada) Kabupaten Cirebon, Suwandi. Menurutnya, apa yang tengah diperjuangkan rekan-rekan Forum Komunikasi Kabupaten Cirebon (FKKC) merupakan hak mereka yang dijamin dalam undang-undang. Namun yang lebih penting, aspirasi yang disampaikan pun harus taat asas. Artinya, aspirasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang. “Sudah sangat jelas dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No 43 Tahun 2014 tentang Desa, mengatur masa jabatan kuwu adalah 6 tahun. Begitu juga dalam UU sebelumnya, yakni UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menerangkan bahwa jabatan kuwu ya 6 tahun lamanya,” katanya. Menurutnya, desakan para kuwu untuk meningkatkan masa jabatan menyebabkan pengesahan raperda tentang pemerintah desa dan BPD tertunda. Akibatnya, masyarakat yang dirugikan. Karena mau tidak mau mengganggu rangkaian agenda yang sudah diatur dalam rancangan perda. “Seluruh anggaran untuk pemerintah desa harus ada payung hukumnya terlebih dahulu, salah satunya perda. Insya Allah, jika raperda ini disahkan menjadi perda, secara otomatis pembangunan di desa akan segera digelar,” terangnya. Sementara Penjabat Kuwu Desa Lurah, Kecamatan Plumbon, Hartono mengatakan, apa yang dituntut rekan-rekannya dinilai salah alamat. Karena bupati dan DPRD tidak memiliki kewenangan untuk mengubah undang-undang. Sementara dalam Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengamanatkan kuwu atau kepala desa memiliki masa jabatan 6 tahun, bukan 8 tahun. “Kalau argumentasi rekan-rekan kuwu kuat, jika jabatannya harus 8 tahun, silakan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukan mendesak dewan atau bupati untuk mencantumkan angka 8 tahun untuk masa jabatan dalam raperda pemerintah desa dan BPD,” tuturnya. Sebenarnya, kata Hartono, dalam UU tersebut sudah begitu baik dengan kuwu. Pasalnya, meski masa jabatan kuwu hanya 6 tahun, tapi boleh dipilih sebanyak tiga kali berturut-turut. Artinya, jika kuwu tersebut berhasil memenangkan pemilihan kuwu sebanyak tiga kali, jabatan mereka menjadi 18 tahun. “Pemerintah sudah memberi ruang kepada kuwu untuk menjabat lebih lama, ketimbang pemimpin lain yang dipilih secara langsung,” bebernya. Selain itu, pada proses pelantikan para kuwu sudah membacakan sumpah jabatan yang isinya tidak boleh melanggar undang-undang. “Jika memang tetap ngotot agar masa jabatannya menjadi 8 tahun, maka rekan-rekan kuwu telah melanggar sumpahnya,” tegasnya. Hartono menyarankan, sebaiknya kuwu lebih memfokuskan terkait masalah implementasi alokasi dana desa (ADD) yang menjadi janji pemerintah. Karena ADD merupakan hak masyarakat, termasuk penyelenggara pemerintahan di desa. Sebab menurutnya, agar ADD tahun 2015 bisa segera cair, raperda tentang pemerintah desa dan BPD harus segera disahkan. Karena di dalamnya mengandung aturan pengalokasian dana tersebut. “Jika raperda ini terus dihambat hanya gara-gara masa jabatan kuwu, berarti rekan-rekan kuwu hanya mementingkan kepentingannya, ketimbang kepentingan masyarakat luas,” ungkapnya. Di tempat terpisah, Kuwu Japura Lor, Kecamatan Pangenan, H Lasmino menjelaskan, apa yang disampaikan rekan-rekan kuwu memang aspirasi yang datang dari pribadinya. Hal itu tidak lain berdasarkan hasil audiensi dengan Bupati Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi di ruang Paseban pada Desember 2014 lalu. Di mana Sunjaya saat itu memberikan angin segar dengan menyatakan setuju jika masa jabatan kuwu menjadi 8 tahun asalkan dewan setuju. Kemudian, ketika para kuwu menyambangi kantor DPRD dan dihadiri langsung bupati Cirebon, ketua DPRD pun menyatakan setuju. “Kami hanya ingin menagih komitmen yang sudah disampaikan pimpinan daerah yang sudah memberikan angin surga,\" jelasnya. Pihaknya sangat menyadari, bahwa mengubah masa jabatan kuwu dari 6 tahun menjadi 8 tahun sangat sulit. Mengingat undang-undang sudah menyatakan 6 tahun. Tapi, janji bupati dan ketua DPRD harus ditepati. “Saya juga aneh, kenapa Bupati dan Ketua DPRD bisa-bisanya menjanjikan sesuatu yang sulit direalisasikan,” terangnya. Ini menurutnya, yang harus menjadi perhatian semua pihak. Terutama kepala daerah, agar dalam menyampaikan sesuatu harus berlandaskan aturan. Jangan sampai asal bicara, yang menyebabkan orang kadung percaya. “Akhirnya seperti ini, bukan kami yang salah. Sekali lagi, saya ingin bukti dari orang-orang yang sudah menjanjikan. Tadinya menjanjikan 8 tahun, setelah di-raperda-kan hanya 6 tahun, siapa yang salah coba?” tandasnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: