Pakaian Bekas Mengandung Bakteri

Pakaian Bekas Mengandung Bakteri

JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai penjualan pakaian bekas yang diimpor secara ilegal semakin mengkhawatirkan. Selain bisa merugikan industri nasional, pakaian bekas tersebut berpotensi menimbulkan penyakit yang membahayakan. “Aturannya pakaian bekas tidak boleh diimpor, tapi diduga banyak pakaian bekas yang masuk secara ilegal, tidak melalui pelabuhan resmi. Banyak pelabuhan tikus di Sumatera bagian timur yang bisa menjadi pintu masuk pakaian bekas,” ujar Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Widodo, akhir pekan lalu (31/1). Namun sayang Kemendag tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut. Oleh karena itu dia berharap Bea Cukai dan Kepolisian dapat menutup ratusan pelabuhan liar itu.”Kewenangan kita hanya di pasar saja, kalau ada pakaian bekas yang dijual kita bisa sita. Itupun sulit pembuktiannya,” kata Widodo. Yang bisa dilakukan Kemendag saat ini adalah memberikan sosialisasi ke masyarakat agar tidak membeli pakaian bekas. Pasalnya, berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan Kemendag diketahui pakaian bekas yang dijual di pasar-pasar banyak mengandung bakteri berbahaya.”Satu baju itu ratusan bakterinya, sangat berbahaya kalau dipakai,” tuturnya. Temuan tersebut diketahui dari hasil uji laboratorium yang dilakukan pada 25 sampel pakaian bekas dari Pasar Senen, Jakarta Pusat. “Ada 25 pakaian yang diambil di sekitar Senen, terdiri dari pakaian anak, pakaian wanita, pakaian pria, remaja, jeans. Kita pisahkan lima kelompok. Setelah uji lab selama satu bulan, telah selesai dua hari lalu,” katanya. Dari hasil uji laboratorium tersebut, diketahui bahwa pakaian-pakaian tersebut mengandung 216 ribu pergerakan koloni bakteri mikrobiologi. Bakteri tersebut bisa sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen yang memakainya.”Petugas laboratorium saja tangannya jadi gatal-gatal. Selain itu bisa menyebabkan diare dan penyakit saluran kelamin,” sambungnya. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengaku tidak bisa memperkirakan berapa banyak pakaian bekas yang diselundupkan ke Indonesia. Namun hal itu bisa terlihat dari banyaknya pakaian bekas yang dijual di pasar-pasar tradisional. “Potensi kerugian industri juga sulit diperkirakan karena datanya tidak ada yang valid,” sebutnya. Namun begitu jika masuknya pakaian bekas secara ilegal tersebut tidak dihentikan maka bisa berdampak buruk terhadap industri TPT nasional. “Bayangkan saja jika satu orang tadinya mampu membuat 12 lusin pakaian sebulan, sementara pakaian bekas yang masuk secara ilegal ribuan ton, berapa banyak tenaga kerja yang bakal terdampak,” jelasnya. (wir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: