Petani Berharap Harga Gabah Naik

Petani Berharap Harga Gabah Naik

MAJALENGKA - Tingginya harga beras dalam beberapa pekan terakhir dibarengi hasil panen perdana di sejumlah wilayah Majalengka yang kurang maksimal. Hal itu seperti dialami para petani di Desa Rajagaluh Lor Kecamatan Rajagaluh. Salah seorang petani ditemui tengah memanen, Asna (72) mengatakan, hasil panen padi miliknya saat ini jauh dari harapan. Cuaca buruk menjadi faktor menyusutnya hasil panen karena gabah banyak yang gabug atau tidak berisi. Pasalnya, curah hujan yang tinggi membuat sejumlah tanaman sering terendam. Belum lagi munculnya hama wereng dan sejumlah organisme pengganggu tanaman lainnya. “Hujan disertai angin apalagi kalau turun saat malam hari itu yang ditakutkan para petani. Selain membawa sejumlah hama, intensitas serta angin kencang juga sebagian merusak sejumlah tanaman. Hasilnya padi banyak yang gabug karena tidak berkembang maksimal,” tutur warga Mangkuraga Desa Rajalaguh lor itu. Di musim panen rendeng kali ini, hasil panen hanya beberapa kuintal saja. Bahkan dari luas lahan yang hanya 150 bata itu, satu petak sawah sama sekali tidak mampu menghasilkan padi. Padahal biasanya hasil panennya bagus bisa mendapatkan lebih dari satu ton. Ia memprediksi jika hasil panen mendapatkan sekitar dua kuintal saja itu cukup beruntung. Sebab melihat kondisi padi-padi yang sedang dipanennya tersebut notabene tidak berisi. Dirinya berspekulasi kalau harga gabah para petani pun seharusnya mengikuti kenaikan. Menghitung biaya produksi selama kurun waktu dari mulai menyebar benih, pemupukan, penyemprotan pestisida sampai masa panen cukup besar. “Dari mulai pupuk bersubsidi yang habis 120 kilogram, biaya sewa traktor dan benih padi. Ini saya hitung yang kelihatan besar-besarnya saja. Belum lagi beberapa pengeluaran lainnya,” bebernya. Petani lainnya, Nenti (64) menambahkan, ia berharap harga gabah yang ditetapkan sebesar Rp7.400 per kilogramnya dapat dinaikkan mengingat hasil panen mengalami penyusutan. Soal naiknya komoditas sembako ini dipicu akibat belum meratanya para petani yang memanen, serta menyusutnya hasil panen yang belakangan terjadi di sejumlah daerah. Praktis sebagian besar para petani enggan menjual hasilnya ke para tengkulak lantaran untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan kalkulasi penghitungan biaya pengeluaran sampai jutaan rupiah tidak seimbang dengan hasilnya kurang maksimal. “Beruntung kalau hanya dapat dua sampai tiga kuintal dari luas lahan sekitar 150 bata. Pantas saja harga beras sampai-sampai naik. Di wilayah Rajagaluh sendiri terus terjadi kenaikan dari Rp12 ribu sampai Rp13 ribu per kilogram. Mungkin harga gabahnya juga mengikuti kenaikan,” imbuhnya. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: