Banjir Terparah Sejak 1984

Banjir Terparah Sejak 1984

MAJALENGKA – Musibah banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Majalengka minggu malam hingga senin pagi, disebut-sebut warga merupakan peristiwa yang terparah sejak 30 tahun terakhir. Musibah banjir serupa pernah terjadi di tahun 1984, namun jika dibandingkan rasio ketinggian dan cakupan luas wilayah yang terdampak, musibah banjir kali ini lebih buruk. Hal itu, seperti dia­kui Kepala Badan Penang­gulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majalengka Tatang Rahmat SH. Tatang mengatakan, berdasarkan ketarangan warga dan sesepuh di wilayah Kadipaten, banjir yang pernah melanda sebagian wilayah di Kabupaten Majalengka tahun 1984 saat tanggul sungai Cilutung jebol, tapi hanya menerjang Kadipaten dan sekitarnya saja. Musibah banjir kali ini, kata dia, tersebar di delapan Kecamatan se-Kabupaten Majalengka yang meliputi Cigasong, Majalengka, Panyingkiran, Kadipaten, Dawuan, Kasokandel, Ligung dan Jatitujuh, dengan intensitas ketinggian air yang beragam dan paling tinggi sekitar 1,5 meter hingga 2 meter. Bahkan, dari musibah ini, pihak BPBD menaksir jika kerugian materil yang dialami mencapai miliaran rupiah. Beruntung belum ada korban jiwa akibat musibah banjir kiriman ini. Meski demikian, Tatang belum bisa memastikan rincinya, sebab saat ini pihaknya tengah konsentrasi melakukan penanggulangan kedaruratan. Disamping itu, karena konsentrasi menanggulangi kedaruratan, pihaknya belum bisa memperkirakan apa penyebab terjadinya banjir di Majalengka yang terparah sejak 30 tahun terakhir ini. Karena sesuai SOP, pihaknya mendahulukan kedaruratan, mengevakuasi warga agar jangan sampai jatuh korban. “Belum dihitung seberap parahnya, ya mungkin bisa nyampe segituan (milyaran). Karena kita konsentrasi dulu penganggulangan, mengindarkan jatuhnya korban. Karena selama ini memang jarang terjadi banjir seperti ini. Jadi, untuk memandu warga supaya tidak panik yang bisa saja menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan menimpa mereka,” kata Tatang, kemarin (16/3). Dalam menanggulangi musibah banjir ini, pihaknya berkordinasi dengan TNI-Polri, dan masyarakat dengan mendirikan posko bencana di titik yang diperkirakan merupakan lokasi terparah di kawasan Lapangan Sedar Kadipaten, dekat dengan lokasi blok Anjun Desa Kadipaten yang memang langganan banjir dan diperkirakan lokasi terparah yang mengalami musibah ini. Didin Rolani, tokoh masyarakat Kadipaten menjelaskan jika musibah banjir terparah menimpa wilayahnya sekitar Blok Anjun Desa Kadipaten, dengan ketinggian air ada yang mencapai 2 meter. “Di Kecamatan Kadipaten dan Dawuan saja, sedikitnya, seribuan rumah terndam, dengan ketinggian yang beragam, dari yang dangkal sampai yang 2 meter di daerah anjun,” kata Didin. Dia menyebutkan, luapan air dirasakan mulai masuk ke rumah-rumah warga sekitar pukul 22.00 malam, hingga pukul 06.00 senin pagi, air baru mulai surut. Akibatnya, sepanjang malam masyarakat di sekitar lokasi musibah banjir berjaga menyelamatkan diri dan harga benda mereka yang masih bisa diselamatkan. Disamping itu, kata dia, sejumlah fasilitas umum seperti mushola dan sekolah ikut terendam. Bahkan, di beberapa sekolah hingga waktu jam pelajaran dimulai ketinggian air masih mencapai mata kaki, sehingga murid yang sudah datang ke sekolah terpaksa dipulangkan lagi karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat kondisi gedung sekolah belum aman. Dia menjelaskan, musibah banjir yang menimpa wilayahnya ini, diduga disebabkan oleh meluapnya sungai Ciputis dan Cimoyan. Menurutnya, meski terbilang di wilayahnya ada beberapa titik yang langganan banjir, namun musibah banjir kali ini terasa lebih parah karena wilayah lain di Kadipaten dan Dawuan yang biasa aman dari banjir, kini ikut terendam. LEGISLATIF KAJI ULANG RAPERDA SUMUR RESAPAN Anggota komisi C Asep Saefudin ST mendukung Raperda sumur resapan, namun raperda tersebut harus kembali diajukan dan legislatif harus lebih dalu mengkaji. Pasalnya sementara draf tersebut masih belum valid, mengingat mengacu kepada tahun 2009 lalu sebagai acuan dan hasil kajiannya. “Sementara ini kami belum menerima raperda soal itu. Tetapi kita mendukung terutama berkaitan dengan penataan aliran sungai dari hulu ke hilir. Kami sebelumnya pernah meminta data kepada instansi terkait soal debit air di bendungan pada saat kondisi hujan dan kemarau,” lanjutnya. Menurutnya, pemerintah sejatinya harus mengkaji ulang tatanan wilayah terkait musibah banjir yang sebagian berada di wilayah utara Majalengka. Dataran rendah di Majalengka khususnya wilayah utara termasuk ke dalam kawasan industri. Sehingga kandungan tanah untuk menampung air dan daerah resapan harus diperhatikan. Hal itu melihat dari volume hujan dengan intensitas yang sangat deras. Terpisah, Badan Penang­gulanan Bencana Daerah (BPBD) Majalengka mencatat, banjir yang terjadi Minggu (15/3) malam hingga Senin (16/3) siang merendam hampir seluruh Kecamatan di wilayah utara Majalengka. Diantaranya Kecamatan Majalengka, Kadipaten, Kasokandel, Dawuan, Ligung, Jatitujuh, Cigasong, dan Panyingkiran. Kepala pelaksana BPBD, Tatang Rahmat SH mengatakan, pihaknya secepatnya akan menggelar rapat koordinasi terkait bencana yang menimpa hampir sebagian wilayah di Majalengka. “Besok (hari ini, red) kami akan menggelar rapat dengan instansi terkait dan stakeholder lainnya,” jelasnya. Ia mengungkapkan, musibah banjir dipicu curah hujan dengan intensitas tinggu dan sangat lama. Wilayah Majalengka nyaris diguyur hujan lebat sekitar tiga jam lamanya. Buruknya drainase khususnya di wilayah kota dan Kadipaten mengakibatkan air lama surut. Pembuangan ke saluran atau aliran sungai juga terhambat. Sementara, peristiwa yang menjadi sorotan yaitu banjir di wilayah Majalengka kota baru terjadi sejak 10 tahun yang lalu. Nyaris wilayah Majalengka kota sebagian besar dikepung banjir. Ini harus segera diantisipasi melalui rapat yang akan dilaksanakan bersama Asda II. Pihaknya mengakui saat banjir mengepung sejumlah wilayah, BPBD bersama Kodim 0617 serta Polres langsung memantau kondisi air di bendungan rentang Desa Panongan Kecamatan Jatitujuh. “Minggu malamnya kami bersama pak Kapolres dan Dandim langsung memantau perkembangan debit air yang saat itu meluap. Kondisi air terpantau over flow. Tetapi dengan dibukanya bendungan sambil melihat datangnya air mengantisipasi wilayah Kadipaten terendam. Pembuangan air memang cukup lama di bendungan Rentang ini. Karena petugas pintu air (PPA) harus terus mengatur kondisi air,” pungkasnya. Sementara itu, Dandim 0617 Letkol Inf Togu Parmonangan SIP menambahkan, banjir yang terjadi di wilayah Majalengka diakibatkan datangnya air dari wilayah Sumedang bersamaan dengan Kabupaten Majalengka turun hujan. Sehingga kondisi air yang masuk ke wilayah Majalengka terus bertambah banyak dan sangat rawan. “Kami berfikir bersama pihak kepolisian, BPBD mengatasi masalah evakuasi dulu bagi korban yang terdampak banjir. Seperti di wilayah Kadipaten serta Dawuan dan Ligung. Evakuasi itu kami lakukan secara bersama-sama melihat kondisi air semakin bertambah,” paparnya. Saat di bendungan rentang, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pengawas. Pasalnya, debit air di lokasi tersebut sudah di ambang batas. Para petugas langsung membuka bendungan sambil memantau debit air guna tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena khawatir apabila air naik dan tidak bisa terbendung lagi maka tanggul yang ada sangat rawan. “Kami terus lakukan koordinasi dengan Polres, 321 Galuh Taruna, BPBD bagaimana situasi di desa Panongan. Kita sudah siap evakuasi dengan meminta bantuan dan stanby melihat situasi air tidak bisa dibendung. Berbagai peralatan seperti tenda dan kendaraan untuk evakuasi kita juga siapkan dengan koordinasi dari pihak TNI AU Lanud S Sukani. Sampai saat ini kami terus melakukan pemantauan di lapangan dan sejumlah titik la­innya,” tandasnya. (azs/ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: