Masyarakat Terpaksa Konsumsi Raskin
Imbas Harga Beras yang Melambung MAJALENGKA – Melambungnya harga beras di Majalengka membuat beberapa masyarakat terpaksa mengonsumsi raskin. Padahal raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran (RTS). Raskin yang seyogyanya untuk RTS, kini berubah menjadi Rasta atau tidak hanya untuk RTS melainkan merata bagi masyarakat. Di Desa Bantarwaru Kecamatan Ligung misalnya, subsidi beras yang disuplai dari Bulog Sub Divre Gudang Gintung, Kabupaten Cirebon, Kamis (5/3) dalam beberapa jam habis. Penjabat Kades Bantarwaru, Kasturi mengungkapkan, pihaknya tidak bisa melarang masyarakat di wilayahnya yang ingin membeli Raskin. “Memang seharunya Raskin itu tergolong bagi RTS yang pendapatannya rendah. Tetapi pada kenyataannya masyarakat yang berpenghasilan lebih juga mau membeli juga. Sehingga kesan Raskin jadi Rasta memang terjadi. Apalagi sekarang harga beras lagi tinggi di pasaran,” terangnya, saat ditemui di balai desa. Pihaknya mendapat suplai 238 karung atau 3 ton 5 kuintal, dan dalam beberapa jam sudah habis dibeli masyarakat. Pihaknya menyebar ke sejumlah perangkat desa dan RT untuk mempermudah distribusi ke setiap blok di desa yang berbatasan dengan Ligung itu. “Distribusi ini mungkin sama seperti di sejumlah desa lain di Majalengka, karena untuk mempermudah sasaran ke penerima yang ada di Blok maupun kampung di Desa Bantarwaru ini,” pungkasnya. Sementara itu, pendamping distribusi Raskin, Deden Supriadi mengungkapkan pendistribusian Raskin di Kecamatan Ligung untuk tiga desa diantaranya Bantarwaru, Majasari, dan desa Sukawera. Ada 10,1 ton lebih yang disuplai untuk tiga desa tersebut. “Ini merupakan rutinitas setiap bulan. Pihak kami tetap menjual harga Raskin ini sesuai dengan prosedur yaitu Rp1.600 per kilogram. Selain dari gudang Bulog Gintung, suplai beras juga biasanya didatangkan dari Sub Divre yang ada di Kasokandel,” tandasnya. Meroketnya harga beras di pasaran menjadi perhatian Pemkab Majalengka. Meski demikian, Pemkab belum berencana mengadakan operasi pasar (OP) untuk menstabilkan harga beras. Bupati Majalengka H Sutrisno SE MSi menilai sejauh ini pihaknya menganggap hal tersebut merupakan fenomena yang biasa, akibat hukum ekonomi dimana stok yang menipis berpengaruh pada naiknya harga komoditi. Seiring belum datangnya masa panen padi di Majalengka. Namun, dia optimis dalam beberapa waktu mendatang harga beras akan kembali normal, sehingga tidak ada alasan bagi Pemkab untuk mendorong operasi pasar guna menyetabilkan harga beras. “Majalengka ini kan sudah surplus dan sampai bisa menyuplai pemenuhan target produksi provinsi. Malu dong kalau sudah bisa surplus masih OP. Lagipula sebentar lagi juga mau panen raya, harga bisa stabil lagi,” paparnya usai acara mutasi di gedung Yhuda Abdi Negara, Jumat (27/2) lalu. Sementara itu, harga beras di Kabupaten Majalengka cukup tinggi mencapai Rp14 ribu per kilogram untuk jenis pandan wangi, sedangkan IR 64 Rp11 ribu per kilogram, Rojolele Rp10 ribu per kilogram, dan beras Cianjur Rp13 ribu per kilogram. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani mencapai Rp580 ribu sampai dengan Rp630 ribu per kuintal. Itupun sulit diperoleh karena para petani sudah tidak memiliki stok gabah, mengingat musim panen belum merata. Sejumlah pedagang beras di Majalengka kini kesulitan memperoleh barang dagangan. Sebagian pedagang mengaku membeli beras ke wilayah Cirebon atau Bumiayu, karena pasokan beras dari penggilingan tersendat bahkan sampai ada yang menghentikan pasokan. “Sekarang sulit memperoleh barang, keliling kesana kemari hasilnya minim tidak sesuai dengan ongkos angkut. Agar ongkos bisa tertutupi harus mengumpulkan barang berhari-hari. Sementara ini paling dapat dari Bumiayu,” ungkap salah seorang pedagan beras, Hamidan. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: